Oleh: Julia Jeckline Yaroseray
(Puteri Pariwisata Indonesia Persahabatan 2023)
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menyisakan catatan penting di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Papua. Meski pelaksanaannya diwarnai semangat partisipasi, tak sedikit pula laporan pelanggaran yang mencuat ke permukaan. Sejumlah temuan itu akhirnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang kemudian memutuskan agar Papua menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Putusan MK ini patut disambut sebagai ruang refleksi sekaligus koreksi untuk memperkuat demokrasi di Papua. PSU bukan sekadar pengulangan, melainkan kesempatan emas bagi masyarakat untuk memastikan bahwa pemimpinnya dipilih secara sah, adil, dan jujur. Ini juga jadi pengingat bahwa kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat.
Semangat Baru Menyambut PSU
Respon masyarakat Papua terhadap putusan PSU sangat positif. Seluruh lapisan masyarakat menyatakan kesiapan mereka untuk kembali ke tempat pemungutan suara. Antusiasme ini mencerminkan tumbuhnya kesadaran politik yang sehat — bahwa suara rakyat adalah kekuatan utama dalam membentuk masa depan Papua.
Kini menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga antusiasme itu tetap dalam jalur damai dan konstruktif. Pemerintah daerah, penyelenggara pemilu, tokoh adat, pemuda, dan seluruh elemen masyarakat harus bergandengan tangan memastikan bahwa PSU nanti berjalan lancar dan inklusif. Saat kepercayaan rakyat tumbuh, maka demokrasi pun akan mengakar lebih kuat.
Jangan Jual Suara, Pilih dengan Hati
Momentum PSU adalah panggilan bagi seluruh rakyat Papua untuk tidak asal memilih. Suara kita punya nilai yang tak ternilai — maka jangan tukarkan dengan uang atau janji palsu. Pilihlah calon pemimpin berdasarkan hati nurani dan rekam jejak pengabdiannya, bukan karena tekanan atau iming-iming sesaat.
Pemimpin yang baik adalah mereka yang sudah terbukti hadir di tengah rakyat, bukan yang hanya muncul saat kampanye. Kita butuh sosok yang paham persoalan Papua, mencintai budayanya, melindungi lingkungannya, dan punya visi jelas membangun masa depan. Dengan pilihan yang tepat, Papua akan memiliki pemimpin yang benar-benar layak dipercaya.
Damai Itu Harga Mati
Pilkada, termasuk PSU, seharusnya jadi ajang adu gagasan, bukan ajang konflik. Perbedaan pilihan politik adalah hal yang wajar, tapi persatuan sebagai anak bangsa jauh lebih penting untuk dijaga. Papua tak boleh lagi dikorbankan oleh kepentingan segelintir pihak yang ingin menang dengan cara-cara curang atau kekerasan.
Peran tokoh agama, adat, media, serta aparat keamanan sangat dibutuhkan untuk memastikan suasana tetap aman dan tertib. Mari jadikan Papua sebagai contoh bahwa demokrasi bisa berjalan damai, santun, dan beradab. Dengan cara ini, rakyat akan merasa bahwa suara mereka dihormati dan dihargai.
Harapan Besar di Tahun 2025
PSU yang akan digelar pada Agustus 2025 bukan sekadar agenda politik. Ia adalah simbol kebangkitan rakyat Papua. Kita punya kesempatan untuk memperbaiki apa yang kurang dan melangkah lebih kuat ke depan. Ini bukan hanya soal memilih pemimpin, tapi juga soal membuktikan bahwa Papua bisa menjadi contoh dalam berdemokrasi.
Dengan semangat yang tulus, mari kita jaga pelaksanaan PSU agar benar-benar mencerminkan harapan dan cita-cita bersama. Jika dijalankan dengan baik, PSU akan menjadi tonggak penting menuju Papua yang lebih damai, lebih mandiri, dan tetap setia pada identitas budayanya.
Papua bisa! Papua damai! Papua maju, mandiri, dan berbudaya!