Pemekaran DOB di Tanah Papua dan Ajakan Lukas Enembe - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Pemekaran DOB di Tanah Papua dan Ajakan Lukas Enembe

Musa Haluk, Ketua Kamar Adat Pengusaha Papua

Loading

Oleh Musa Haluk
Ketua Kamar Adat Pengusaha Papua

ADA kelompok tertentu di Papua kadang mengaku diri akademisi lalu mencoba memprovokasi dengan membangun narasi-narasi fiktif, rasis, dan subjektif. Beberapa tahun belakangan, mereka membangun opini dan narasi sembari melabeli diri sebagai akademisi. Ada juga yang mengaku birokrat, mantan pejabat, intelektual, politisi, dan sebagainya. Sayang, label ini sebatas lip service, pemanis bibir namun memanipulasi lalu menyandang nama Papua dalam diri. Apa yang mereka suarakan adalah hal berbeda.

Kelompok ini mengorbankan segalanya. Sekadar jadi lidah dan budak para pejabat, elit, aparat keamanan, investor, dan politisi Jakarta. Targetnya jelas, kelak diberikan upah masuk dalam lingkaran kekuasaan. Mereka mendulang jabatan agar sama-sama plesiran ke luar negeri sekadar bersenang-senang.

Kadang mereka mengaku bisa melobi negara tertentu untuk meredam isu Papua dan seterusnya. Mereka sama-sama baku tipu dan saling menghibur. Pada saat yang sama mereka juga saling memanfaatkan. Satunya butuhkan lidah, mulut orang Papua sebagai bagian dari politik adu domba dan pecah belah (devide et impera) orang Papua. Sedang kelompok di Papua yang senang menjadi budak penguasa karena sekadar butuh uang atau rindu mencicipi kekuasaan yang digenggam atau dipeluknya.

Kelompok tertentu di atas mengingatkan penulis atas frasa mini Barnabas Suebu, mantan Gubernur Papua: Saya menyesal. Apa yang kurang dari Suebu bagi Indonesia. Kaka Bas nyaris komplit dalam beberapa lini. Ia birokrat, politisi, Ketua DPRD Irian Jaya, Gubernur Papua, Duta Besar, dan lain sebagainya. Tiga hari belakangan, muncul isu bahwa Gubernur Papua Lukas Enembe memperjuangkan pemekaran sejak ia menjadi Wakil Bupati dan Bupati Kabupaten Puncak Jaya.

Komitmen Suebu

Beberapa waktu lalu, penulis membaca pesan bahwa Gubernur Lukas Enembe sudah membuat komitmen dengan Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY tentang pemekaran sejak 2006. Narasi-narasi sesat semacam ini perlu diluruskan dengan data dan fakta agar rakyat tidak sesat pikir dan gagal paham. Fakta sesungguhnya ialah pada medio Juni 2006 terjadi dua kali pertemuan di Istana Negara.

Pertemuan pertama, pada malam sebelumnya Bas bertemu dengan Presiden Yudhoyono. Pada malam itu, Bas Suebu menyampaikan komitmen kepada Yudhoyono bahwa apabila ia dilantik sebagai Gubernur Papua ada empat komitmen Bas Suebu kepada Presiden Yudhoyono. Empat komitmen itu sebagai berikut. Pertama, memastikan bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kedua, memastikan Provinsi Irian Jaya Barat (PB) akan terima dana otonomi khusus (Ottsus) atau dimasukkan dalam Otsus. Ketiga, memulangkan tokoh-tokoh organisasi Papua Merdeka (OPM) dari luar negeri ke Papua. Keempat, memastikan kelanjutan operasional PT Freeport Indonesia (FI).

Pertemuan kedua yaitu setelah komitmen pertama dibuat dan disetujui antara Bas Suebu dengan Presiden Yudhoyono dilanjutkan pertemuan kedua. Dalam pertemuan kedua, selain Bas Suebu, hadir juga Abraham Atururi yang kala itu keduanya belum dilantik sebagai gubernur. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua John Ibo dan Ketua Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Irian Jaya Barat Jimmy Demianus Ijie bersama Lukas Enembe. Semua komitmen yang dibuat Bas Suebu tergenapi.

Bila mendeteksi komitmen Bas Suebu dengan Yudhoyono kala itu sangat jelas. Pertama, wajib kelak Bas Suebu sebagai gubernur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapapun dia poin pertama sudah menjadi komitmen. Kedua, komitmen kedua direalisasikan duet Bas Suebu dan Bram Atururi pada 5 Februari 2007 mengusung tema Papua yang berarti dua tetapi satu dan satu tetapi dua.

Tahun 2007 untuk pertama kali kedua provinsi menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) di Biak yang dihadiri juga Ketua Maelis Rakyat Papua. Kesepakatan kedua pihak melalui Musrembang yaitu Papua Barat menerima dana Otsus. Sebagai tindaklajutnya, pada 2008, Presiden Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tentang Perubahan Otsus dan enam bulan kemudian keluar Undang-Undang Nomor 35 atas perubahan Otsus. Undang-Undang ini hanya selembar. Jakarta mengubah satu pasal agar Papua Barat menerima dana Otsus.

Ketiga, komitmen memulangkan tokoh-tokoh Organisasi Papua Merdeka. Setelah Bas Suebu menjabat gubernur, lalu dibentuk tim repatriasi. Beberapa tokoh OPM yang pulang waktu itu hanya dari Sentani. Mereka adalah Nick Messet, Albert Joko, Nicolas Youwe, dan kawan-kawan. Pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan dana besar untuk operasional pemulangan mereka.

Keempat, komitmen mengenai PT Freeport Indonesia. Saat itu usai dilantik sebagai gubernur Bas Suebu beberapa saat kemudian menuju Tembagapura. Saat di Tembagapura, Bas Suebu mengeluarkan statemen, “orang Papua butuhkan susu Freeport. Jadi jangan tutup Freeport.” (Cepos, awal Februari 2007). Setelah empat komitmen tersebut deal maka dilakukan pelantikan di Gelanggang Olahraga Jayapura oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Artinya, yang membuat komitmen di atas sebagaimana dimaksudkan para pihak adalah Bas Suebu melalui frasa mininya, “saya menyesal”.

Dekati Enembe

Pada 2006 pihak istana mendekati Lukas Enembe. Setelah pertemuan dengan Suebu, Atururi, John Ibo, Jimmy Ijie, dan Lukas Enembe dengan Presiden Yudhoyono kala itu, pihak Istana Negara mencoba dekati Lukas Enembe lalu menyodorkan dua tawaran opsi. Pertama, menjadi caretaker gubernur Papua Tengah. Kedua, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Papua kala itu diisi Budibaldus Waromi.

Lukas Enembe menolak tawaran istana untuk menjadi carateker gubernur Papua Tengah. Sedangkan tawaran kedua, untuk Ketua DPD Demokrat, Lukas Lukas beralasan mesti sesuai mekanisme internal organisasi. Akhir 2007, dilakukan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat Provinsi Papua dan Lukas Enembe terpilih sebagai ketua.

Rakyat Papua dan Indonesia perlu ingat. Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua tahun 2006, de facto Lukas Enembe menang. Tetapi pasca terjadi peristiwa 16 Maret di Universitas Cenderawasih (Uncen), terjadi politik anti orang gunung. Ada oknum bermain beberapa jam sebelum pleno KPUD Papua memindahkan suara Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Distrik Samenage (Yahukimo) sebanyak 12.000 kepada pasangan Barnabas Suebu-Alex Hesegem.

Saat pembacaan para saksi kaget. Saksi Ham Nawipa dari PDS protes tetapi Kapolda waktu itu ambil alih dan keluarkan paksa dari ruangan pleno di Kantor KPUD Papua. Pasangan Lukas Enembe menggugat di Mahkamah Agung karena terjadi banyak permainan curang. Putusan memenangkan pasangan Barnabas Suebu-Alex Hesegem. Massa Lukas Enembe protes di Jakarta yang menyebabkan kaca gedung utama sidang pecah. Para pendukung malah membubuhkan cap jempol darah lalu bernazar setia mendukung Lukas Enembe hingga menjadi gubernur Papua. Nazar dan komitmen itu terbukti.

Lukas Enembe tidak menerima tawaran gubernur Papua Tengah. Ia berkomitmen bahwa Papua milik semua. Sebagai seorang pemimpin dan negarawan, anak Papua akan bertarung di Papua. Bukan mundur lalu membuat pemekaran baru. Saat ini fakta itu sedang terjadi di depan mata kita semua. Kebenaran boleh disalahkan tetapi tidak dikalahkan. Jadi kepada semua pihak yang mengaku-ngaku kelompok intelektual perlu membangun narasi berpijak data dan fakta. Bukan asumsi dan sentimen subjektif. Apalagi membangun opini sekadar mendulang uang plus kuasa di lingkaran elit penguasa.

Anda, para kelompok intelektual, boleh berfoya-foya membangun narasi fiktif untuk mencela saudaramu orang asli di tanah Papua. Tapi, ingat: matahari masih terbit dari ufuk timur. Karena itu, tak ada kata berhenti untuk satu suara melawan fitnah dan budak penguasa. Lawan mereka, para kelompok intelektual di awal tulisan ini. Mereka telah menjadi kaki tangan dan mulut menjual tanah air Papua kepada orang asing. Salam waras! Wa wa wa…..

Tinggalkan Komentar Anda :