Usai menyelesaikan kuliah sejarah di Universitas Flores, Ende, ia merantau ke Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua. Demi masa depan anak-anak tanah Papua, ia mendirikan sebuah SMA. Ia menuai jerih payahnya. Banyak muridnya ‘jadi orang’. Mulai dari kepala dinas, anggota TNI, pilot, bidan, guru, dan profesi lainnya. “Anak-anak Papua sangat cerdas meski minim dukungan fasilitas belajar-mengajar dari pemerintah pusat,” kata Labaona.
TATKALA mengenang masa kecil di kampung halamannya, Desa Atawai, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, NTT, Yohanes Napan Labaona, kerap jatuh air mata. Sang ayah, Yohanes Napan Labaona, berpulang saat Labaona —sapaan akrab Yohanes Napan Labaona— masih dalam kandungan ibunda terkasih.
Merasa tak kuat menyaksikan sang bunda bolak-balik rumah-kebun sendirian, Labaona malah menyusul ibunya dan bertahan di Targofot, kebun warisan sang ayah tak jauh dari Atawai, kampung yang berbalut rimba di kaki gunung Labalekan di bagian selatan Lembata. SDK Atawai terasa melumpuhkan semangatnya setelah ia tahu sang ayah sudah berpulang; tak ada gairah untuk sekolah.
“Pak guru Viktor Oseama de Ona setiap pagi menyampari ibu saya di kebun. Beliau mengajak saya agar kembali ke sekolah, tak boleh bertahan di kebun bersama ibu membersihkan rumput agar padi, jagung, ubi, pisang dan tanaman lain tumbuh subur. Setiap kali saya tidak masuk kelas, Pak Viktor akan segera menyusul saya di Targofot. Saya diajak baik-baik agar bisa melanjutkan sekolah. Saya merasa tak punya kekuatan lagi setelah belakangan tahu ayah saya sudah meninggal sejak saya masih dalam kandungan ibu.Toh, Tuhan menggerakkan hati saya. Kemudian saya memenuhi ajakan guru saya Pak Viktor untuk masuk kelas lagi,” kata Labaona.
Labaona mengaku sungguh mengalamai guncangan batin. Sang ayah meninggal tragis saat ia dan teman-temanya sekampung berburuh di hutan. Seorang sahabatnya melepaskan anak panah dengan sasaran seekor babi hutan. Namun, sayangnya, anak panah itu melesat dan menancap di badan sang ayah. Ia ambruk bersimbah darah.
Petani kecil itu meregang nyawa di tengah hutan. Tak ada proses hukum karena kala itu, Loang, kota kecamatan Nagawutun sangat jauh. Ditempuh dengan berjalan kaki. “Kabarnya saat itu kalau melapor insiden kematian ayah saya, paling juga sulit diproses secara hukum karena aparat keamanan tak ada di Loang. Paling-paling pegawai pagar praja yang menangani. Peristiwa tragis ini akhirnya dianggap sebagai kematian tanpa sengaja. Apalagi saat orang ramai-ramai berburuh binatang hutan,” kisah Labaona.
Merasa minder
Meski kerap sekolah Senin atau Kamis, toh, Labaona berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Jasa Pak Viktor dianggap sangat besar membantu ia menguras semangatnya untuk sekolah di tengah keterbatasan. Dua tahun usai tamat SDK Atwai, Labaona malah ikut aktif dalam kegiatan Muda Mudi Katolik (Mudika) Stasi St Rafael, Paroki St Joseph Boto, Dekanat Lembata, Keuskupan Larantuka.
Melalui wadah Mudika, ia menempah diri dan berusaha mengilangkan rasa sedih karena kepergian ayah menghadap Tuhan, Sang Sabda. Ia malah aktif mengikuti gemohing, kerja bakti secara bergantian membersihkan rumput rekan-rekan sesama anggota Mudika.
Namun, suatu pagi di kebunnya di Targofot ia sadar kemudian berpikir. Kalau bertahan menjadi petani seperti ibunya berarti kelak ia tumbuh menjadi orang yang tak memiliki ilmu pengetahuan meski memiliki ketrampilan sebagai petani. Banyak anak petani sukses karena mendapat kiriman uang dari orangtua atau kerabat yang merantau di Malaysia atau Brunai Darussalam. Ini sesuatu yang menyemangatinya.
“Masuk SMP Lamaholot Boto, saya tergolong siswa paling tua dari aspek usia. Kerap saya merasa minder dengan teman-teman. Tapi, saya sudah bertekad agar mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dari sini, saya perlahan mulai melupakan peristiwa tragis yang menimpah ayah saya. Setamat dari SMP Lamaholot Boto dan SMA PGRI Swasthika Lewoleba, saya berhasil menyelesaikan studi sarjana di Universitas Flores,” katanya.
Menurut Labaona, sejak di SMP, SMA maupun kuliah di jurusan Sejarah FKIP Universitas Flores, ia tak pernah membayangkan berangkat ke Papua. Pilihannya adalah mengabdikan tenaganya sebagai guru di pedalaman Kalimantan. Suara hati lebih domiman mendorongnya menjadi pekerja di perkebunan kepala sawit dengan mimpi gaji besar.
Namun, akhirnya tahun 1998 ia bertolak ke Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua. Timika sebagai kampung diketahui bakal tumbuh pesat menjadi kota yang maju berkat kehadiran PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport Mc-Moran and Coppers, Inc, raksasa tambang dunia yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat, milik James R Muffet.
“Saya memutuskan ke Timika. Selain saya suka tantangan, kabarnya Timika berada di lereng gunung Nemangkawi. Panorama alam pegunungan sangat indah. Persis seperti kampung saya di bawah kaki gunung Labalekan. Tiba di Timika, awalnya saya jadi guru di SMP Santo Bernadus Timika. Berbekal pengalaman diskusi dengan para dosen melalui sharing pengalaman saat masih di Ende, tahun 2002 saya mendirikan SMA YPPK Tiga Raja. Meski masih honorer, toh ada kebanggaan. Tahun 2003 saya ditunjuk menjadi Direktur Kolose Pendidikan Guru khas Papua,” cerita Labaona.
Jadi PNS
Sejak tahun 2005 Labaona diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS) dan ditempatkan di SMA YPPK Tiga Raja, sekolah yang ia dirikan. Di samping mengajar pagi dan siang, malam hari ia mengabdi sebagai staf dosen di Program Diploma III di sebuah akademi milik Keuskupan Timika dan dosen Universitas Terbuka, kampus Timika. Tujuh tahun mengabdi di sebagai guru kepercayaan semakin besar.
Kala itu, Bupati Klemen Tinal melalui Kepala Dinas Pendidikan Mimika mengangkat Labaona sebagai Kepala SMA Negeri 05 Sentra Pendidikan atau SP 5. SMAN SP 5 ini adalah sekolah khusus untuk anak-anak asli Papua menata masa depannya. Berdiri tahun 2010, sekolah ini berpola asrama. Makan-minum dan kebutuhan siswa-siswi di asrama disediakan Pemerintah Kabupaten Mimika. Jam belajar dimulai pukul 07.00-13.00 WIT. Kemudian dilanjutkan pukul 17.00-19.00 WIT.
“Pak Bupati berpesan agar sebagai kepala sekolah saya dan para guru, komite sekolah, staf SMA SP 5, dan orangtua murid berjuang keras dan sungguh-sungguh untuk memberdayakan anak-anak Papua dalam semangat Eme Neme Yauware atau Bersatu Bersama Kita Bangkit. Berkat kerjasama yang harmonis antarsemua pemangku kepentingan di SMA SP 5 tahun 2014 saya mendapat penghargaan dari Bupati Mimika Eltinus Omaleng sebagai kepala sekolah terbaik di tingkat kabupaten,” ujar Labaona.
Sedangkan Kepala Perpustakaan SMA SP5 Rufina Hungan mengaku, anak-anak muridnya selalu dibiasakan membaca buku-buku koleksi perpustakaan sekolah agar kelak mereka memiliki ilmu cukup di bangku kuliah.
“Kami belum memiliki koleksi buku memadai. Namun, saya selalu ingatkan anak-anak murid agar setia menjadikan membaca sebagai kebutuhan dan hobi. Membaca semakin membuka cakrawala melihat dunia luar. Kompetisi di manapun akan dihadapi dengan mudah ketika anak-anak murid punya pengetahuan memadai lewat membaca. Itu yang saya sering beritau anak-anak murid saya,” kata Rufina Hungan.
Labaona juga ingat pesan Bupati Omaleng agar selaku kepala sekolah perlu menyiapkan masa depan anak-anak Mimika dan Papua umumnya sungguh-sungguh karena pendidikan adalah modal utama mereka. Kerjasama antara guru, orang tua, komite sekolah, orangtua atau wali murid, pemerintah dan masyarakat perlu terus ditingkatkan agar anak-anak didik agar kelak mereka meraih sukses.
Omaleng mengingatkan, jabatan itu amanah. Dengan demikian, Labaona tetap semangat melaksanakan tugas dan kepercayaan itu penuh tanggung jawab. “Anak-anak Papua terutama di Mimika sangat cerdas. Kala itu kita masih lemah dukungan fasilitas belajar-mengajar. Ini juga menjadi tantangan kami bersama,” ujarnya.
Berbagai prestasi sudah ditorehkan para murid lulusan lembaga yang ia pimpin. Sejumlah anak didiknya angkatan perdana tahun 2012/2013, sudah masuk dalam dunia kerja. Sebut saja Eta Kwalik, perawat yang kini membantu banyak orang sakit di Timika. Berikut Rio Kemong, kini Camat Tembagapura atau Erikson Amisim, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Puncak Jaya. Kemudian angkatan kedua 2013/2014, sekolah yang ia pimpin berhasil mengantar seorang alumninya, Leo Onatanofe, sebagai pilot; Natalis Kora, anggota TNI.
Beberapa di antaranya seperti Yusuf Kamo, Pedro Kum, Tomas Amisim, Erna Timakopea, dan Wiwin Wandikbo sedang mengikuti pendidikan khusus sebagai calon pilot. Sedang yang lain seperti Aprilia Kemong dan Piter Kemong kuliah di Fakultas Kedokteran di pulau Jawa.
Begitu pula Maria Pogolamun, Roy Kibak, Erlinus Kora, Elis Kwalik, Klemens Mekeyau, Yohanes Timakopea tercatat sebagai mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Prestasi sekolah yang ia asuh ini memantik perhatian Gubernur Papua Lukas Enembe awal Desember 2019 di Jayapura.
“Pace Gubernur meminta agar saya dan semua pihak di SMAN SP 5 menyiapkan anak didik kami agar mereka bisa lanjut kuliah di luar negeri. Kami diminta mendidik mereka sepenuh hati dan tetap mengutamakan kasih dan persaudaraan. Dengan demikian, anak-anak tetap memiliki harapan berguna bagi bangsa dan negara melalui profesinya, terutama di tanah Papua,” ujar Labaona, guru penerima Award of Education tingkat nasional 2014.
Labaona dinilai Panitia Anugerah Prestasi Insani Indonesia memiliki kontribusi mendirikan sekolah, gigih mendidik dan mengajar anak-anak tanah Papua. Ia juga komit menunaikan kepercayaan yang diberikan selama menjadi guru di Papua, terutama kepercayaan dari Bupati Mimika Eltinus Omaleng melalui Dinas Pendidikan setempat untuk ambil bagian bersama orangtua murid, dan Komite Sekolah serta semua stakeholder ikut mempersiapkan masa depan anak-anak tanah Papua menjemput masa depan lewat jalur pendidikan. (Sumber: buku Jejak dari Rantau karya Ansel Deri)
Yohanes Napan Labaona, S.Pd
Lahir : Desa Atawai, Nagawutun, Lembata, 16 April 1967
Isteri : Rufina Hungan
Anak-anak:
- Helena Gelu Labaona
- Yohana Ero Labaona
- Paulinus Boli Labaona
Alamat : SMA Sentra Pendidikan (SP-5) Timika, Kabupaten Mimika, Papua
Pendidikan
- SDK Atawai, Nagawutun, Lembata, 1980
- SMP Lamaholot Boto, Nagawutun, Lembata, 1990
- SMA Kawula Karya Lewoleba, Lembata, 1996
- FKIP Universitas Flores (Unflor), Ende, Flores
Pengalaman & Penghargaan
- Guru SMAN 1 Long Ikis, Kabupaten Passer, Kalimantan Timur
- Mendirikan SMA St Bernardus Timika, Papua
- Dosen D-3 Universitas Negeri Manado Cabang Timika, Papua
- Dosen Universitas Terbuka Cabang Timika, Papua
- Kepala SMA Sentra Pendidikan (SP-5) Timika, Mimika, Papua
- Kepala Suku Lembata, Kabupaten Mimika, Papua
- Penerima Award of Education Tingkat Nasional Tahun 2014