YOGYAKARTA, ODIYAIWUU.com — Kabar duka menyelubungi pegiat dan dunia sastra Indonesia. Sastrawan dan penyair terkenal Indonesia Joko Pinurbo alias JokPin, Sabtu (27/4) pagi meninggal di kediaman pribadinya, Daerah Istimewa Yogyakarta, setelah sebelumnya menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Sastrawan pemilik nama lengkap Philipus Joko Pinurbo itu menutup mata selamanya dalam usia yang menyentuh angka 62 tahun. Kabar berpulangnya JokPin segera menyebar di jagat maya. Doa dan ucapan belasungkawa berseliweran dari rekan-rekan dan sahabat dekat Almarhum.
“Mas Joko Pinurbo, kenakan celanamu yang pas, bergegaslah ke Surga. Tuhan menunggu puisimu,” ujar Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo dalam cuitannya di akun Facebook-nya dan dikutip Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (27/4).
Cuitan Wahyu direspon Yuniandono Ahmad, membayangkan puisi Almarhum JokPin. “Tuhan sedih menyaksikan hamba-Nya terbujur diam tanpa celana hanya berbalut doa dari teman sejawatnya. Tuhan lalu menawari dan berbincang dalam basa Jawi. ‘Pas ora Jok?’ Jokpin diam saja. ‘Jok, pas ora?’ Masih terdiam dia. ‘Pas ra Jok?!’ Kemudian menjawab, ‘Pasrah ndherek Gusti’. RIP masJOKPiN,” ujar Yuniandono.
Sahabat JokPin, Butet Kertaradjasa mengaku kehilangan sosok Jokpin sebagai penyair yang agamis dan pencipta syair puisi yang luar biasa. JokPin diakui Butet sebagai penyair hebat, latar belakang sekolahnya di seminari calon romo.
“Saya sering mengolok dia itu dengan sebutan komando pastor gagal total (Kopasgat). Semua puisi yang diciptakan adalah refleksi religius dari keimanan dia,” kata Butet Kartaredjasa di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat mengutip beritasatu.com di Jakarta, Sabtu (27/4).
Butet Kartaredjasa merasa, beberapa karyanya terinspirasi dari puisi yang dihasilkan Jokpin. “Semua puisi dia itu ujungnya tentang hubungan vertikal manusia dengan Tuhan. Salah satu puisi berjudul Paskah dan Apa Agamamu? saya buatkan karya, karena itu hasil kutipan dari puisi beliau,” kata Butet. Sa;ah satu puisinya, Minggu Pagi di Sebuah Puisi dapat dibaca berikut.
Minggu Pagi di Sebuah Puisi
MINGGU pagi di sebuah puisi kauberi kami
kisah Paskah ketika hari masih remang dan hujan
hujan yang gundah sepanjang malam
menyirami jejak-jejak huruf yang bergegas pergi
pergi berbasah-basah ke sebuah ziarah
Bercak-bercak darah bercipratan
di rerumputan aksara di sepanjang via dolorosa
Langit kehilangan warna, jerit kehilangan suara
Sepasang perempuan (: sepasang kehilangan)
berpapasan di jalan kecil yang tak dilewati kata-kata
“Ibu akan ke mana?” perempuan muda itu menyapa
“Aku akan cari di Golgota, yang artinya: tempat penculikan,” jawab ibu yang pemberani itu sambil menunjukkan potret anaknya.
“Ibu, saya habis bertemu Dia di Jakarta, yang artinya: surga para perusuh,” kata gadis itu bersimpuh
Gadis itu Maria Magdalena, artinya:
yang terperkosa. Lalu katanya, “Ia telah
menciumku sebelum diseret ke ruang eksekusi.
Padahal Ia cuma bersaksi bahwa agama dan senjata
telah menjarah perempuan lemah ini.
Sungguh Ia telah menciumku dan mencelupkan jari-Nya
pada genangan dosa di sunyi-senyap vagina;
pada dinding gua yang pecah-pecah, yang lapuk;
pada liang luka, pada ceruk yang remuk.”
Minggu pagi di sebuah puisi kauberi kami
kisah Paskah ketika hari mulai terang, kata-kata
telah pulang dari makam, iring-iringan demonstran
makin panjang, para serdadu berebutan
kain kafan, dan dua perempuan mengucap salam:
“Siapa masih berani menemani Tuhan?”
Sumber: Celana (1999)
Joko Pinurbo alias JokPin lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. JokPin adalah seorang penyair legendaris Indonesia dari tanah Pasundan. Sejak di SMA Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan ia sudah tertarik dan gemar menulis puisi. Ketertarikan menggeluti puisi diteruskan saat ia kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Yogyakarta.
Beberapa puisi JokPin, ayah dari Maria Azalea Anggraeni dan Paskasius Wahyu Wibisono, sangat terkenal: Celana (1999), Pacar Kecilku (2003), dan Epigram 60 (2022). Ia juga meraih sejumlah penghargaan di bidang sastra, baik dalam maupun luar negeri.
JokPin meraih Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa (2005 dan 2015), South East Asian (SEA) Write Award (2014). Ia juga menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Selain itu, meraih Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta, Sih Award, Hadiah Sastra Lontar, dan Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001).
Beberapa karya JokPin yang terkenal adalah Perjamuan Khong Guan (2020), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016), Tahilalat (2012), dan Malam ini Aku akan Tidur di Matamu (2016).
JokPin menulis dengan gaya romantis, satir, dan humor. Aneka gaya seperti berujung dibaptis sebagai penyair nyentrik. Karya-karyanya diminati dan membawa warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia. Beberapa puisi karyanya juga dimusikalilasi Ananda Sukarlan dan Oppie Andaresta. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)
Karyanya
Celana (1999)
Di Bawah Kibaran Sarung (2001)
Pacar Kecilku (2002)
Telepon Genggam (2003)
Kekasihku (2004)
Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005)
Kepada Cium (2007)
Tahilalat (2012)
Haduh, Aku Di-follow (2013)
Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan (2013)
Bulu Matamu: Padang Ilalang (2014)
Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan (2016)
Malam Ini Aku Akan Tidur Di Matamu: Sehimpun Puisi Pilihan (2016)
Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi (2017)
Srimenanti (2019)
Salah Piknik (2021)
Tak Ada Asu di Antara Kita (2023)
Antologi bersama
Tugu (1986)
Tonggak (1987)
Sembilu (1991)
Ambang (1992)
Mimbar Penyair Abad 21 (1996)
Utan Kayu Tafsir dalam Permainan (1998)
Prestasi
Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta
Hadiah Sastra Lontar, Sih Award
Penghargaan Puisi Terbaik Jurnal Puisi
Tokoh sastra versi Majalah TEMPO
Khatulistiwa Literary Award
Penghargaan
Diundang Membaca Puisi di Festival Puisi Antarbangsa Winternachten Over-zee (2021)
Diundang Membaca puisi di Festival Sastra Seni Sinternachten, Belanda (2022).
Diundang pada Forum Puisi Indonesia di Hamburg, Jerman (2002)
Diundang dalam Festival Puisi Internasional-Indonesia di Solo (2002)