TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob angkat bicara terkait polemik pembelian pesawat cesna dan helikopter milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, Provinsi Papua. Pesawat dan helikopter tersebut dibeli saat John menjabat Kepala Dinas Perhubungan Mimika dan dioperasikan PT Asian One Air.
“Kalau mau jujur dari tahun 2017 hingga 2018, saya dan beberapa pejabat lain termasuk PT Asian One Air bolak balik diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta soal ini. Saat itu, saya sudah jelaskan semuanya sesuai aturan dan bukti, termasuk keuangan,” ujar John Rettob kepada Odiyaiwuu.com dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua, Sabtu (6/8).
Selama ini, ujarnya, ia mengaku memilih diam karena tidak menginginkan kisruh pembelian pesawat dan helikopter itu jadi polemik di tengah masyarakat. Pada 2020 dan 2021, kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi dan Polda Papua.
“Kasus itu dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi dan Polda Papua saat Kadishub Mimika dijabat Jania Basir dengan dalih ‘laporan masyarakat.’ Merasa belum puas, tahun ini dilaporkan kembali ke Kejaksaan Negeri, BPKP, dan DPRD. Ini ada apa,” kata John retoris.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Mimika ini mengemukakan, ada empat tudingan palsu terkait urusan pengadaan, pemasukan, perijinan, dan operasional dua angkutan udara tersebut.
Pertama, tudingan pesawat dan helikopter adalah bekas. Ia mengatakan, pesawat terbang Cessna Grand Caravan dibeli Pemkab Mimika dari pabrik pembuatnya yang dapat dibuktikan dengan kontrak pembelian antara Pemkab Mimika dengan pabrik Cessna di Wichita, USA tahun 2015. Sedangkan helikopter dibeli langsung dari pabriknya, Airbus Prancis, yang dirakit di pabrik Airbus Helikopter Malaysia tahun 2015.
Untuk membuktikan pesawat atau helikopter baru atau tidak, ujarnya, dapat dilihat dari nomor seri pesawat atau helikopter tersebut dari pabrik pembuat. Untuk pesawat cessna dengan nomor seri 5238 tahun 2015. Sedangkan helikopter bernomor seri 8150 tahun 2015. “Bisa dicek langsung ke pabrik, supaya kita jangan jadi tertawaan orang luar. Pabrik akan menjawab siapa pemiliknya,” kata John.
Pesawat baru atau bekas, urai John, dapat dilihat pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) pada saat impor pertama masuk ke Indonesia. Dalam PIB tahun 2015 itu, pesawat dan helikopter itu tertulis ‘baru’. “Tapi kalau lihat PIB tahun berikut, ya, pasti tertulis ‘bekas’ karena yang baru itu hanya PIB saat impor pertama,” ujarnya.
Selanjutnya untuk pembuktian pesawat baru dapat dilihat pada dokumen asuransi awal. Ia menyebutkan, semua pesawat itu dalam kondisi baru. Bupati dan beberapa pejabat melihat langsung.
“Jadi kalau Kepala Dinas Perhubungan Mimika saat ini bilang itu bekas, berarti dia ragukan bupati. Bahkan bupati lihat proses perakitan di Malaysia,” ujar John.
Kedua, terkait tudingan bahwa helikopter tersebut bersifat leasing to purchase (kredit) atau leasing dari pemilik pesawat luar negeri atau nama orang asing. Sebenarnya, kepemilikan pesawat ataupun helikopter itu dapat dibuktikan dengan bill of sale yang diterbitkan oleh pabrik pembuatnys kepada pembeli atau pemilik.
“Dalam bill of sale tertulis Governmenth Mimika of Regency. Kalau beli mobil itu BPKB. Jadi helikopter itu tidak di-leasing tapi betul-betul milik Pemkab Mimika. Sesudah didaftatkan di Indonesia, diterbitkan sertifikat pendaftaran oleh Kementerian Perhubungan. Dalam sertifikat pendaftaran tertulis pemiliknya adalah Pemerintah Kabupaten Mimika. Kalau mobil, semacam STNK,” lanjut John.
Pesawat cessna didaftarkan atas nama Pemerintah Kabupaten Mimika menggunakan registrasi Indonesia. Pemegang ijin operator penerbangan dalam hal ini menggunakan PT Asian One Air yang sudah kontrak kerjasama dengan Pemda. Nomor registrasi pesawat Pk-LTV dan helikopter PK-LTA.
“Pertanyaannya kenapa yang tercatat di Bea Cukai atas nama PT Asian One Air? Ya, karena PT Asian One Air yang melakukan impor barang. Ingat, yang tercatat di Bea Cukai adalah perusahaan yang melakukan ekspor dan impor yang mempunyai Angka Pengenal Impor, API. Dalam kasus kita tercatat nama PT Asian One Air sebagai pengimpor. Karena Pemkab Mimika bukan perusahaan importir dan tidak punya API sehingga pemerintah tidak bisa mengimpor barang langsung,” jelas Johnn
Sekadar contoh. Pesawat Presiden, RI 1, diimpor menggunakan tanda pendaftaran AOC atas nama Garuda dan tercatat di Bea Cukai atas nama Garuda Indonesia. Di Bea Cukai tidak tertulis pemilik yang tetapi yang mengimpor.
Ketiga, soal tudingan ijin impor sementara. Menurut John, pesawat dan helikopter merupakan barang mewah sehingga setiap masuk dikenakan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) sebesar 67,5 persen.
“Khusus pesawat, diberikan ijin impor tetap karena invoice-nya ditujukan kepada Asian One Air dan pesawat terbang dikategorikan sebagai angkutan udara untuk umum. Sehingga PPnBM dibebaskan,” katanya.
Ia menambahkan, pajak pesawat dan helikopter akan dibebaskan apabila diimpor oleh perusahan angkutan udara niaga pemegang AOC, di mana yang dibebaskan sesuai peraturan Kemenkeu hanya diberikan pada alutsista, Basarnas dan angkutan udara niaga pemegang AOC.
“Khusus untuk pesawat terbang diberikan ijin impor tetap karena diimpor oleh PT Asian One Air dan invoice-nya atas nama PT Asian One Air, ini yang tercatat di Bea Cukai. Pesawat terbang sayap tetap dikategorikan sebagai angkutan udara untuk umum,” urai John.
Sedangkan untuk helikopter diberikan ijin impor sementara karena invoice-nya ditujukan kepada Pemkab Mimika, dan helikopter tidak dikategorikan sebagai angkutan udara umum. Karena importir pemegang AOC 135 PT Asian One Air sehingga pajak PPnBM ditangguhkan.
Perlu diketahui, pajak PPnBM helikopter sebesar Rp 26.331.682.000 itu ditangguhkan. Ijin impor sementara ini berlaku 1 tahun, di mana helikopter tersebut harus dikeluarkan setiap tiga tahun ke tempat terdekat di luar negeri. Jadi helikopter direekspor tempat terdekat baru diimpor kembali.
Untuk mendapatkan ijin impor tetap agar tidak ada proses helikopter keluar masuk atau agar mendapatkan ijin impor tetap, pembeli barang dalam hal ini Pemkab Mimika harus membayar pajak PPnBM yang ditangguhkan.
“Pada saat itu, tahun 2015, biaya untuk pajak tersebut tidak dianggarkan, sehingga diberikan ijin impor sementara. Apabila Pemkab Mimika mau bayar pajak tersebut yang ditangguhkan sesuai yang tercantum dalam PIB saat ini, untuk tidak ada lagi proses keluar masuk. Ini sekaligus menjawab bahwa barang tersebut milik orang asing,” jelas John.
John menilai, pernyataan Kepala Dinas Perhubungan Mimika yang menyebut bahwa helikopter akan ditahan dalam rangka mempertahankan aset daerah, hal ini merupakan sikap yang arogan, pikiran yang keliru, tidak mengerti dan menunjukkan kebodohan.
“Sikap itu melawan aturan negara dan justru jadi bumerang dan menyusahkan Pemkab Mimika. Mengapa? Karena helikopter sebagai aset daerah akan disegel sesuai aturan kepabeanan. Artinya, Kadishub Mimika dan kelompoknya berkoar-koar untuk menyelamatkan aset daerah tetapi justru tidak melindungi aset daerah,” kata John.
Karena itu, jelas John, Kantor Bea Cukai menyurati Asian one air segera melakukan reekspor karena batas waktunya sampai dengan tanggal 31 Juli 2022 sesuai ijin impor sementara dan batas akhir sesuai PIB pada 15 Agustus 2022.
Surat ini yang menurut Ida Wahyuni ditemukan. Surat itu bukan surat rahasia. Justru operator harus menginformasikan kepada pemilik helikopter. Karena itu, terkait cuitan Ida di media bahwa helikopter tidak tercatat sebagai aset daerah, justru menunjukkan kelalaian pemerintah sendiri dalam hal ini Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).
“Dia (Ida) bermaksud untuk menghubungkan asumsinya tentang helikopter itu disewa dari luar negeri tetapi justru menyalahkan instansi lain. Untuk diketahui, helicopter ini dibeli Pemkab Mimika melalui DPA Dinas Perhubungan Tahun 2015 pada nomenklatur belanja modal. Proses pembayarannya juga melalui mekanisme dan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Artinya, secara otomatis BKAD mencatatnya sebagai aset daerah karena telah dibayar,” ujar John.
“Inilah contoh dari kebodohan pejabat. Berbicara di publik menggiring opini, mau menyalahkan yang lain, sepertinya tahu dan benar tetapi justru menjebak diri sendiri dan mempertontonkan kebobrokan dan kebodohan,” kata John kesal.
“Sekadar masyarakat tahu. Kegiatan pengadaan, pemasukan, perijinan, praoperasi dan pengoperasian pesawat terbang dan helikopter saat itu, sebagai kepala dinas saya meminta Kejaksaan Negeri Timika dan BPK Papua untuk mendampingi pelaksanaannya,” ujar John menambahkan. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)