Oleh Laurens Ikinia
Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
ABAD ke-21 menuntut setiap negara untuk berdiplomasi melebihi cara-cara yang normatif. Pendidikan merupakan salah satu alat diplomasi ampuh dalam beberapa abad terakhir dan tentu di masa akan datang. Di dalam diplomasi pendidikan, akan terjadi proses sharing knowledge and expertise, data, informasi, dan hal-hal strategis lainnya.
Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di setiap negara secara tidak langsung sudah memainkan peran ini dengan melibatkan berbagai simpul organisasi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di negara setempat.
Pelajar asal Indonesia berkecimpung dalam sebuah organisasi yang disebut dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI). Anggota yang berhimpun di dalam PPI terdiri dari para mahasiswa jenjang diploma hingga jenjang doktoral.
Merujuk data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)Republik Indonesia yang dipublikasikan laman YouTube Komisi X DPR RI, tahun 2022 pelajar Indonesia di luar negeri berjumlah 9,32 juta lebih.
Sementara itu, Direktur Wilayah Asia dari Education New Zealand Ben Burrowes dalam The Pie News edisi Jumat (16/2 2024) menyebut, tahun 2022-2023 terdapat 988 mahasiswa yang sudah mendapatkan student visa dari imigrasi Selandia Baru.
Di negara-negara besar dengan jumlah pelajar yang banyak dan yang tersebar di kota studi berbeda-beda, ada pengurus PPI. Para pelajar terhimpun dalam satu kepengurusan tingkat nasional. Selandia Baru, negara bertajuk Negeri Kiwi, terdapat tujuh organisasi PPI tingkat kota.
Misalnya, PPI Auckland, Hamilton, Palmerston North, Wellington, Christchurch, Dunedin, dan PPI Invercargill. Ketujuh PPI tingkat kota tersebut bergabung dalam satu wadah perhimpunan secara nasional yaitu, PPI Selandia (PPI New Zealand/PPI NZ). PPI NZ juga merupakan anggota dari PPI dunia.
Makna Diplomasi
Peran PPI dalam misi diplomasi internasional Indonesia sangat penting dan strategis. Kapabilitas intelektual, networking, dan pemahaman atau wawasan kebangsaan anggota PPI adalah kekuatan besar dalam urusan diplomasi. PPI menjadi mitra setiap kedutaan di negara masing-masing.
Rata-rata pengurus dan anggota PPI memiliki kemampuan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi handal. Saat bekerja sama dengan pihak kedutaan atau konsulat jenderal di kota dan negara setempat, dapat dipercaya kualitas dan meninggalkan kesan positif.
Dari sekian banyak hal menarik, satu yang mengesankan dan sulit dilupakan oleh para pelajar Indonesia di luar negeri yakni menemukan suasana second home atau second family. Diaspora di luar negeri selalu menjadi second home para pelajar di perantauan.
Hal menarik lainnya, setiap orang yang bergabung atau berafiliasi dengan diaspora sangat terbuka untuk menerima para pelajar baru yang datang di kota atau negara setempat.
Di saat seperti itulah, ikatan emosional dan spiritual muncul dan bertahan. Pengalaman ini penulis alami selama studi di Selandia Baru. Komunitas masyarakat Indonesia di negara itu sangat welcome kepada pelajar atau mahasiswa yang baru tiba di negara itu guna melanjutkan studi.
Diaspora Indonesia merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang tersebar dan berdomisili di luar negeri, foreign country atau di luar teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketika berbicara tentang diaspora, tentu hal itu terkait erat dengan warga negara asing (WNA). Mereka yang termasuk dalam kelompok diaspora berasal dari beragam latar belakang profesi, keahlian, pendidikan, kedudukan sosial dan lainnya.
Selama studi, bersama kelompok diaspora terajut nilai toleransi dan kebersamaan dengan berbagai cara yang kreatif. Para pelajar asal Indonesia sering menghadiri acara ramah tamah dalam rangkaian peringatan hari-hari raya keagamaan yang dianut setiap pelajar.
Tak lupa saling membantu teman-teman yang berkekurangan dan melakukan fundraising ketika keluarga atau kerabat di tanah air mengalami bencana atau musibah. Untuk memelihara persatuan dan kesatuan, para pelajar di luar negeru merayakan hari-hari nasional dengan berbagai kegiatan positif.
Ketika masa kepengurusan berakhir, dilakukan sistem pemilihan yang jujur, adil, transparan dan akuntabel. Di luar negeri para pelajar saling mendukung selama menuntut ilmu dan memandang masa depan penuh optimisme.
Menghormat pluralitas
Membangun relasi di negara dan kota studi bukan sebatas WNI namun juga dengan warga negara setempat. Dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan atau kampus seperti disebut di atas, kerap melibatkan pelajar atau masyarakat negara setempat. Saat itu, semua berbaur dalam kebersamaan sekaligus merawat dan menghormati pluralitas. Perjumpaan itu bukan hanya terjadi di antara warga lokal penganut agama resmi namun juga kalangan ateis.
Data statistik nasional Selandia Baru tahun 2018 menunjukkan, penduduk sebanyak 41,6 persen tidak memiliki agama, sebanyak 34.6 persen beragama Kristen (Katolik dan Protestan). Sebanyak 2,4 persen beragama Islam, sebanyak 1 persen beragama Buddha, sebanyak 1,4 persen beragama Hindu dan sisanya beragama lain.
Sementara itu, God Is Good For You (2018) Greg Sheridan menjelaskan hal yang cukup menarik terkait contoh warga dalam kehidupan religi. Di Australia, Greg menyebut, berdasarkan sensus 2016, penduduk Australia yang teridentifikasi sebagai umat beriman berada pada angka 53 persen.
Sementara itu, di Britania Raya, merujuk pada British Social Attitude Survey yang dipublikasikan oleh British Press tahun 2017 menunjukkan, 53 persen penduduknya tidak percaya Tuhan. Diproyeksikan, jumlah ini akan terus menurun.
Sherida, mantan jurnalis yang cukup disegani di Australia mengisahkan, paham ateisme adalah sebuah posisi yang buruk dalam sejarah umat manusia. Hal ini sangat menyimpang karena negara-negara seperti di Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru cenderung menjadi ateis. Berbanding terbalik dengan negara-negara lain yang cenderung religius.
Walaupun di Selandia Baru, jumlah yang tidak beragama cukup signifikan, laporan Freedom House tahun 2022 menunjukkan, negara itu mendapatkan poin 99 dari 100. Salah satu section yang ditanyakan civil liberty adalah freedom of expression and belief. Dari pertanyaan yang diajukan tayakan diperoleh jawaban bahwa Selandia Baru termasuk negara yang menghormati perbedaan kepercayaan.
Para pelajar asal Indonesia berjumpa dengan banyak orang beriman dan saleh pada agama dan kepercayaannya. Oleh karena itu, para pelajar tidak merasa asing karena ada sesama saudara seiman. Meski secara kuantitatif sedikit, namun secara substantif, mereka sangat membantu bahkan menjadi role model dalam pertumbuhan dan perkembangan iman selama di negara setempat, termasuk dalam ziarah kemanusiaan universal sesama makluk ciptaan-Nya.
Sepintas, dari berbagai perjumpaan pelajar asal Indonesia saat berada di luar negeri, mereka memainkan peranan yang tidak kalah penting sebagai duta diplomasi negara di tengah kesibukan menunaikan kuliah meraih masa depan di bidang pendidikan. Namun, satu hal yang perlu menjadi atensi Pemerintah Indonesia maka kualitas komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dengan berbagai simpul pelajar Indonesia di luar negeri perlu ditingkatkan.
Pemerintah Indonesia juga tak sungkan meningkatkan kuota beasiswa bagi putra-putri Indonesia, terlebih dari daerah yang masuk dalam kategori terluar, terpinggirkan, dan termiskin (3T) seperti provinsi-provinsi di tanah Papua untuk melanjutkan studi di luar negeri. Mengapa? Education is the only means to humanize other human beings.