WAGHETE, ODIYAIWUU.com — Warga masyarakat Kabupaten Deiyai, Sabtu (11/2) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah.
Warga menolak perubahan pembagian Daerah Pemilihan (Dapil) Deiyai pada Pemilu 2024 berdasarkan keputusan yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2023 tanggal 6 Februari 2023.
Mereka menilai PKPU RI tersebut tidak memperhatikan kesepakatan rancangan berita acara pembagian Dapil sesuai uji publik oleh KPU Kabupaten Deiyai, pimpinan partai, dan warga masyarakat yang berlangsung pada 16 Desember 2022.
“Keputusan pembagian Dapil berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2023 dinilai warga tidak sesuai dengan hasil uji publik dan tertuang dalam berita acara yang ditandatangani seluruh komisioner KPU Kabupaten Deiyai, perwakilan pimpinan parpol, dan masyarakat pada 16 Desember 2022. Warga Deiyai menuntut KPU RI segera membatalkan PKPU tersebut,” ujar Anggota DPRD Deiyai Hendrik Onesmus Madai kepada Odiyaiwuu.com dari Waghete, Deiyai, Minggu (12/2).
Dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2023 tanggal 6 Februari 2023 ditetapkan wilayah Deiyai dibagi dalam tiga Dapil pada Pemilu 2024. Ketiga Dapil dimaksud yaitu Dapil Deiyai I meliputi Distrik Tigi Timur dan Bouwobado. Kemudian Dapil II meliputi Distrik Tigi Barat dan Kapiraya. Lalu Dapil III meliputi Distrik Tigi. Keputusan kontroversial KPU RI ini yang menyulut aksi demo warga.
Padahal, kata Ones, mantan wartawan Jubi.co.id, kesepakatan awal bersama KPU Deiyai, DPRD, perwakilan partai politik, dan masyarakat menyetujui Distrik Tigi, Tigi Timur, dan Bouwobado masuk Dapil I. Sedangkan Distrik Tigi Barat dan Kapiraya masuk Dapil II. Kesepakatan awal ini yang diminta masyarakat Deiyai, bukan diubah.
“Kami semua anggota DPRD Deiyai bersama KPU Deiyai, pimpinan partai politik, masyarakat, dan semua elemen sudah membahas dan menyepakati ada dua Dapil yaitu Dapil I dan Dapil II. Kami meminta agar KPU RI tidak menciptakan polemik dengan lakukan perubahan Dapil di Deiyai,” ujar Ones tegas.
“Kalau pembagian Dapil seperti KPU Deiyai tetapkan, kami juga sudah bahas dengan melihat semua pertimbangan. Jika Distrik Tigi pisah maka warga Distrik Tigi Timur dan Boubado akan dikorbankan hak-hak politik terutama dalam alokasi kursi di legislatif,” lanjut Ones.
Ones menambahkan, KPU Deiyai melalui uji publik juga sudah menyusun Dapil sesuai dengan prinsip-prinsip KPU RI. Prinsip dimaksud yaitu kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem Pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan. Atas dasar prinsip tersebut, urai Ones, ditetapkan dua Dapil setelah dibahas dan disepakati kemudian dituangkan dalam berita acara.
Pihaknya berharap agar lima komisioner KPU Deiyai dan KPU Papua Tengah segera menyampaikan ke KPU RI agar mengubah PKPU Nomor 6 Tahun 2023 terkait penataan Dapil dan alokasi kursi dikembalikan sesuai kesepakatan yang tertuang dalam berita acara yang ditandatangani bersama di daerah.
“Bukan hanya masyarakat tetapi lima komisioner KPU Deiyai, pucuk pimpinan partai politik sepakat membubuhkan tanda tangan di depan para saksi dalam berita acara. Semua pihak sepakat Deiyai hanya dua Dapil. Bukan tiga Dapil versi KPU RI seperti yang tetuang dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2023,” katanya
Keputusan KPU RI terkait perubahan penataan Dapil pada Pemilu 2024 sebagaimana tertuang dalam PKPU tersebut, kata Ones, bukan hanya dialami Deiyai tetapi juga terjadi juga sejumlah kabupaten lain di Papua.
“KPU RI menciptakan masalah baru di sejumlah kabupaten di Papua. Pengajuan Dapil di Deyai dan Papua umumnya menyongsong Pemilu 2024 sudah mempertimbangkan banyak faktor, termasuk topografi wilayah yang sangat sulit dijangkau. Kami minta agar KPU RI mengembalikan Dapil sesuai kesepakatan masyarakat demi suksesnya penyelenggaraan Pemilu berkualitas, aman, dan damai,” kata Ones, sarjana Teknik Planologi jebolan Universitas Adibuana Surabaya.
Ketua KPU Kabupaten Deiyai Otis Takimai mengatakan, setelah melakukan uji publik bersama masyarakat dan seluruh perwakilan partai politik Deiyai disepakati hanya dua Dapil di Deiyai pada Pemilu 2024. Kesepakatan tersebut juga sudah dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani bersama untuk diteruskan kepada KPU Provinsi Papua Tengah hingga KPU RI.
“Setelah kami terima PKPU RI dan perhatikan kemudian baca dengan teliti, ternyata berubah jadi tiga Dapil. Keesokannya, kami langsung mengirim surat kepada KPU Provinsi Papua Tengah mempertanyakan mengapa keputusan bersama kami yang menetapkan Deiyai dua Dapil sebagaimana tertuang dalam berita acara kami berubah jadi tiga Dapil,” kata Otis kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi melalui telepon genggam, Minggu (12/2).
Menurut Otis, PKPU RI yang menetapkan tiga Dapil di Deiyai membuat sejumlah pimpinan partai keberatan dengan PKPU RI tersebut. Isunya merebak ke mana-mana seolah-olah keputusan tersebut dibuat KPU Kabupaten Deiyai. Padahal, PKPU RI itu merupakan produk hukum hasil konsinyering KPU RI dengan DPR RI, Badan Pengawas Pemilu RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Keputusan perubahan Deiyai jadi tiga Dapil juga kami kaget. Kami juga langsung mengambil langkah menyurati KPU Provinsi Papua Tengah agar KPU RI meninjau kembali keputusan itu karena tidak sesuai berita acara kami yang menetapkan Deiyai dua Dapil,” lanjut Otis.
Menurutnya, pertemuan para komisioner KPU Kabupaten Deiyai dengan warga dan perwakilan partai politik di Deiyai, Sabtu (11/2), pihaknya sudah menjelaskan posisi KPU Kabupaten Deiyai menyusul terbitnya PKPU Nomor 6 Tahun 2023 terkait pembagian Dapil di Deiyai. Otis juga meminta DPC partai politik di Deiyai agar menyampaikan kepada partai politik di tingkat nasional masing-masing yang memiliki alokasi kursi dan perolehan suara di DPR RI agar melakukan lobi kepada KPU RI menyusul terbitnya PKPU Nomor 6 Tahun 2023 yang menyulut protes warga dan partai politik di Deiyai. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)