Uang dan Potensi Tergerusnya Relasi Antar Manusia - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Uang dan Potensi Tergerusnya Relasi Antar Manusia

Elius Wantik, kandidat Doktor Universitas Cenderawasih, Jayapura. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Elius Wantik

Kandidat Doktor Universitas Cenderawasih, Jayapura

UANG dalam beberapa dekade terakhir, telah menjadi barometer utama dalam menilai keberhasilan dan nilai individu di masyarakat kita. Meskipun ia berfungsi sebagai alat tukar praktis, perlu disadari bahwa ketergantungan pada uang menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dipegang teguh. 

Dalam pandangan yang lebih kritis, materialisme tidak sekadar menciptakan kesenjangan ekonomi. Materialisme juga mengubah cara manusia dalam relasi atau interaksi satu sama lain.

Pentingnya uang dalam kehidupan modern kerap mengabaikan relasi antar manusia yang sejatinya dibangun atas dasar saling pengertian dan empati. Dalam mencari kekayaan, manusia cenderung mengorbankan hubungan personal yang seharusnya dapat menghadirkan makna lebih dalam kehidupan. 

Ketika uang menjadi tujuan akhir, nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, kejujuran, dan solidaritas perlahan-lahan tergerus. Oleh karena itu, saatnya bagi manusia merenungkan kembali. Pertanyaan reflektif perlu diresapi. Bahwa apakah manusia masih memprioritaskan hubungan mutualistik atau justru terjebak dalam kompetisi materialistik yang tidak pernah berakhir?

Dampak materialisme

Dalam masyarakat modern, materialisme telah mengambil alih ruang dalam hubungan persahabatan. Kini, banyak orang lebih mengutamakan nilai dari apa yang dapat dibawa oleh sahabat dibanding nilai emosional dan spiritual yang sejatinya menjadi inti dan makna persahabatan. 

Uang dan harta benda sering dijadikan ukuran. Para sahabat tidak lagi saling mendukung dalam pencapaian pribadi, tetapi bersaing satu sama lain dalam hal kepemilikan dan prestise.

Ketika materialisme mendominasi, manusia mulai melihat pengabaian terhadap aneka momen kebersamaan yang berarti. Ketulusan dan kejujuran dalam berbagi cerita dan pengalaman diabaikan dan segera berubah dengan diskusi tentang barang-barang terbaru, termasuk status sosial. 

Hal ini tidak sekadar merusak kedalaman relasi, hubungan tetapi juga menciptakan jarak emosional antara individu. Tentu sangat menyedihkan bila persahabatan antar personal hanya diukur oleh materi, yang pada akhirnya membuat manusia teralienasi.

Karena itu penting bagi manusia menyadari dampak negatif dan mulai memberi prioritas pada kualitas relasi, hubungan dibanding jumlah harta yang dikoleksi. Dengan cara ini, manusia berpeluang bisa membangun persaudaraan dan persahabatan hakiki, autentik, dan bermakna.

Cinta yang tergantikan

Di tengah arus materialisme yang semakin menguat, cinta yang seharusnya menjadi pondasi dalam hubungan antar manusia kerap tergantikan oleh kompetisi dan cemburu. 

Dalam masyarakat yang mengedepankan kesuksesan finansial, manusia mulai melihat bagaimana cinta berada dalam dua kutub berseberangan yaitu cinta tulus dan cinta bersyarat. Banyak orang yang merasa perlu untuk membuktikan nilai diri mereka melalui kekayaan dan status, menguras keaslian perasaannya.

Kompetisi ini menciptakan iklim di mana individu merasa tertekan untuk selalu lebih unggul, tidak hanya dalam hal materi tetapi dalam relasi interpersonal. Ketika pasangan saling membandingkan pencapaian, perasaan cemburu pun merajalela lalu menghalangi relasi yang seharusnya terjalin. 

Cinta yang seharusnya menghubungkan dan memperkuat, justru menjadi arena persaingan yang penuh dengan ketidakpastian dan keraguan. Oleh karena itu, saatnya manusia masuk dalam kedalaman jiwa. Kemudian merefleksikan pertanyaan penting: apakah cinta masih murni atau sudah tercemar oleh ambisi dan kecemburuan? 

Mari kita berusaha membenahi hubungan antara sesama manusia dengan menjadikan cinta sebagai prioritas di atas segalanya. Hanya dengan demikian, manusia dapat kembali menemukan makna sejati dari cinta yang tulus, yang tidak terkurung oleh batasan materi.

Empati yang memudar

Dalam era materialisme yang kian mendominasi, manusia sering menyaksikan menurunnya empati dalam hubungan antar pribadi. Ketika uang menjadi tolak ukur keberhasilan, orang cenderung berfokus pada pencapaian individu dan mengabaikan kebutuhan emosional orang lain. Hal ini menciptakan masyarakat yang semakin individualistis, di mana perhatian terhadap sesama semakin memudar.

Apesnya, sikap individualistis ini dapat mengakibatkan munculnya rasa tidak peduli terhadap penderitaan orang lain. Di media sosial, kita melihat banyak orang lebih tertarik untuk memperlihatkan prestasi pribadi daripada mengulurkan tangan untuk membantu sesamanya. Ketika empati pudar manusia kehilangan kemampuan untuk membangun hubungan yang kuat dan bermakna.

Jika manusia terus membiarkan empati tenggelam dalam lautan materialisme, kondisi itu berisiko menciptakan masyarakat yang dingin dan terasing. Saatnya masing-masing orang introspeksi dan merefleksikan nilai-nilai yang benar-benar penting dalam hidup. 

Kembalilah pada rasa solidaritas dan dukungan terhadap satu sama lain. Ini bukan hanya tentang hidup yang lebih baik, tetapi tentang menciptakan dunia yang lebih humanis dan harmonis bagi semua.

Di tengah arus materialisme yang kian deras, penting bagi manusia untuk menyadari bahwa hubungan antar sesama adalah pondasi yang jadi aspek utama. Uang memang memberikan kenyamanan dan kebebasan, tetapi jika dibiarkan menggeser nilai-nilai kemanusiaan, manusia akan kehilangan esensi dari kehidupan itu sendiri.

Saatnya manusia bernostalgia pada berbagai momen berharga yang dibangun bukan atas dasar transaksi materi melainkan atas relasi dan emosio yang kuat.

Marilah kita mulai mencari kembali kehangatan dalam persahabatan, cinta, dan empati. Kita perlu mengajak diri kita dan orang-orang di sekitar untuk saling menghargai tanpa memandang status sosial atau kekayaan.

Ajaklah mereka untuk berbagi pengalaman, baik suka maupun duka tanpa syarat. Dengan demikian, kita bisa mengembalikan keaslian hubungan yang sudah tergerus oleh kebutuhan mater semata.

Kita berkesempatan untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung interaksi manusiawi, yang pada gilirannya akan memperkaya hidup. Ayo, tinggalkan obsesi pada materi dan kembalilah kepada makna sejati dari hubungan manusia! Hanya dengan mencintai satu sama lain tanpa pamrih manusia menemukan kebahagiaan hakiki. 

Tinggalkan Komentar Anda :