JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, senior Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto, presiden terpilih Republik Indonesia 2024-2029, mendukung Letnan Anumerta Herman Yoseph Fernandez untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional.
Menurut Kiki Syahnakri, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang ditetapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tahun 2009, ada sejumlah persyaratan, baik persyaratan umum, khusus maupun administrasi yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Persyaratan umum yaitu WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI, memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara, dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Mengutip Bung Hatta, ujar Kiki, demokrasi bagi bangsa Indonesia yang majemuk adalah keterwakilan, bukan keterpilihan. Demikian pula demokrasi terkait urusan kepahlawanan. Pahlawan-pahlawan kita mulai dari Aceh, Sumatera, Jawa dan lain-lain sampai ke NTT hingga Papua adalah perekat bangsa.
“Itulah mengapa saat diundang jadi keynote speech dalam seminar dan bedah buku ini, saya menyatakan siap dan menerima sekaligus mendukung niat Ibu Grace Siahaan Njo selaku ketua panitia seminar dan semua pihak untuk mengusulkan Pak Herman Yoseph Fernandez menjadi pahlawan nasional,” ujar Kiki saat tampil sebagai pembicara kunci (keynote speech) seminar dan bedah buku bertema Herman Yoseph Fernandez: Kusuma Bangsa Pembela Tanah Air Layak Jadi Pahlawan Nasional di Gedung Yustinus Unika Atmajaya, Jakarta, Sabtu (8/6).
Kiki, perwira tinggi TNI yang lama bertugas di Timor Timur (kini, negara Republik Demokratik Timor Leste), sesuai persyaratan umum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, Herman Yoseph Fernandez sudah memenuhi syarat untuk diajukan menjadi pahlawan nasional.
Sedangkan dari tujuh syarat khusus, lima persyaratan sudah terpenuhi. Karena itu, Kiki, mantan Komandan Rayon Militer Motaain, Timor Timur tahun 1975, melanjutkan, tinggal sedikit lagi untuk memenuhi syarat agar Herman Yoseph Fernandez menjadi pahlawan nasional.
“Saat ini momentum yang tepat sebab Presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto adalah juga seorang patriot dan pejuang. Saya sangat berharap beliau dapat memberikan gelar pahlawan nasional kepada Herman Yoseph Fernandez,” kata Kiki, tokoh militer yang juga kolumnis.
Seminar dan bedah buku menghadirkan pembicara yaitu Kepala Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Dr Hariyo Poernomo; sejarawan Dr Bondan Kanumoyoso, M.Hum; penulis buku sekaligus sejarawan Jakarta Thomas Ataladjar; dan Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dr Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
Hariyo menjelaskan, Herman Yoseph Fernandez memiliki kemiripan dengan sosok Laksamana Muda TNI Yosaphat Soedarso, pahlawan nasional Indonesia yang gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah ditembak kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora.
Baik Yoseph Fernandez dan Yos Sudarso, kata Hariyo, sama-sama berani mengorbankan dirinya bagi orang lain, bangsa, dan negara Indonesia. Sikap dan semangat keduanya sangat langka ditemukan di era sekarang.
“Selayaknya negara memberikan gelar pahlawan nasional kepada Herman Yoseph Fernandez. Meskipun saat ini ia dimakamkan di Taman Makam Nasional Kusuma Negara, Yogyakarta, namun sudah semestinya negara memberikan gelar kepahlawanan nasional kepada beliau,” katanya.
Meski demikian, ujar Hariyo, untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional bagi seseorang bukan pekerjaan mudah. Salah satu syaratnya melalui penulisan buku biografi, kajian mendalam, dukungan masyarakat dan berbagai pihak, stakeholder, mulai dari tingkat lokal hingga nasional.
“Generasi muda juga perlu terlibat untuk mensosialisasikan sosok Herman Yoseph Fernandez. Sosialisasi bisa dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi seperti media sosial sehingga mudah diketahui dan dipahami. Semoga Herman Yoseph Fernandez segera mendapatkan gelar pahlawan nasional, yang tentu tidak hanya menjadi kebanggaan warga NTT tetapi juga rakyat Indonesia,” ujar Hariyo.
Yapi Taum menjelaskan, de facto Herman Yoseph Fernandez de facto adalah seorang pahlawan nasional. Ia tokoh yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani, yang tidak pernah menyerah pada musuh bahkan mengorbankan nyawanya bagi sahabat dan bangsa yang dicintainya.
“Saat ini Herman Yoseph Fernandez telah mendapat tempat terhormat di mana ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kusuma Bangsa Yogyakarta bersama Jenderal Besar Sudirman dan Letjen Urip Sumoharjo, dan ratusan pejuang dan pahlawan nasional lainnya. Namanya juga terukir di sejumlah monumen seperti Monumen Sidobunder, Monumen Tentara Pelajar di Kebumen, dan Monumen Yogya Kembali (Monjali), Yogyakarta,” ujar Yapi Taum.
Yapi juga menambahkan, nama Herman Yoseph Fernandez juga tercatat dalam buku sejarah perjuangan bangsa seperti Gelegar di Bagelen dan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan.
Meski demikian. de jure negara belum mengakui dan memberi gelar pahlawan nasional. Fakta ini, kata Yapi Taum, memprihatinkan tetapi menjadi tantangan, motivasi untuk menggali lebih dalam tentang kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez.
“Mengajukan Herman Yoseph Fernandez kepada negara untuk mendapatkan pengakuan formal resmi kenegaraan sebagai salah satu pahlawan nasional adalah perjuangan yang tidak mudah. Perlu dukungan dan keterlibatan semua pihak, termasuk generasi muda. Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez bisa menjadi keteladanan bagi kaum muda,” ujar Yapi Taum.
Thomas Ataladjar mennulis, Herman Yoseph Fernandez adalah putra pasutri Markus Suban Fernandez-Fransiska Thresia Pransa Carvallo Kolin. Ia lahir di Larantuka 12 Desember 1888. Ayahnya seorang guru Vervolgschool/VVS, sekolah di bawah asuhan pastor-pastor Societas Verbi Divini (SVD) di Ende, Pulau Flores. Sedang sang bunda, lulusan Europeesche Lagere School (ELS).
Herman Yoseph Fernandez hijrah ke Jawa dan masuk Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) atau Sekolah Guru Bantu (SGB) Muntilan, Jawa Tengah. Di sekolah ini, Herman Fernandez bersahabat dengan tokoh-tokoh nasional lain di HIK Muntilan seperti Yos Sudarso, Frans Seda, Alex Rumambi, Cornel Simanjuntak, Liberty Manik. Binsar Sitompul, Suwardi, dan lain-lain.
Herman Yospeh Fernandez adalah tokoh muda asal Larantuka, Flores Timur, yang berjuang mempertahankan kemerdekaan di Yogyakarta setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Herman Yoseph Fernandez terlibat dalam pertempuran hidup mati melawan Belanda dalam peristiwa Palagan Sidobundar 2 September 1947. Ia gugur setelah kepalanya diberondong peluru tentara Belanda pada 31 Desember 1948.
Grace Siahaan Njo, keponakan Herman Yoseph Fernandez mengakui, kisah heroik dan cinta tanah air Herman Yoseph Fernandez mendorongnya untuk mewujudkan buku biografi dan seminar yang menghadirkan sejumlah pembicara ahli di bidangnya.
Sejauh ini, kata Grace, belum banyak dokumen sejarah yang mengulas sosok dan kiprah perjuangan Herman Yoseph Fernandez mulai dari Flores dan nasional hingga ajal menjemput atas nama cinta yang utuh bagi negeri tercinta.
“Kami berharap agar melalui buku yang ditulis Pak Thomas Ataladjar dan seminar yang menghadirkan Pak Kiki Syahnakri dan sejumlah ahli di bidangnya, tokoh ini Herman Yoseph Fernandez makin dikenal, terutama nilai-nilai kesetiaan dan heroisme yang dimilikinya bagi bangsa dan negara. Nilai-nilai ini akan menjadi legasi indah bagi generasi muda Indonesia hari ini dan di masa akan datang,” ujar Grace.
Diskusi dipandu akademisi Dr Goris Lewoleba dan pembawa acara Dekan Fakultas Vokasi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta Dr Maksimus Bisa Lado Purab, SKM, SSt.Ft, M.Fis. Hadir juga sejumlah tokoh penting seperti Dr Jan Riberu, Jacob Riberu, Fras Lamuri, dan mantan Duta Besar RI untuk Peru Yosef Berty Fernandez.
Selain itu, hadir anggota DPR RI Melkiades Laka Lena, mantan wartawan Kompas Ansel da Lopez, Kepala BNN Kota Tangerang, AKBP Dr Josephine Vivick Tjangkung, S.Sos, MI.Kom, anggota DPRD DKI Jakarta Simon Lamakadu, Pastor Joseph Peleba Tolok, OFM, praktisi hukum Petrus Bala Pattyona dan Mathias Ladopurab, dosen UPH Jakarta Dr Thomas Tokan Pureklolon, dan tamu undangan serta kalangan wartawan dan kalangan muda. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)