ARSO, ODIYAIWUU.com — Dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) sejumlah wartawan di Papua berbagi kasih dengan cara berbeda.
Para wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Provinsi Papua berbagi kasih dengan menyambangi kepada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan dan Anak Kelas III di Kampung Bibiosi Bate, Distrik Asro, Kabupaten Keerom, Senin (12/12).
Ketua FJPI Papua Cornelia Mudumi mengatakan, kunjungan tersebut adalah bentuk kepedulian dan tanda kasih para jurnalis jurnalis perempuan di Papua kepada warga binaan di Lapas Perempuan dan Anak Kelas III di Kampung Bibiosi Bate.
“Kami akan tetap mendukung para warga binaan untuk terus berkarya dengan setiap talenta yang dimiliki. Sebagai sesama perempuan harus saling menguatkan. Perempuan warga binaan juga memiliki kemampuan dan kreativitas yang sama dengan perempuan di luar lapas,” kata Coni, jurnalis iNews liputan Jayapura.
Alfonsa Jumkon Wayap, jurnalis anggota FJPI mengatakan, dari Jayapura, rombongan FJPI menggunakan bus dengan menempuh satu jam lebih perjalanan. Memasuki kampung Bate, akses jalan masih dipenuhi kubangan hingga di Lapas Perempuan dan Anak yang dibangun tahun 2019. Lapas tersebut mulai dihuni warga binaan perempuan pindahaan dari Lapas Abepura tahun 2020.
“Warga binaan lapas ini benar-benar membutuhkan perhatian serius. Mereka mempunyai hak untuk bisa mengakses pendidikan dan kesehatan seperti warga negara Indonesia lainnya. Apalagi akses mendapat kesehatan, harus diperhatikan. Perempuan dan anak yang ada di sini, jangan dilihat warga kelas kesekian. Negara perlu serius memenuhi hak warga binaan selayaknya,” kata Alfonsa.
Menurut Kepala Lapas Perempuan dan Anak Kelas III Sarlota Haay, perjalanan keberadaan lapas perempuan dan anak mengalami penambahaan warga binaan. Hal ini, tentu, berpengaruh pada kapasitas kamar, ruang lapas.
“Kini penghuni di lapas perempuan berjumlah 64 orang. Sedangkan di lapas anak berjumlah 20 orang. Padahal, kapasitas lapas perempuan hanya 28 orang,” kata Sarlota.
Menurut Sarlota, sejumlah warga binaan memiliki niat besar melanjutkan sekolah guna meraih cita-cita. Karena itu, ujarnya, ia sudah bicara dengan orangtua warga binaan tersebut namun belum ada jawaban.
“Kami berharap orangtua mereka mengurusi surat pindah di dinas pendidikan. Dengan demikian, anak-anak ini bisa mengakses pendidikan di Jayapura. Saat ini ada yang seharusnya ikut ujian. Tetapi, orangtua lambat respon,” lanjut Sarlota.
Untuk itu, pihaknya meminta agar ada kerjasama yang baik antara dinas pendidikan setempat dan orangtua. Warga binaan perempuan dan anak juga belum sepenuhnya mendapat akses kesehatan.
“Mereka agak kesulitan jika sakit. Mungkin, dinas terkait bisa membantu mereka dengan mendapatkan akses berupa kartu BPJS. Supaya, ketika mereka sakit dan berobat, tidak lagi berpikir biaya. Mereka ini datang dari seluruh provinsi di Papua,” kata Sarlota lebih lanjut. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)