JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pemerintah Papua Nugini mendorong para mahasiswa maupun warga negara itu melanjutkan kuliah di International University of Papua (IUP) Jayapura.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape menyampaikan hal tersebut saat menerima kunjungan dari sejumlah utusan Israel di Port Moresby, ibu kota Papua Nugini, Rabu (2/11).
Pertemuan tersebut membahas sejumlah agenda terkait kerjasama antar negara dalam mengembangkan teknologi pertanian, pertahanan, keamanan, pertambangan, kelautan dan kebudayaan antara Israel dan Papua Nugini.
Founder International University of Papua, Jayapura, Samuel Tabuni adalah salah satu undangan yang turut diterima Perdana Menteri Marape bersama rombongan utusan Israel. Pertemuan itu dihadiri juga sejumlah pejabat tinggi Papua Nugini seperti Menteri Pertanian, Menteri Pertambangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Perikanan dan Kelautan serta Anggota Parlemen Dapil Vanimo Green sekaligus Ketua Komisi Parlemen Papua Nugini Bidang Perbatasan dan Keamanan Hon Belden Namah, MP.
“Usai pembahasan kerjasama antara Israel dan Papua Nugini, Pak James Marape dan Pak Samuel Tabuni membahas mengenai International University of Papua yang telah memulai perkuliahan angkatan pertamanya setelah mendapatkan izin pendirian dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia,” ujar Direktur Media Centre Yayasan Maga Edukasi Papua (YMEP) Abdiel Fortunatus Tanias melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (5/11).
Perdana Menteri Marape mengapresiasi langkah yang ditempuh Tabuni bersama seluruh tim yang telah berupaya keras membangun universitas bertaraf internasional pertama di tanah Papua. Kehadiran lembaga pendidikan tinggi itu diharapkan ikut membantu memfasilitasi warga negara Papua Nugini yang berada sejumlah wilayah tapal batas guna mengakses pendidikan di Indonesia melalui Internasional University of Papua di Jayapura.
Respon positif dan dukungan kepada International University of Papua dari Perdana Menteri Marape merupakan wujud komitmen sebagaimana ia kemukakan dalam pidatonya saat melakukan kunjungan kenegaraan di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/3) lalu.
“For so long we’ve just focused on border issues. This discussion between the President and myself has now elevated discussion outside of the border issues and more into trade, commerce, economy, public service exchanges, health services and education services exchanges,” kata Perdana Menteri Marape merujuk setkab.go.id, laman resmi Kementerian Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
Perdana Menteri Marape mengatakan, warganya perlu belajar banyak dari Indonesia. Karena itu ia mendorong warganya belajar bahasa Indonesia sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk bekerja di Indonesia.
Pernyataan Perdana Menteri Marape tersebut mendapat dukungan penuh Hon. Belden Namah, MP. Sebagai langkah konkritnya saat berbicara dengan Tabuni, pihaknya menyatakan segera mengirim dan membiayai 50-100 orang anak yang diseleksi dari tiga sekolah di Vanimo guna melanjutkan studi S-1 di International University of Papua, Jayapura.
Selain itu ia juga berencana mengirimkan dan 25-50 guru muda dari Provinsi West Sepik untuk belajar bahasa Russia di Papua Language Institute (PLI) guna persiapan studi master dan doktor melalui program beasiswa kerjasama Pusat Kebudayaan Rusia di Jakarta dengan PLI untuk tahun 2023.
Selain itu, ia pun berharap dalam waktu dekat dapat dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara University of Goroka (UoG) dengan International University of Papua untuk program belajar bahasa Indonesia jarak jauh.
“Kami berharap agar dengan kehadiran International University of Papua, masyarakat Papua Nugini yang tinggal di tapal batas dapat mengakses pendidikan tinggi di universitas yang kami dirikan. Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar perkuliahan tentu akan menolong masyarakat Papua Nugini yang sehari-hari menggunakan Bahasa Pidgin dan Inggris,” kata Tabuni.
Menurut Tabuni, dengan dibukanya gerbang antara Indonesia dan Papua Nugini pihaknya berharap tahun depan para calon mahasiswa asal Papua Nugini sudah mulai mengikuti kuliah di Internasional University of Papua.
“Saya berharap ke depan bahasa Indonesia, Inggris, dan Pidgin dapat menjadi bahasa hari-hari masyarakat yang ada di Pasifik, Melanesia, dan Indonesia. Hal ini tentu memudahkan proses kerjasama di berbagai sektor lain dalam rangka membangun sumber daya manusia warga kedua negara lebih maju, berkembang dan modern dengan tetap berpijak akar dan kekhasan budaya masing-masing,” ujar Tabuni.
Pada 24 Oktober lalu, pos perbatasan Indonesia-Papua Nugini secara resmi dibuka kembali. Pembukaan pos tersebut ditandai dengan pelepasan gembok pagar batas di Pos Perbatasan Wutung oleh Gubernur West Sepik Tony Wouwou, MP dan Hon. Belden Namah, MP disaksikan Direktur Jenderal Imigrasi Papua Nugini dan pejabat perbatasan kedua negara. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)