SERANGAN udara Israel ke Iran pada Jumat lalu menandai eskalasi paling berbahaya di kawasan Timur Tengah dalam dua dekade terakhir. Serangan yang menargetkan jantung Teheran, termasuk pusat nuklir, instalasi militer, hingga kawasan elit, tidak dapat dibaca sekadar sebagai aksi balasan atau bentuk pertahanan diri. Banyak pihak meyakini, bahwa Israel memiliki tiga tujuan utama yang jauh lebih besar: menghancurkan program nuklir Iran, membunuh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, dan mengganti sistem pemerintahan Republik Islam Iran.
Pertama, penghancuran program nuklir Iran merupakan prioritas jangka panjang Israel. Tel Aviv selama ini menganggap Iran sebagai ancaman eksistensial, terutama jika Iran berhasil membangun senjata nuklir. Serangan ke fasilitas nuklir di Natanz, Fordow, dan Arak bukan sekadar serangan militer, tetapi pesan geopolitik kepada dunia: Israel tidak akan diam terhadap ancaman dari Teheran. Tujuan ini bukan baru hari ini—tetapi sudah menjadi agenda strategis Israel sejak awal 2000-an.
Kedua, indikasi kuat bahwa serangan ini ditujukan untuk menghabisi Ayatollah Ali Khamenei tidak bisa diabaikan. Lokasi yang diserang berada dekat dengan kawasan elit yang menjadi basis kekuasaan politik dan keagamaan Iran. Mengincar Khamenei bukan hanya soal membungkam seorang tokoh, tetapi menghancurkan simbol revolusi Islam yang telah menjadi fondasi ideologis dan politis Iran sejak 1979. Jika Khamenei terbunuh, maka akan tercipta kekosongan kekuasaan dan kemungkinan konflik internal yang bisa dimanfaatkan untuk menggeser arah negara.
Ketiga, serangan ini membuka kemungkinan untuk mengganti sistem pemerintahan Iran, dari teokrasi revolusioner ke bentuk pemerintahan yang lebih terbuka bagi pengaruh Barat. Israel—bersama sekutu-sekutunya—telah lama menginginkan Iran menjadi negara yang tidak lagi menyokong kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Houthi, dan milisi Syiah Irak. Dengan menggoyahkan pusat kekuasaan Iran, Israel berharap membuka jalan menuju perubahan rezim, baik secara langsung melalui kudeta elite, maupun secara gradual lewat tekanan publik dan disintegrasi internal.
Namun di balik ambisi strategis ini, ada bahaya besar yang sedang dipertaruhkan. Iran bukan negara kecil. Serangan terhadap tokoh sentral dan upaya mengganti sistem negara bisa memicu perlawanan masif, bukan hanya dari Iran tetapi juga dari jaringan sekutunya di kawasan. Ini bisa memantik perang regional berskala besar atau bahkan membuka jalan ke konflik global, terutama jika Rusia dan China merasa kepentingannya ikut terancam.
Dunia harus waspada. Jika benar tiga tujuan ini menjadi agenda Israel, maka serangan ke Iran bukan hanya soal pertahanan diri, tapi misi geopolitik ambisius yang dapat mengorbankan stabilitas kawasan dan menciptakan penderitaan yang jauh lebih luas. Alih-alih menciptakan keamanan, langkah ini justru bisa membuka gerbang kehancuran yang tak terkendali. (Editor)