JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Senin (10/3) menggelar sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021, yang menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 204,3 miliar.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Derman Parlungguan Nababan, SH, MH dengan anggota majelis Nova Claudia De Lima, SH dan Andi Mattalatta, SH. Saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut adalah Wakil Bendahara 1 Pengurus Besar (PB) PON Papua sekaligus Bendahara Peresmian Stadion Lukas Enembe Thercia Eka Kambuaya.
Dalam keterangan dalam persidangan Thercia mengaku, ada gelontoran dana PON XX untuk belanja di luar kegiatan PON XX Papua. “Belanja di luar PON itu atas arahan Ketua Harian PB PON XX Papua Yunus Wonda,” ujar Thercia.
Dalam skandal mega korupsi tersebut, ada empat pejabat PON XX Papua 2021 duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Koordinator Venue PON XX Vera Parinussa, Koordinator Bidang Transportasi PON XX Reky Douglas Ambrauw, Bendahara Umum PB PON Theodorus Rumbiak, dan Ketua Bidang II Pengurus Besar PON Roy Letlora.
Pada Senin (3/3) JPU mendakwa keempatnya telah menyalahgunakan dana penyelenggaraan ajang olahraga terbesar di Indonesia itu yang merugikan keuangan negara Rp 204,3 miliar.
JPU mendakwa mereka dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tindak Pidana Korupsi) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
JPU juga mendakwa keempatnya dengan pasal alternatif dalam dakwaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam persidangan skandal mega korupsi tersebut, muncul nama Rafael Fatih Fakhiri.
Awalnya, JPU dari Kejaksaan Tinggi Papua Raymond Bierre menanyakan kepada tiga saksi terkait nama Rafael Fakhiri yang menerima kucuran dana sewa mobil very very important (VVIP) sebesar Rp 4 miliar, yang sudah terbayarkan.
Padahal, dana sewa mobil VVIP yang diterima Rafael Fakhiri tidak dianggarkan dan tidak tercantum dalam dokumen kontrak. Dalam persidangan itu JPU menunjukkan bukti pengeluaran dana sebesar Rp 4 miliar secara cash atau tunai seperti dalam lampiran Bukti 258. Sayangnya, ketiga saksi tidak menjelaskan secara rinci mengenai hal itu.
Usai sidang, Erwin Dumas Hutagaol, Rikopotan Gultom, dan Julius Jansen Pardjar selaku kuasa hukum terdakwa Recky D Ambrauw menegaskan, kliennya, Rafael Fakhiri tidak mengetahui soal penggunaan dana Rp 4 miliar di luar Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dari keterangan ketiga saksi juga menegaskan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan kliennya. Karena tidak ada tanda tangan, tidak ada konfirmasi.
“Mungkin jaksa yang lebih tahu. Tetapi yang jelas konfirmasi dari saksi bahwa itu tidak ada dalam mata anggaran yang dikelola bidang transportasi oleh klien kami. Kalau persoalan itu mungkin bisa dikonfirmasi kepada jaksa arahnya kemana. Karena di dalam dakwaan tidak disebutkan nama klien kami. Saksi juga mengatakan tidak,” ujar Erwin.
Recky D Ambrauw dalam PB PON XX Papua adalah Koordinator Bidang Transportasi. Dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi, ada tiga saksi yang diperiksa yakni Thercia Eka Kambuaya, Sonya Baransano, dan Baharudin
Dari ketiga saksi itu, kata Erwin, sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kliennya, terdakwa Recky Ambrauw. Tetapi ada irisan-irisan tertentu. Terutama mengenai jumlah anggaran yang dikelola khususnya bidang transportasi.
Menurut Erwin, dari keterangan saksi dana yang dikeluarkan untuk bidang transportasi sebesar Rp 5,1 miliar. Dari jumlah itu Rp 5 miliar lebih sudah dipertanggung jawabkan.
Bukti pertanggung jawabannya di PB PON XX tahun 2021, lanjut Erwin, juga sudah dilakukan secara tertulis. Semua proses by transfer dan masuk ke Rekening Panitia Bidang Transportasi dan tidak ada yang masuk ke rekening pribadi kliennya.
“Begitu juga saat dikonfirmasi ke tiga saksi, bahwa tidak memberikan dana tunai untuk digunakan secara pribadi kepada klien kami. Sehingga sebenarnya kami harapkan di dalam persidangan berikutnya nanti persoalan ini benar-benar terbuka,” ujar Erwin.
Erwin mengatakan, banyak pemberitaan di media sosial soal kerugian negara dari dana PON XX Papua yang jumlahnya fantastis. Namun, menurutnya, harus dibedakan siapa melakukan apa dan harus bertanggung jawab apa sehingga tidak bisa disamaratakan semua terdakwa ini.
Erwin menambahkan, khusus kliennya sebagai Koordinator Bidang Transportasi, berdasarkan keterangan saksi yang sudah diperiksa sejauh ini tidak ada hal mayor yang dilakukan kliennya. Kalaupun misalnya ada kesalahan administratif, nantinya saksi akan menjelaskan apakah memang ada kesalahan administratif terjadi di sana.
“Tetapi kalau terkait dengan kerugian negara yang selama ini kita dengar informasinya, itu bukan terhadap klien kami. Karena dari anggaran bidang transportasi itu semuanya hanya Rp 5,1 miliar dan itu sudah dipertanggung jawabkan kepada PB PON sebagaimana keterangan dari saksi yang sudah diperiksa yang menjadi fakta hukum,” kata Erwin. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)