Anaknya Sedang Berjuang Mencari Kerja, Perintis SD Inpres Jita Mimika Simeon Solo de Ona: Saya Masih Setia Berdoa - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Anaknya Sedang Berjuang Mencari Kerja, Perintis SD Inpres Jita Mimika Simeon Solo de Ona: Saya Masih Setia Berdoa

Simeon Solo de Ona (71), perintis SD Inpres Peke, cikal bakal SD Inpres Jita, Distrik Agimuga, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

FAKFAK, ODIYAIWUU.com — Sejak tiba di Fakfak tahun 1974, Simeon Solo de Ona langsung menjadi guru di SD Balai Latihan Kerja (BLK) Sungai Fakfak, kota Kabupaten Fak-fak, Provinsi Papua Barat. SD BLK ini saat itu dikelola Misi Katolik.

Bermodal perahu layar dari Lewoleba, kota Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur selama 6 minggu, Simeon bersama puluhan rekannya sesama lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Kabupaten Flores Timur (sebelum Lembata pisah dari Flores Timur), mereka setia di dalam perut perahu menerjang ganasnya laut menuju Irian Jaya.

“Kami bertolak dari dermaga Lewoleba, kota Pembantu Bupati Flores Timur wilayah Lembata April 1974. Tiba di Fakfak, saya langsung mengajar di Fakfak, kota Kabupaten Fakfak,” ujar Simeon Solo kepada Odiyaiwuu.com dari Fakfak, kota Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Jumat (24/11).

Menurut Simeon, pada Desember 1975, ia langsung diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) lalu mendapat tugas merintis SD Inpres Peke (kala itu), Distrik Agimuga, Fakfak. SD Inpres Peke sangat jauh dari Timika, Fakfak (kini Kabupaten Mimika).

Selama satu setengah ia mengaku menjadi guru seorang diri merangkap kepala sekolah karena pejabat yang ditunjuk saat ini masih cuti mendampingi isterinya yang akan melahirkan. Tugas sebagai guru seorang diri merangkap kepala sekolah, ia jalani 1976-1978.

“SD Inpres Peke saya rintis dan menampung anak-anak asli. Sekolah itu saat ini sudah berganti nama jadi SD Inpres Jita. Letak sekolah ini kala itu berbatasan langsung antara Asmat (Mimika, saat itu) dengan Merauke (Papua Selatan),” ujar Simeon, guru yang lahir 15 Juni 1952 di kampung Kluang, Desa Belabaja (Boto), Kecamatan Nagawutun, Lembata, NTT.

Namun, tahun 1976, insiden kelam dihadapi Simeon dan isterinya, Gereta Kelanangame (Almrmh), perempuan asli Papua kelahiran Tsinga, dekat Grassberg, Tembagapura, Mimika. Saat itu, anggota OPM masuk dan membunuh para pegawai pendatang yang bertugas di Peke, terutama pendatang dari NTT, Maluku, dan Bugis.

“Tuhan sungguh baik. Saat itu saya dan isteri numpang di perahu motor yang isinya para tukang bangunan yang hendak ke Agimuga untuk bangun sekolah. Pegawai yang tinggal dengan saya di Peke kebetulan mau ke Agimuga juga sehingga saya dan maitua (isteri) ikut sehingga selamat. Tuhan sayang kami karena mungkin isteri saya anak pemilik ulayat Tembagapura, yang kini jadi area tambang Freeport Indonesia,” kata Simeon.

Menurut Simeon, dari pernikahan dengan Gereta Kalanangame, mereka dikaruniai anak-anak: si sulung Garden de Ona, kini mengabdi di Kabupaten Deiyai, Papua Tengah. Sedang anak kedua, Aryanto de Ona, ketiga Paul Suban de Ona, dan si bungsu Katharina Kire de Ona.

“Anak saya, Yanto (Aryanto de Ona) sedang berjuang menjadi tenaga P3K di salah satu kabupaten di Papua Tengah. Sedang Paul tinggal di Timika dan jadi buruh di sana setelah di PHK Freeport Indonesia. Begitu juga anak bungsu, Katharina juga sementara tinggal di Deiyai masih cari kerja di sana. Ya, hingga saat ini saya masih setia berdoa agar mereka bisa punya pekerjaan yang layak,” ujar Simeon. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :