Perihal Hak Politik Orang Asli Papua Dalam Otonomi Khusus - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Perihal Hak Politik Orang Asli Papua Dalam Otonomi Khusus

Paskalis Kossay, tokoh masyarakat Papua dan politisi senior. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Paskalis Kossay

Tokoh masyarakat Papua dan politisi senior

ADA keresahan kolektif yang dialami orang asli Papua saat ini terkait dengan kehilangan hak politik orang asli Papua dalam beberapa momentum politik seperti Pemilihan Umum Legislatif (DPR RI, DPD RI, DPR Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) serta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada), baik Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati maupun dan Walikota-Wakil Walikota sebagian besar mulai dikuasai oleh non orang asli Papua.

Akumulasi dari keresahan tersebut muncul dalam rekomendasi hasil pertemuan Majelis Rakyat Papua (MRP) seluruh tanah Papua yang diselenggarakan di kota Sorong pada 28 Maret 2024. Dari sembilan butir rekomendasi yang dihasilkan dalam pertemuan MRP tersebut, pada butir tiga ditekankan perlunya afirmasi hak politik orang asli Papua.

Pertemuan tersebut dengan tegas MRP seluruh tanah Papua merekomendasikan, yang menjadi calon kepala daerah dan calon anggota legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota harus orang asli Papua. 

Adapun rekomendasi MRP tersebut wajar dikeluarkan sebagai upaya menyikapi keadaan psikologi politik orang asli papua yang semakin meresahkan dampak dari hasil Pemilu Legislatif 2024, peluang hak politik orang asli Papua semakin terdegradasi, tersingkir. 

Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi orang asli Papua secara keseluruhan. Karena itu muncul banyak reaksi yang mempersoalkan posisi politik orang asli Papua dan non orang asli Papua dalam kerangka otonomi khusus. Sebab secara eksplisit maupun implisit hak politik ataupun hak-hak dasar lainnya harus diproteksi bagi orang asli Papua.

Aspek penting

Dalam dasar pertimbangan lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Dalam UU Otsus tersebut, ada aspek yang disebutkan secara tegas.  

Pertama, sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menurut UUD 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam Undang-undang. Karena itu maka Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 lahir sebagai Undang-undang yang bersifat khusus atau istimewa.

Kedua, integrasi bangsa dalam wadah NKRI harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Papua melalui penetapan daerah otonomi khusus. Dalam poin ini jelas disebutkan, perlunya menghargai kesetaraan hak-hak dasar orang asli Papua dalam rangka memperkokoh integrasi bangsa.

Ketiga, penduduk asli di Provinsi Papua adalah salah satu rumpun dari ras Melanesia yang merupakan bagian dari suku-suku bangsa di Indonesia, yang memiliki keragaman kebudayaan, sejarah, adat istiadat dan bahasa sendiri. Poin ini negara telah mengakui ras dan identitas diri orang asli Papua dengan budaya, adat istiadat, sejarah dan bahasa sendiri yang harus dihormati dalam pelaksanaan otonomi khusus.

Ketiga poin sebagaimana yang menjadi dasar pertimbangan lahirnya undang-undang otonomi khusus tersebut merupakan roh, jiwa dan semangat implementasi seluruh amanat Undang-undang otonomi khusus dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek politik. Aspek politik penting menjadi pertimbangan, karena politik selalu bersentuhan dengan kekuasaan yang berorientasi pada kepentingan publik. 

Guru Besar Departemen Ilmu Politik Fisip Universitas Airlangga (Unair) Ramlan Surbakti mengatakan, politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan atau pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam.suatu wilayah tertentu.

Berangkat dari pendapat Ramlan di atas, bagaimana mungkin jika orang asli Papua tidak menguasai panggung politik nasional dan daerah? Tentu saja keputusan atau kebijakan yang diambil dalam pemerintahan semakin jauh dari kebaikan dan kebutuhan masyarakat Papua. 

Oleh karena itu langkah proteksi hak politik orang asli Papua harus menjadi pertimbangan utama. Peluang politik orang asli Papua dibuka seluas-luasnya tanpa diintervensi oleh pihak lain non orang asli Papua. Hal ini merupakan kewajiban negara dalam mengawal implementasi semangat pemberlakuan undang-undang otonomi khusus yang bersifat lex specialis.

Karena itu dengan adanya desakan dan tuntutan masyarakat Papua tentang perlunya proteksi hak politik orang asli Papua saat ini, pemerintah segera dan wajib merespon dengan kebijakan khusus yang mengatur proporsi peluang hak politik orang asli Papua secara bijak dan proporsional.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang mengetuai Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau Badan Pengarah Papua (BPP) Otsus Papua, sudah seharusnya merespon desakan kegelisahan psikologi politik orang asli Papua saat ini. Sebelum memasuki agenda Pemilukada serentak 2024, desakan tentang proteksi hak politik orang asli Papua harus ada jawaban dari Pemerintahan Presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin. 

Tinggalkan Komentar Anda :