JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Masalah kekurangan obat dan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siriwini Nabire terus mendapat sorotan. Persoalan tersebut bukan hanya terjadi memasuki tahun 2025 tetapi sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2024.
Kekurangan obat-obatan di rumah sakit tersebut memaksa warga, terutama orang asli harus membeli obat di apotik di luar RSUD Nabire. Masyarakat kerap kali mengeluhkan persoalan krusial itu tetapi ibarat anjing menggonggong, kafilah berlalu.
“Saya minta Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pemerintah Kabupaten Nabire melalui jajaran Direksi Utama RSUD Nabire segera menyelesaikan persoalan ini. Masyarakat membutuhkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah RI asal Papua Tengah Eka Kristina Yeimo, S.Pd, M.Si kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (21/1).
Eka, senator muda dan magister lulusan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), menegaskan hal tersebut setelah memperoleh informasi pelayanan RSUD Nabire, terutama stok obat nihil lalu pasien disuruh membeli sendiri di apotik di luar RSUD Nabire. Begitu juga peralatan medis dikabarkan tidak lengkap sehingga operasi harus ditunda.
“Bahkan saya memperoleh informasi, hanya karena air tidak mengalir di lingkungan RSUD Nabire, tindakan operasi kepada pasien tidak bisa dilakukan. Petugas kesehatan juga kerap terlambat menangani pasien yang berakibat pasien meninggal,” kata Eka Yeimo.
Persoalan serius lain yang terjadi di RSUD Nabire, masih banyak petugas medis yang belum menerima hak-haknya. Buntutnya, kualitas pelayanan medis kurang maksimal dan pasien menjadi terlantar.
“Kondisi ini sangat menyedihkan sekali. Keluarga pasien akhirnya menumpahkan kekesalannya melalui jejaring media sosial dan menjadi konsumsi publik. Saya minta Gubernur Papua Tengah dan Penjabat Bupati Nabire segera menyelesaikan persoalan serius ini. Masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan berkualitas,” ujar Eka.
Pada Rabu (26/4/2023), Penjabat Gubernur Papua Tengah Dr Ribka Haluk S.Sos, MM didampingi Bupati Nabire Mesak Magai, S.Sos, M.Si, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Papua Tengah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di RSUD Nabire.
Sidak dilakukan menyusul informasi terjadinya kekurangan obat di Apotek RSUD sehingga warga khususnya pasien orang asli Papua terpaksa harus membeli obat di apotik di luar RSUD. Kehadiran Ribka dan Mesak kala itu bertujuan melihat sejauh mana persoalan terjadinya kelangkaan sejumlah item obat yang dikeluhkan masyarakat, baik orang asli Papua maupun non orang asli Papua.
“Satu hari sebelum sidak dilakukan oleh Ibu Pj Gubernur Papua Tengah dan Bupati Nabire, jam 5 sore saya menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa untuk OAP yang membeli obat di luar karena tidak ada item-item obat tertentu di apotik RSUD Nabire, segera menghubungi apotek Pelita Farma untuk mendapatkan obat di sana secara gratis, dengan melampirkan fotocopy KTP ataupun kartu keluarga dan copy resep,” ujar Direktur RSUD Nabire dr Frans Sayori mengutip nabire.net di Nabire, Kamis (27/4/2023).
Media ini sebelumnya memberitakan, Pengurus Pemuda Katolik Komda Papua Tengah mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah segera membangun periode Rumah Sakit Tipe B di Nabire.
Keberadaan rumah sakit tersebut penting untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di delapan kabupaten setelah Papua Tengah resmi menjadi daerah otonom baru (DOB) provinsi di tanah Papua.
Selain itu, RSUD Siriwini Nabire memiliki keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama orang asli Papua (OAP). Pengalaman sejauh ini juga menunjukkan, kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas pendukung lain terutama tenaga medis dan anggaran juga menjadi keluhan masyarakat setempat.
“Kami mendesak Pemprov Papua Tengah segera bangun Rumah Sakit Tipe B. Rumah sakit tipe ini sangat mendesak mengingat jangkauan pelayanan kesehatan tidak hanya terpusat di Nabire tetapi juga tujuh kabupaten lain di provinsi ini,” ujar Ketua Komda Pemuda Katolik Papua Tengah Tino Mote dan Sekretaris Natan Tebai kepada Odiyaiwuu.com dari Nabire, Papua Tengah, Senin (20/1).
Tino menegaskan, Pemprov Papua Tengah dan Pemkab Nabire mesti jujur bahwa selama ini pelayanan RSUD Siriwini Nabire berjalan normal. Meski demikian, fakta memperlihatkan dalam perjalanan selalu diterpa berbagai soal seperti minimnya anggaran, sumber daya tenaga medis yang minim, dan fasilitas rumah sakit yang kurang memadai.
Menurut Tino, saat beraudiensi dengan direksi RSUD Siriwini Nabire pekan keempat Desember lalu, persoalan mendasar di atas selalu dihadapi seperti soal anggaran, SDM, dan fasilitas yang kurang memadai. Oleh karena itu, kehadiran RS Tipe B di Nabire sangat mendesak. Keluhan masyarakat, terutama orang asli Papua juga mestinya diminimalisir dengan kualitas pelayanan yang prima.
“Pihak RSUD Nabire juga perlu merilis berapa jumlah kematian pasien selama lima tahun terakhir. Kami juga mengharapkan kasus-kasus kematian akibat dugaan kelalaian petugas medis segera dilaporkan ke pihak-pihak terkait agar dilakukan advokasi,” kata Tino.
Tino menambahkan, kasus yang ibu Norlince Pekei, suster perawat yang bekerja di RSUD Deiyai adalah potret buruk dan pengalaman traumatik absennya pelayanan kesehatan berkualitas bagi warga, khususnya orang asli Papua.
“Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten tidak boleh lengah dengan urusan kesehatan warganya. Alokasi dana otonomi khusus Papua juga memberikan ruang bagi warga masyarakat, terutama orang asli Papua memperoleh pelayanan kesehatan memadai. Warga mesti merasakan manfaat dana otsus Papua sebagai wujud nyata pelaksanaan otonomi khusus Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)