Primordialisme dan Demokrasi Dalam Pilkada - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Primordialisme dan Demokrasi Dalam Pilkada

Elius Wantik, kandidat Doktor Antropologi Linguistik dan Biblika Ibrani Program Ilmu Sosial Universitas Cenderawasih, Jayapura. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Elius Wantik 

Kandidat Doktor Universitas Cenderawasih, Jayapura

DI tengah keindahan alam Jayawijaya, masih tersimpan benih-benih konflik yang dipicu oleh pemikiran primordialisme. Pemikiran ini menempatkan identitas suku, agama, dan budaya sebagai fondasi utama dalam interaksi sosial dan politik. 

Akibatnya, kedamaian dan kohesi sosial di Jayawijaya seringkali terganggu ketika masing-masing kelompok merasa terancam oleh dominasi atau pengabaian. Masyarakat lokal menjadi terpecah, memunculkan diskriminasi serta ketidakadilan dalam Pemilu maupun kehidupan sehari-hari.

Primordialisme juga mengakar dalam pola pikir sebagian warga yang menganggap bahwa loyalitas terhadap kelompok lebih penting ketimbang kesatuan sebagai bangsa. Ketegangan ini seringkali berujung pada kekerasan yang merugikan semua pihak dan memperlambat pembangunan daerah. Karena itu, memahami dampak pemikiran ini sangat penting agar masyarakat Jayawijaya bisa bergerak menuju era baru yang lebih demokratis dan inklusif.

Demokrasi dalam pilkada

Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), demokrasi memiliki peranan yang sangat krusial. Di Jayawijaya, demokrasi bukan sekadar jargon, melainkan satu-satunya jembatan mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Ketika masyarakat diberi hak untuk memilih, mereka tidak hanya mengekspresikan keinginan akan pemimpin yang mereka anggap layak, tetapi juga menunjukkan harapan terhadap perubahan yang lebih baik.

Pilkada yang demokratis memungkinkan munculnya calon pemimpin dari berbagai latar belakang, memberi peluang bagi suara-suara yang mungkin terpinggirkan. Melalui mekanisme ini, berbagai aspirasi masyarakat dapat diakomodasi. Selain itu, demokrasi juga berfungsi sebagai kontrol sosial, mencegah munculnya penyalahgunaan kekuasaan serta memastikan akuntabilitas para pemimpin terpilih. Dengan adanya demokrasi, Jayawijaya berpotensi untuk bertumbuh dan berkembang, menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan inklusif bagi semua pihak.

Di tengah gempuran pemikiran primordialisme, nilai-nilai demokrasi di Jayawijaya harus dijunjung tinggi sebagai pondasi membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Salah satu nilai utama adalah partisipasi di mana setiap warga negara berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan ini bukan hanya hak tetapi juga kewajiban agar suara semua golongan dapat didengar.

Selanjutnya, kita harus menghargai keterbukaan sebagai pilar penting dalam demokrasi. Keterbukaan mendorong transparansi dalam pemerintahan yang muaranya memupuk kepercayaan masyarakat. Dengan keterbukaan informasi, masyarakat dapat memahami kebijakan yang diambil dan berpartisipasi dengan lebih efektif.

Keadilan harus menjadi prinsip yang melekat dalam setiap aspek demokrasi. Keadilan menjamin semua orang di Jayawijaya tanpa memandang latar belakang memperoleh hak setara. Dengan menegakkan nilai-nilai ini, Jayawijaya dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan saling menghormati, menjadikan demokrasi sebagai solusi atas tantangan primordialisme yang ada.

Peran krusial

Di tengah dinamika sosial dan politik yang terus berkembang, peran bupati dan wakil bupati sangat krusial dalam membawa perubahan yang positif bagi masyarakat Jayawijaya. Mereka adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk menjalankan pemerintahan, tetapi juga untuk menjembatani perbedaan yang ada di masyarakat. Dengan memahami konteks primordialisme yang sering memecah belah, bupati dan wakil bupati perlu menegakkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan.

Melalui kebijakan yang inklusif, mereka dapat menciptakan ruang dialog yang aman bagi semua pihak sekaligus melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, mereka juga berperan sebagai fasilitator dalam memberikan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang merata. 

Dengan demikian, setiap lapisan masyarakat merasa ikut serta dalam pembangunan. Dengan kepemimpinan yang visioner, bupati dan wakil bupati diharapkan mampu memupuk rasa tanggung jawab bersama untuk membangun masa depan Jayawijaya yang lebih baik dan harmonis.

Di tengah arus politik yang semakin kompleks, penting untuk merumuskan strategi yang efektif guna menghindari pengaruh primordialisme yang dapat mengganggu stabilitas demokrasi di Jayawijaya. Salah satu langkah awal yang dapat diambil adalah pendidikan politik yang intensif bagi masyarakat. Dengan memberikan pemahaman yang baik tentang hak dan tanggung jawab dalam berdemokrasi, masyarakat diharapkan dapat melihat melampaui identitas primordial mereka.

Selain itu, promosi keadilan sosial menjadi kunci agar setiap individu merasa diperhatikan tanpa memandang latar belakang suku atau agama. Pemerintah dan lembaga masyarakat bisa berkolaborasi dalam digelarnya forum seminar, diskusi, dan kegiatan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. 

Dialog antar komunitas juga berperan penting, di mana warga dapat saling bertukar pemikiran dan menjalin kerjasama demi mencapai tujuan bersama, bukan berdasarkan identitas primordial. Lebih jauh, implementasi peraturan yang tegas terhadap praktik politik yang memecah belah seperti politik identitas juga harus dilakukan untuk menciptakan iklim politik yang lebih sehat.

Kisah sukses

Penerapan demokrasi yang sukses di daerah lain perlu menjadi sebuah inspirasi bagi Jayawijaya di masa akan datang. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah Yogyakarta. 

Di kota gudeg itu masyarakat aktif terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan. Melalui forum-forum terbuka dan musyawarah, warga mampu menyuarakan aspirasi dan menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan lokal.

Selain itu, Surabaya juga menunjukkan bagaimana transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dengan platform digital yang memfasilitasi akses informasi, warga dapat memantau anggaran dan program pemerintah sehingga mendorong partisipasi yang lebih besar.

Contoh-contoh ini membuktikan bahwa ketika demokrasi dianut dengan baik, komunitas bisa menjadi lebih kuat, berdaya, dan mampu mengatasi tantangan bersama tanpa terjebak dalam pemikiran primordial. 

Tinggalkan Komentar Anda :