KUPANG, ODIYAIWUU.com — Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Inovasi, Pendidikan dan Daerah Terluar Dr (Cand) Gracia Billy Yosaphat Mambrasar, ST, B.Sc, MBA, M.Sc,Edm atau akrab dengan sapaan Billy Mambrasar, Senin (24/7) berada di Kupang, kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kehadiran tokoh muda tanah Papua yang didampingi founder Aksi Flobamora Foundation sekaligus calon anggota DPR RI Serena Francis dalam rangkaian menghadiri sebuah pertemuan yang digelar di Sekolah Lapangan Nekamese, Kupang.
Acara ala anak milenial di tanah Flobamora (Pulau Flores, Sumba, Timor, Sabu, Raijua, Rote, Ndao, Alor, Lembata, Adonara, Solor, Lembata, dan pulau-pulau sekitarnya) itu bertema Pemuda Nusa Tenggara Timur, Bisa Bikin Apa Sa? dengan sub tema Optimalisasi Peran Pemuda dalam Mendorong Pembangunan Daerah.
Billy Mambrasar, staf khusus Presiden asal Papua kelahiran Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen dan master jebolan Harvard University, di awal pertemuan mengatakan, ia adalah seorang anak kampung. Ia lahir dari keluarga penjual kue.
“Namun, bermodal tekad membaja saya memulai sesuatu yang penting dalam hidup saya. Saya, membangun usaha yang kelak menjadi berkat bagi orang lain,” ujar Billy melalui keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (24/7).
Tekad dan semangat yang terpatri dalam hati mengantarnya meraih cita-cita melalui jalan panjang berliku. Tak pernah terbayang, kalau suatu waktu ia menjadi berkat bagi sesamaa. Termasuk diberi kepercayaan menjadi Staf Khusus Presiden. Selama menjalani tanggungjawab sebagai staf khusus, Billy mengaku sudah masuk keluar kampung dan memotivasi seluruh anak negeri untuk tak boleh lelah memulai sesuatu.
“Saya keluar masuk kampung karena saya ingin membawa perubahan bagi daerah-daerah yang jauh. Ketika 2018 diajak Pak Presiden, saya minta waktu seminggu untuk berpikir. Orang tua bilang mungkin selama dilibatkan, saya akan merubah lebih banyak orang lagi,” kata Billy, putra pasangan suami-isteri Isaskar Mambrasar dan Debora Mambrasar.
Billy mengisahkan, meski ayahnya seorang guru honorer dan sang bunda penjual kue, namun dia memiliki keyakinan teguh bahwa dia harus bisa. Karena itu, ujarnya, semasa menyelesaikan studi sarjana di Pulau Jawa profesi penjual kue tetap digeluti sembari bekerja serabutan seperti mengamen, penyanyi kafe hingga nyanyi dalam acara pesta pernikahan.
“Meski begitu, saya selalu punya tekad sehingga bisa kuliah di Oxford. Saat niat itu saya utarakan kepada teman-teman, mereka bilang tidak mungkin karena IPK saya pas-pasan, cuman dua koma. Ternyata Oxford tidak melihat IPK, melainkan usaha apa yang sudah pernah kita lakukan,” ujar Billy.
Di hadapan peserta yang didominasi kaum milenial Billy menitip agar generasi muda harus pandai melihat setiap peluang untuk mengeskpresikan diri secara positif. Karena itu, selama bertugas sebagai staf khusus ia mengingatkan arti penting pendidikan bagi anak-anak yang bermukim di pedalaman di seluruh Indonesia.
“Saya selalu masuk keluar kampung. Esok (Kamis, 25/7) saya ke Atambua. Di sana saya hanya mau sampaikan bahwa saya juga anak kampung. Kita bisa taklukkan dunia. Bagi adik-adik milenial yang saat ini berniat maju dan sukses, mereka inilah yang akan membawa perubahan. Kita tahu bahwa kita lahir untuk menjadi berkat bagi sesama,” katanya.
Karena itu, Billy meminta terus melakukan perubahan apapun sesuai passion, bakat dan talenta yang dimiliki. Tak perlu menunggu sampai pada posisi yang tinggi untuk melakukan sesuatu. Ini bertolak dari pengalaman mengurus yayasan yang dirintis lalu memulai dengan lima anak didik.
“Sekarang jumlahnya sudah ribuan. Mulailah dengan perkara yang kecil. Ketika saya ditunjuk, saya bisa melakukan pekerjaan besar. Mulailah dulu yang kecil. Mulailah setia pada perkara kecil terlebih dahulu. Terus belajar dan rendah hati,” katanya.
Serena Francis mengatakan, sebagai generasi milenial ia memiliki visi besar membangun pendidikan di tanah Flobamora. Karena itu, putri mantan anggota DPR Farry Francis ini mendirikan Yayasan Timor Belajar.
“Yayasan ini baru didirikan tahun 2021. Selama dua tahun berdiri, kita tidak saja galang dana dan salurkan ke desa-desa. Kita fokus ke kabupaten yang indeks pendidikan dan kesehatannya rendah. Kita juga memberikan sejumlah rekomendasi mengenai apa yang sudah kita temukan dan syukur, ada beberapa daerah menerima advis kita,” kata Serena.
Alumni SMAN 3 Kupang dan sarjana lulusan Universitas Indonesia ini menambahkan, yang dibutuhkan sekarang oleh setiap milenial adalah soft skill. Meski punya IPK bagus namun jika tak memiliki soft skill, akan tertinggal.
“Saat bertemu teman-teman di Jawa, saya bisa merasakan apa perbedaan kita dengan mereka yakni soft skill. Mereka punya rekam jejak panjang. Berbeda dengan kita di NTT. Inilah yang harus terus didorong agar anak-anak kita memperkaya diri,” kata mahasiswi S2 di salah satu universitas di Inggris itu.
Serena juga memotivasi kaum milenial untuk terus belajar, memperkaya diri dengan ilmu karena masa depan ada di tangan mereka sendiri. Diskusi dipandu tokoh muda NTT Isodorus Lilijawa. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)