Oleh Manuel Kaisiepo
Penasehat Senior KSP RI dan Dewan Pakar Aliansi Kebangsaan
AKHIR tahun 1984 saya memperoleh sebuah monograf terbitan Cornell University, Intepreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to The Debate (1982), disunting oleh Benedict R.O’G Anderson dan Audrey Kahin.
Monograf ini memuat 13 tulisan Indonesiaist terkemuka dari beberapa universitas di Amerika, Belanda, dan Australia. Di antaranya tulisan Daniel Lev, Herbert Feith, Ruth McVey, Dwight Y King, Richard Robison, dan Ben Anderson.
Di tengah rezim represif Orde Baru saat itu, bacaan macam ini (apalagi editornya Ben Anderson) jelas hanya bisa beredar terbatas di kalangan tertentu, itu pun melalui jasa mesin fotocopy.
Maka merupakan keberanian tersendiri ketika seorang teman peneliti muda di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) Bung Kiky (Prof Dr Hermawan Sulistyo) menyatakan akan menerjemahkan monograf itu ke bahasa Indonesia.
Bung Kiky (yang saat itu tengah mengambil program Ph. D di Amerika) memang bersedia untuk menerjemahkannya. Tapi, adakah penerbit di Indonesia yang berani mau mengambil risiko menerbitkan naskah tersebut?
Kiky sendiri sudah menerjemahkan beberapa buku ilmu politik. Salah satunya karya David E. Apter, Politik Modernisasi (1987). Tentu saja saya sangat berminat atas tawaran Kiky dan langsung meloby pimpinan sebuah penerbitan besar.
Semula sinyal persetujuan diberikan, tapi kemudian muncul keraguan: apakah aman menerbitkannya di hadapan rezim represif saat itu. Apalagi Ben Anderson sendiri masuk daftar ‘blacklist’ yang dilarang masuk ke Indonesia.
Saya berkorespondensi dengan Ben Anderson selaku editor. Dia setuju, tapi juga ragu apakah bisa diizinkan terbit dalam edisi Indonesia. Ben menyarankan saya menghubungi penerbitnya (Cornell University) dan beberapa penulisnya. Salah satunya Ruth McVey yang oleh Ben biasa dipanggil Mbak Ruth.
Selama setahun (1985 sampai 1986) belum ada respons kongkret dari pimpinan penerbit Indonesia. Akhirnya saya berkesimpulan tidak ada keberanian mereka untuk menerbitkan naskah tersebut (sesuatu yang memang sangat beralasan). Maka saya pun terpaksa harus melupakan rencana penerbitan naskah tersebut dalam edisi Indonesia.
Korespondensi saya dengan Ben Anderson terus berlanjut, tapi tidak lagi menyinggung rencana semula. Ben minta dikirim beberapa buku terbaru sastra Indonesia. Ben Juga minta dikirimkan rekaman lagu-lagu tradisional Papua.
Ben juga setuju ketika saya minta izin memakai cover bukunya yang terkenal, Imagined Communities untuk dijadikan sampul buku Fachry Ali, Refleksi Paham Kekuasaan Jawa Dalam Indonesia Modern (1987). Saya menjadi penyunting buku Fachry tersebut.
Lebih 20 tahun kemudian, di etalase sebuah toko buku impor, saya menemukan sebuah buku baru dengan cover menarik berwarna biru cemerlang. Monograf dari Universitas Cornell tahun 1982 itu sudah diterbitkan dalam bentuk buku, dengan judul yang tetap sama.
Saya hanya bisa tertegun Seharusnya edisi Indonesia buku ini sudah bisa dibaca publik di Indonesia sejak dulu. (Catatan untuk mengenang ulang tahun Ben Anderson hari ini, 26 Agustus).