JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Keuangan perlu segera mengevaluasi penyusunan dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi di Tanah Papua. Langkah tersebut mendesak terkait efisiensi dan efektivitas pengelolaan anggaran oleh pemerintah provinsi.
“Pemerintah Pusat perlu segera mengambil langkah itu mengingat kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat terkesan lamban terkait penyusunan dan penyerahan dokumen Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA-PPAS kepada DPRP. Ini perlu karena dokumen KUA-PPAS APBD baru diserahkan beberapa hari sebelum 30 November 2022 di Hotel Aston Niu, Manokwari,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Papua Barat Dr Filep Wamafma, SH, M.Hum, CLA melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (30/11).
Akibat baru menyerahkan dokumen KUA-PPAS APBD kepada DPRP pada Selasa (29/11), ujar senator Filep Wamafma, DPRP Papua Barat berinisiatif menyurati Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk meminta perpanjangan waktu pembahasan KUA-PAS APBD Pemprov Papua Barat Tahun Anggaran 2023. Filep khawatir, kelambanan ini akan diartikan pemerintah setempat kurang responsif dengan persoalan yang dihadapi masyarakat.
“Terus terang saya harus mengkritik hal ini. Saat ini, rakyat Papua Barat khususnya orang asli Papua, sangat membutuhkan sikap tegas Pemda dalam pengelolaan anggaran. Rakyat butuh efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran, supaya pembangunan bisa bergerak. Kalau kenyataannya KUA-PAS APBD Pemprov Papua Barat Tahun Anggaran 2023 baru diserahkan, maka otomatis mekanisme pembahasan di DPRP ikut terdampak, dengan demikian pengesahannya juga molor,” ujar Filep yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI.
Filep menjelaskan, perencanaan anggaran terkait alokasi dana otonomi khusus sebagai bentuk komitmen pemerintah melaksanakan amanat Undang-Undang Otsus tercermin dalam APBD Provinsi. Kebijakan afirmasi, affirmative action, lanjutnya, harus diimplementasikan dalam APBD baik provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Jika hal tersebut tidak direalisasi pada tahun anggaran 2023, maka jangan salahkan jika rakyat mengatakan otsus itu gagal. Saya berharap agar pemerintah pusat dalam Mendagri Pak Tito Karnavian dan jajarannya serta Menteri Keuangan Ibu Sri Muliani dan jajarannya harus melakukan evaluasi terkait penyusunan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota,” ujar Filep.
“Otsus yang sudah kita upayakan ini seharusnya butuh respons cepat, tegas dan efektif dari Pemprov. Pemprov menurut saya sudah paham dengan mekanisme yang diatur dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023,” kata Filep, senator muda putra asli Papua dan doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Hasanuddin Makassar yang saat ini menjabat Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari, Papua Barat.
Wakil rakyat dari Papua Barat ini mengingatkan, kepala daerah wajib mengajukan rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen pendukung dalam bentuk hard copy dan soft copy kepada DPRD paling lambat 60 hari sebelum satu bulan tahun anggaran berakhir untuk memperoleh persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.
“Aturan ini yang membuat adalah DPRP, meminta perpanjangan waktu pembahasan KUA-PAS APBD Pemprov Papua Barat Tahun Anggaran 2023, karena dokumen itu baru diserahkan mendekati 30 November. Ini tentu saja cukup mengecewakan. Kalau mau dibilang Pemprov lamban, ya tentu lamban,” kata Filep tegas.
Pihaknya juga meminta agar Pemprov memperhatikan hal-hal yang berpihak pada masyarakat. Permintaan tersebut disertai harapan agar kebijakan afirmasi untuk orang Papua berjalan dengan baik, dimulai dari ketaatan terhadap pembuatan anggaran ini.
“Bagaimana kita bisa mengawal otsus dengan baik kalau dari hulunya begini? Saya, atas nama para konstituen saya, demi dana otsus yang teranggarkan, meminta Pak Mendagri untuk melakukan supervisi pelaksanaan penyusunan dan pengesahan APBD di tanah Papua dan Papua Barat,” kata Filep, penulis buku Filsafat Otsus, Otonomi Khusus: Sebuah Kajian Perbandingan; Pengaturan Kebijakan Investasi Dalam Rangka Perlindungan Terhadap Hak Masyarakat Adat di Provinsi Papua Barat; dan Suara Senator Jaga Papua.
“Sudah ada Permendagri Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2022. Aturan ini dapat dipakai agar penyusunan anggaran ini benar-benar sesuai aturan. Saya khawatir cara-cara penyerahan anggaran di injury time menjadi kebiasaan, sehingga memang harus dibenahi,” ujar Filep. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)