YOGYAKARTA, ODIYAIWUU.com — Dalam acara pementasan Sastra Spotlight 3 edisi khusus memperingati Dies Natalis ke-31 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Rabu (29/5) sejumlah dosen dan mahasiswa tampil membaca puisi.
Acara yang berlangsung di Lantai Dasar Gedung Baru Kampus I Fakultas Sastra bertajuk Wajah-Wajah Manusia, menampilkan pula wajah-wajah orang Papua melalui pembacaan puisi “Ballada Bintang Kejora” karya Yoseph Yapi Taum. Penyair Yoseph Yapi Taum yang juga Dekan Fakultas Sastra membacakan sendiri puisi tersebut.
Puisi “Ballada Bintang Kejora” dibuat untuk mengenang Martinus Yohamme. Martinus Yohamme adalah seorang aktivis. Jabatannya, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sorong Raya, Papua Barat.
Martinus Yohamme diculik dan dibunuh karena menentang rencana kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Papua Barat di tahun 2014. Di penghujung masa jabatannya,
Presiden Yudhoyono melakukan kunjungan kerja kenegaraan ke Papua Barat dalam rangka peresmian Sail Raja Ampat dan Tugu Kristus Raja di Mansinam, Manokwari pada 20-25 Agustus 2014.
Sebelum itu, Martinus Yohamme dengan tegas menyatakan menolak kehadiran Yudhoyono di Papua. Alasannya, Sail Raja Ampat di Waisai hanya menguntungkan devisa negara, tetapi tidak bagi rakyat pribumi yang berdomisili di sana.
Juga sejumlah kekayaan alam yang dikelola oleh negara di Papua Barat seperti PT Freeport Indonesia di Timika dan minyak di Sorong selama sekian tahun beroperasi tidak membawa manfaat bagi rakyat Papua. Akibatnya, Martinus Yohamme diculik dan dibunuh. Jenazahnya ditemukan dalam karung setelah kunjungan Presiden Yudhoyono.
Penculikan dan pembunuhan Martinus Yohame merupakan korban kejahatan negara sama seperti penculikan dan pembunuhan tokoh pejuang lainnya, Theys Hiyo Eluay, Kelly Kwalik, Mako Tabuni, Titus Murib, Hubertus Mabel, serta sejumlah pejuang lain yang menjadi korban kekerasan negara.
Wajah-Wajah Orang Papua
Puisi tujuh bait berjudul “Ballada Bintang Kejora” mengungkap kerapuhan manusia di hadapan hiu-hiu buas, ganas, dan lapar dengan taring berdarah-darah. Manusia yang rapuh itu tetap maju menghadang seribu hiu dan seribu buih yang dengan mudah menyergapnya. Perahunya tenggelam di pusaran hiu karena pertarungan yang jelas tidak berimbang. Laut berubah merah. Manusia terbujur, terluka, dan berdarah.
Hal yang dramatis kemudian terjadi. Sebelum laut membekap sukmanya, lantang ia berteriak sambil menunjuk ke timur, “Ibu, telah kulihat Bintang Kejora. Cahayanya terang di bumi hitam ini!” Di bawah, laut merah menjadi teduh dan berkaca Bintang Kejora.
“Manusia-manusia Papua saat ini berwajah mendung, murung, dan penuh kekhawatiran di tengah pendekatan keamanan yang diterapkan di sana. Dari Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, kita menyerukan agar Papua dibangun dengan paradigma pendekatan baru, yaitu pendekatan cinta kasih. Kita siap berdialog untuk secara bersama-sama mengubah wajah-wajah murung manusia Papua menjadi wajah-wajah gembira dan penuh suka cita,” ujar Yapi Taum yang juga Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)