JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Presiden Joko Widodo berdialog dengan sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat dalam audiensi yang berlangsung di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/5). Audiensi yang juga dihadiri Bupati Kabupaten Jayapura Mathius Awoitauw di Istana Bogor guna membahas daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Mathius Awoitauw yang mewakili rombongan dalam keterangannya secara virtual yang disaksikan melalui rekaman video pertemuan Istana Bogor mengatakan, pihaknya mengapresiasi pertemuan dengan Presiden Jokowi atas permintaan rombongan beraudiensi dan diterima dengan baik.
Pertemuan itu, katanya, untuk mengklarifikasi mengenai simpang siurnya informasi mengenai penerapan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua yang di dalamnya terkait daerah otonomi baru. Khusus untuk Provinsi Papua terdapat DOB Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Tengah.
“Itu sudah perjuangan yang panjang. Papua Selatan sudah berjuang selama 20 tahun dan juga di berbagai daerah. Jadi ini bukan hal yang baru muncul, tiba-tiba tetapi adalah aspirasi murni. Baik dari Papua Selatan maupun Tabi, Saireri juga Lapago dan Meepago. Aspirasi yang kita dorong adalah berdasarkan wilayah adat, bukan berdasarkan demo-demo di jalan,” ujar Mathius dalam rekaman video yang juga diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (20/5).
Mathius mengatakan, masyarakat Papua berharap DOB ke depan bisa mempercepat kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. Undang-Undang Otonomi Khusus itu mengikat semua masyarakat di seluruh tanah Papua, dan memberikan kepastian hukum dan hak untuk mengelola ruang-ruang yang dimiliki oleh masyarakat adat berdasarkan tujuh wilayah adat di tanah Papua.
“Kita butuh kepastian. Karena itu, kalau pemekaran itu masalah administrasi pemerintahan, tapi ke Papua itu diikat dengan Undang-Undang Otsus. Persoalan kita adalah implementasinya harus konsisten baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi, pemerintah daerah,” kata Mathius lebih jauh.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menyesalkan pertemuan Presiden Jokowi dengan delegasi Majelis Rakyat Papua Barat dan sejumlah anggota delegasi yang merupakan anggota MRP. Momentum audiensi tersebut, kata Murib, digunakan untuk memberi penjelasan sepihak dan memberi kesan MRP mendukung kebijakan pemerintah pusat terkait UU Otsus Jilid II dan DOB. Dua kebijakan tersebut tengah dilakukan judicial review, uji materiil di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. DOB pun sedang diprotes berbagai lapisan masyarakat.
“Untuk diketahui yang hadir dari MRP dalam pertemuan tersebut adalah oknum-oknum yang mengatasnamakan MRP. Perbedaan pendapat adalah hal wajar dalam suatu lembaga. Tapi kehadiran mereka tidak melalui mekanisme resmi Lembaga MRP. Mereka juga tidak pernah diberi mandat oleh pimpinan MRP untuk bertemu Presiden. Dugaan kami ada settingan pihak tertentu,” kata Ketua MRP Timotius Murib melalui keterangan tertulis dari bagian Hubungan Masyarakat (Humas) MRP yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (20/5).
Murib juga menegaskan, kehadiran sejumlah anggota MRP di Istana Bogor, tidak ada (surat) perjalanan dinas dari lembaga MRP. Jadi, kehadiran sejumlah anggota MRP itu tidak dapat digunakan oleh pemerintah sebagai orang-orang yang mewakili MRP secara kelembagaan. “Mereka tidak memiliki Surat Perintah Tugas (SPT) atau Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Yang kami sesalkan adalah pertemuan itu semakin menegaskan upaya pecah belah,” kata Murib kesal.
Menurut Murib, pertemuan Istana Bogor kemudian menghasilkan rumusan bahwa delegasi mendukung sepenuhnya kebijakan politik pemerintah pusat terkait dengan UU Otonomi Khusus dan Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). Padahal MRP secara kelembagaan tengah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Sejak akhir April hingga awal bulan Mei, pimpinan MRP juga telah berkunjung ke Jakarta bertemu Presiden, sejumlah menteri dan pimpinan partai politik nasional. Dalam pertemuan tersebut, ujarnya, secara resmi menyuarakan besarnya aspirasi masyarakat orang asli Papua yang menolak pembentukan daerah otonom baru.
“Mereka meminta pemerintah pusat untuk menunda pembentukan DOB setidaknya sampai ada putusan MK terkait uji materi UU Otsus hasil amandemen kedua. Berbagai protes masih terus digelar dan meluas di sejumlah wilayah Papua,” lanjut Murib. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)