Oleh Yakobus Dumupa
Alumni Program Magister Ilmu Pemerintahan STPMD ‘APMD’ Yogyakarta
BEBERAPA tahun lalu, penulis memutuskan untuk melakukan pemilihan kepala kampung secara langsung serentak di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah. Beberapa kampung, karena masa jabatan kepala kampung petahana belum berakhir, menyelenggarakan setelahnya.
Masyarakat kampung menyambut gembira. Pemilihan kepala kampung menjadi kesempatan berpolitik warga. Mereka terlibat aktif membentuk pemerintah kampung.
Untuk mereka, melalui pesta demokrasi ini, pemerintahan kampung lahir dari rakyat. Mereka sendiri yang memilih siapa dari antara mereka untuk menjadi kepala kampung selama enam tahun ke depan. Demokratisasi di level kampung berjalan.
Pemilihan kepala kampung menerbitkan harapan. Kepala kampung dipilih oleh rakyat. Melalui proses yang demokratis, rakyat mendudukkan pemimpinnya di kursi kekuasaan. Ia ditempatkan di sana untuk memerintah dan mengatur.
Kepala kampung diberi wewenang untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Bagi rakyat, memiliki pemerintah yang lahir dari mereka sendiri membangkitkan keyakinan bahwa pemerintah lebih tanggap, lebih peka, lebih memahami, dan lebih merasa bertanggung jawab.
Proses politik
Pemilihan kepala kampung ini juga mengembuskan angin segar bagi proses politik yang lebih terbuka. Beberapa kandidat kepala kampung adalah perempuan.
Soal apakah para kandidat ini kemudian mendapatkan dukungan mayoritas warga kampung adalah persoalan lain. Namun, bahwa mereka memutuskan untuk terlibat sebagai kandidat menunjukkan politik bukan hanya arena kaum laki-laki.
Meskipun akhirnya, pada pemilihan kepala kampung serentak ini belum ada kandidat perempuan yang terpilih, partisipasi mereka telah membuka kesadaran bersama.
Kaum perempuan merupakan bagian integral dari proses demokratisasi. Ruang-ruang keterlibatan mereka harus terbuka. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan.
Ketika perempuan mendapatkan ruang yang setara, mereka dapat menyuarakan kepentingan mereka. Kepentingan-kepentingan itu barangkali selama ini kurang bergema di ruang publik.
Jelas sekali bahwa keterlibatan perempuan untuk membangun masyarakat yang berkeadilan tidak dapat diabaikan. Perempuan harus ikut terlibat aktif. Perempuan hendaknya menyumbangkan potensi terbaiknya. Tidak cukup perempuan sekadar diberi peran sebagai penggembira di pinggiran arena politik.
Ruang-ruang demokrasi merupakan pengakuan akan kedaulatan rakyat. Mereka menyuarakan kepentingan; mereka juga terlibat dalam membangun masa depan. Mereka tidak sekadar tunduk dan takut pada orang yang berkuasa. Mereka juga terlibat untuk mengendalikan bagaimana pemimpin melaksanakan kewenangan dan kekuasannya.
Makna penting
Bagi warga kampung, demokratisasi ini memiliki makna yang penting. Mereka mendefinisikan masalah mereka sendiri dan mencari jalan keluar sendiri. Jadi, bukan pihak lain atau aktor lain yang merumuskan masalah mereka dan menetapkan jalan keluarnya.
Lazimnya orang-orang kampung diposisikan untuk menerima saja apa yang dikerjakan oleh kaum ahli. Orang-orang kampung, yang belum tentu merasa cocok, terpaksa mengikuti saja.
Lebih lanjut, demokratisasi ini dapat mendorong masyarakat menjadi lebih mandiri. Mereka menyelesaikan masalah pada skala kampung. Kemudian, untuk urusan-urusan yang lebih luas kampung meminta bantuan pemerintah daerah. Untuk urusan yang melibatkan beberapa kampung bertetangga diselesaikan secara gotong royong antar kampung.
Bagi kepala kampung, demokratisasi ini memiliki makna yang tegas. Kekuasaan kepala kampung selalu diawasi mata warganya. Kepala kampung harus mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat. Kepala kampung harus bekerja untuk rakyatnya. Maka, kepala kampung harus sadar bahwa ia bukan penguasa yang bebas berbuat semaunya.
Hal lain yang penting untuk digarisbawahi dari pengalaman pemilihan kepala kampung adalah fakta bahwa rakyat mampu berdemokrasi. Mereka secara berdaulat memilih pemimpin mereka sendiri. Dinamika politik berlangsung relatif kondusif. Tidak ada konflik yang meledak. Pascapemilihan disusul dengan penetapan yang disaksikan tanpa keberatan dari warga.
Ruang demokrasi selain pemilihan kampung harus diaktifkan. Antara lain kesempatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kampung (Musrenbang Kampung), rembug desa, pertemuan rutin Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) untuk menyerap aspirasi warga kampung maupun untuk mendiskusikan rencana peraturan kampung, dan lain-lain.
Ketika memutuskan pemilihan kepala kampung serentak, salah satu alasan saya adalah mendorong demokratisasi dalam masyarakat kampung. Kampung-kampung memiliki kekuatan. Banyak orang hebat atau memiliki kemampuan di sana. Ketika diberi kesempatan, mereka pasti bisa. Saya sangat berharap demokratisasi ini membuahkan masyarakat kampung yang berdaulat.