Oleh Eugene Mahendra Duan
Guru SMP YPPK Santo Antonius Nabire, Papua Tengah
KATA “pembelajaran” mengacu pada pengertian Pasal 1 Ayat 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pembelajaran dijelaskan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Akar kata pembelajaran adalah belajar yang merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang atau individu secara pribadi dan sepihak. Kata belajar kemudian dibubuhi awalan pe dan akhiran an menjadi pembelajaran. Pembelajaran berarti proses yang melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa, yang di dalamnya mengandung dua unsur sekaligus, yaitu mengajar dan belajar (teaching and learning).
Pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks. Ia tidak sekadar menanamkan pengetahuan kepada siswa tetapi banyak hal yang dilakukan pendidik sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku siswa. Pembelajaran dapat diartikan pula sebagai suatu proses yang dilakukan pendidik dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan siswa untuk memiliki pengalaman belajar.
Pembelajaran holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual.
Melalui pembelajaran holistik, siswa mampu mengembangkan seluruh potensi, daya yang ada dalam dirinya sehingga menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan potensi yang ada dalam diri siswa. Potensi tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan meliputi potensi akademik, potensi fisik, potensi sosial, potensi kreatif, potensi emosi dan potensi spiritual.
Pembelajaran holistik
Pembelajaran holistik memandang manusia secara utuh, dalam arti manusia dengan unsur kognitif, afektif, dan perilakunya. Manusia juga tidak bisa berdiri sendiri, namun terikat erat dengan lingkungannya. Demikian pula dengan lingkungan fisik atau alam sekitarnya. Manusia juga bergantung kepada Tuhan, selaku pencipta dan penentu hidup.
Tujuan pembelajaran holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui pembelajaran holistik, siswa dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be), dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik. Juga belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya. Itulah sebabnya, pembelajaran holistik dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.
Pembelajaran holistik dikemas bukan dalam bentuk yang kaku melainkan melalui hubungan langsung antara siswa dengan lingkungannya. Pendekatan holistik tidak melihat manusia dan aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian tertentu. Namun, merupakan makhluk yang bersifat utuh dan tingkah lakunya tidak dapat dijelaskan berdasarkan aktivitas bagian-bagiannya.
Tidak hanya melalui potensi intelektual saja, namun dari potensi spiritual dan emosionalnya. Proses pelaksanaan pembelajaran holistik dalam pendidikan akan mengajak anak berbagi pengalaman kehidupan nyata, mengalami peristiwa-peristiwa langsung yang diperoleh dari pengetahuan kehidupan.
Dalam pembelajaran, lahir kecintaan siswa terhadap pembelajaran, karena pembelajaran holistik mendorong siswa untuk melakukan refleksi, diskusi daripada mengingat secara pasif tentang fakta-fakta. Hal ini jauh lebih bermanfaat dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.
Membangun utuh
Implementasi pembelajaran holistik tidak lain adalah untuk membangun secara utuh dan seimbang pada setiap siswa dalam seluruh aspek pembelajaran. Aspek-aspek dimaksud mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya, estetika, emosi, dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek tersebut ke arah pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan di dunia.
Melalui implementasi pembelajaran holistik dapat menciptakan minat dan memotivasi siswa dalam mencapai tujuan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa adalah faktor model pembelajaran yang diterapkan.
Model pembelajaran sangat mempengaruhi minat dan motivasi belajar siswa, misalnya model pembelajaran yang digunakan guru kurang baik atau monoton, cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang tertantang, maka akibatnya motivasi belajar menurun dan prestasi akademik pun terpengaruh.
Salah satu gagasan dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa adalah melalui penerapan pembelajaran holistik (holistic learning). Mengapa? Dalam pelaksanaannya mendorong terbentuknya aneka model pembelajaran alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat jauh berbeda dengan pembelajaran pada umumnya.
Dalam pembelajaran holistik diterapkan prinsip bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika semua aspek pribadinya (pikiran, tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengalaman hidupnya. Menciptakan minat juga memiliki hubungan erat dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Fungsi minat merupakan salah satu usaha untuk membimbing siswa yaitu melalui pemberian rangsangan yang menarik perhatian dari siswa.
Meningkatkan minat belajar siswa adalah faktor yang amat penting dalam proses pembelajaran. The Liang Gie dalam Cara Belajar Efisien (1987) mengatakan, minat dan motivasi selain membangkitkan pemusatan pemikiran, juga menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar.
Keringanan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan juga membantunya untuk tidak mudah melupakan apa yang dipelajari. Belajar dengan perasaan yang tidak gembira akan membuat pelajaran itu terasa sangat berat. Siswa yang menaruh minat dan motivasi pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar. Ia tidak segan mengorbankan waktu dan tenaga demi aktivitas tersebut.
Menurut Winkel WS dalam Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (2004) menyebut ada sejumlah hal penting meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Pertama, minat dan motivasi melahirkan perhatian yang serta merta. Perhatian yang serta merta terjadi secara spontan, bersifat wajar mudah bertahan dan tumbuh tanpa pemakaian daya kemauan dalam diri seseorang.
Kedua, minat dan motivasi memudahkan tercapainya konsentrasi dalam pikiran seorang siswa yaitu pemusatan pikiran terhadap suatu pelajaran. Jadi tanpa adanya minat, maka konsentrasi terhadap pelajaran juga sulit dikembangkan dan dipertahankan.
Ketiga, minat dan motivasi mencegah gangguan dari luar. Seorang siswa akan mudah terganggu perhatiannya dan sering mengalihkan perhatiannya ke suatu hal yang lain, apabila minat belajarnya rendah.
Keempat, minat dan motivasi memperkuat perekatnya bahan pelajaran dalam ingatan. Pengingatan seorang siswa itu hanya akan terlaksana apabila siswa berminat terhadap pelajarannya. Kelima, minat dan motivasi memperkecil kebosanan belajar dalam diri sendiri.
Siswa melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Dalam hal ini, motivasi sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar, dan minat merupakan potensi psikologi dimanfaatkan untuk menggali motivasi.
Adanya minat dan motivasi belajar maka, siswa akan lebih mengenal dan memahami materi pelajaran, siswa akan tertarik untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di depan umum, bersungguh-sungguh, bersemangat dalam proses pembelajaran dan dapat mencurahkan segenap perasaan, sehingga timbul minat dan motivasi dalam pembelajaran.
Siswa yang tidak memiliki minat dan motivasi belajar, biasanya kurang memiliki perhatian dalam proses pembelajaran. Ia juga tidak berani tampil, takut bertanya dan itu pertanda bahwa siswa tidak memiliki minat untuk belajar. Untuk mencapai suatu prestasi, seorang siswa memerlukan minat dan motivasi.
Di sinilah tugas guru tidak hanya memperhatikan seberapa cerdasnya siswa akan tetapi bagaimana cara membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa sehingga memiliki ketertarikan dalam mengikuti setiap proses pembelajaran.
Berdasarkan data empiris di beberapa sekolah ditemukan sejumlah hal. Pertama, dalam pelaksanaan pembelajaran, guru tidak menantang siswa untuk menemukan kembali informasi dari berbagai sumber pembelajaran. Kedua, pelaksanaan pembelajaran terbatas hanya siswa mendengarkan saja di saat guru menyampaikan materi, sehingga siswa merasa jenuh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Ketiga, konsep pembelajaran hanya ditekankan kepada siswa dalam hal mencatat dan memberikan tugas sepanjang semester, sementara materi yang diajarkan menuntut siswa untuk mengadakan eksperimen dalam menggunakan alat peraga.
Keempat, guru kurang menerapkan model pembelajaran secara bervariasi. Akibatnya, siswa kurang berminat dan tidak meningkatkan motivasi belajarnya. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak buruk bagi siswa terutama pada mutu dan tatanan aplikasi hasil belajar tidak terlaksana dalam kehidupan masyarakat.
Hemat penulis, untuk mengatasi masalah di atas perlu ada upaya kolaboratif antara pemerintah, sekolah, dan komunitas pendidikan. Pemerintah dapat meningkatkan anggaran pendidikan untuk memperbaiki fasilitas sekolah dan menyediakan teknologi yang mendukung pembelajaran variatif.
Sekolah juga dapat mengambil inisiatif dengan mendorong guru untuk berinovasi dalam mengajar. Dukungan dari kepala sekolah dan lingkungan yang kondusif bagi eksperimen pengajaran sangat penting. Guru perlu diberi ruang dan waktu untuk mencoba metode baru dan berbagi pengalaman dengan rekan-rekan mereka.