MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Papua Barat Yustina Ogoney, SE memberikan warning, peringatan tegas kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia agar memperhatikan serius proses dan tahapan seleksi anggota Bawaslu di tujuh kabupaten di Provinsi Papua Barat yang meluluskan lebih banyak atau didominasi peserta yang nota bene orang non asli Papua.
“Seleksi komisioner Bawaslu di tujuh kabupaten di wilayah Papua Barat harus mempertimbangkan eksistensi orang asli Papua atau OAP. Jangan sampai kondisi ini sama seperti yang terjadi dalam seleksi komisioner Komisi Pemilihan Umum di seluruh kabupaten di Papua Barat beberapa waktu lalu yang sama sekali tidak berpihak kepada orang asli Papua,” ujar Yustina Ogoney melalui keterangan tertulis yang diterima dari Manokwari, Papua Barat, Kamis (3/8).
Menurut Ogoney, alasan kompetensi atau kemampuan yang selalu digunakan sekadar mengganjal peserta seleksi yang adalah putra-putri yang mengikuti seleksi adalah menjadi alasan tunggal.
“Jangankan jadi komisioner Bawaslu atau KPU, menjadi Gubernur atau Bupati di Papua Barat sumber daya manusia orang asli Papua Barat sudah mampu. Masa sekadar jadi komisioner Bawaslu atau KPU di daerah kami tidak mampu. Ini peringatan untuk Bawaslu RI agar melihat dan memahami dalam konteks kualitas orang asli Papua dalam bekerja di bidang manapun,” katanya.
Ogoney menambahkan, pihaknya juga menyadari bahwa menyeleksi calon komisioner Bawaslu di daerah tidak seperti memilih kepala daerah, anggota MRP maupun DPRD merujuk Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang sudah mengalami revisi, yang memberi porsi besar kepada orang asli Papua.
Namun, perlu diingat untuk mencapai kualitas Pemilu yang baik di mana hasilnya berpihak kepada kepentingan orang asli Papua maka harus dimulai dengan penyelenggara Pemilu. Apalagi, ujar Ogoney, Bawaslu punya kewenangan besar untuk memberi kartu kuning atau kartu merah bagi peserta Pemilu,” ujar Ogoney
Reaksi Pemuda Katolik Komda Papua Barat merupakan kelanjutan dari sejumlah protes masyarakat dari tujuh kabupaten di wilayah Papua Barat yang merasa keberatan hasil seleksi didominasi oleh para peserta non orang asli Papua.
Pihaknya menyebut, di Kabupaten Teluk Bintuni, Pemuda Katolik Teluk Bintuni, KNPI, tokoh masyarakat dan adat yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Penjaga Eksistensi Masyarakat Asli 7 Suku Teluk Bintuni menyatakan sikap mereka terhadap persolan seleksi tersebut.
“Kami tidak mau kecolongan seperti KPU beberapa waktu lalu. Jika Bawaslu RI tidak mempertimbangkan eksistensi orang asli Papua dalam seleksi komisioner Bawaslu bakal menjadi bom waktu. Tinggal menunggu waktu terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat karena Pemilu,” ujar Ogoney tegas.
Juru Bicara Aliansi Pemuda Penjaga Eksistensi Masyarakat Asli 7 Suku Teluk Bintuni Manfret Yerkohok mengingatkan, bila terjadi konflik horizontal di daerah, pihaknya meminta Bawaslu RI terjun langsung untuk menyelesaikannya.
“Apalagi, bila komisioner Bawaslu Teluk Bintuni yang terpilih didominasi oleh non orang asli Papua, jangan salah jika masyarakat bereaksi dengan melakukan pemalangan kantor Bawaslu,” kata Yerkohok.
Hingga saat ini seleksi calon komisioner Bawaslu sudah mencapai tahap akhir di enam kabupaten seperti Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Fak-fak, Kaimana, dan Teluk Wondama.
Peserta yang lulus tinggal 6 orang yang akan dikerucutkan menjadi 3 orang komisioner. Sedangkan Teluk Bintuni menyisahkan 10 orang yang akan dikerucutkan menjadi 5 orang komisioner di mana kewenangannya ada di Bawaslu RI.
Ogoney meningatkan, tidak ada aturan yang mewajibkan komisioner Bawaslu di kabupaten harus orang asli Papua. Namun, perlu juga dipertimbangkan kondisi psikologis, sosiologi dan antropologis orang Papua,
“Orang Papua lebih mengenal situasi dan kondisi daerah. sehingga bila terjadi konflik karena Pemilu status mereka sebagai komisioner Bawaslu yang merupakan orang asli Papua akan sangat membantu bila terjadi konflik,” kata Ogoney. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)