Makna Paskah: Dari Pembebasan di Mesir Menuju Keselamatan Dalam Kristus - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Makna Paskah: Dari Pembebasan di Mesir Menuju Keselamatan Dalam Kristus

Menuel John Magal, Ketua Lemasa dan pemerhati sosial, tinggal di Timika, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Menuel John Magal

Ketua Lemasa dan pemerhati sosial, tinggal di Timika, Papua Tengah

PASKAH merupakan salah satu perayaan terpenting dalam tradisi umat Kristiani di seluruh dunia. Namun, untuk memahami makna terdalam dari Paskah, kita perlu menelusuri jejak historis dan teologisnya. Mulai dari masa Perjanjian Lama hingga penggenapannya dalam Perjanjian Baru.

Secara etimologis, kata “Paskah” berasal dari bahasa Ibrani, pesach yang berarti “melewatkan” atau “menyeberangi”. Dalam bahasa Inggris, istilah ini diterjemahkan sebagai passover, yang juga berarti melewati. 

Asal-usul perayaan ini dapat ditemukan dalam Kitab Keluaran, ketika Tuhan “melewatkan” rumah-rumah bangsa Israel yang ditandai dengan darah anak domba, saat tulah maut menimpa Mesir (Kel. 12:27). Peristiwa ini menandai pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di bawah kekuasaan Firaun.

Sejak saat itu, Paskah dirayakan oleh bangsa Israel setiap tahun sebagai peringatan akan karya penyelamatan Allah yang besar. Namun, lebih dari sekadar mengenang peristiwa masa lalu, Paskah juga mengandung unsur pengudusan diri, sebagaimana dicatat dalam Yohanes 11:55, di mana umat Israel diharuskan menguduskan diri sebelum mempersembahkan korban Paskah. Hal serupa juga ditegaskan dalam 2 Tawarikh Pasal 30 dan 35 bahwa pengudusan diri menjadi syarat penting dalam merayakan Paskah.

Memasuki era Perjanjian Baru, makna Paskah menemukan puncaknya dalam karya penyelamatan Yesus Kristus. Ia dikenal sebagai Anak Domba Allah (Yoh. 1:29), yang darah-Nya tercurah untuk menghapus dosa umat manusia. Kematian dan kebangkitan Kristus menjadi inti dari iman Kristiani dan merupakan penggenapan sejati dari makna Paskah dalam Perjanjian Lama. 

Sebagaimana tertulis dalam 1 Korintus 5:7, “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab Anak Domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.”

Manusia memperoleh keselamatan yang sejati apabila mengalami pertobatan dan kelahiran kembali. Dalam Perjanjian Baru, Paskah juga dirayakan bertepatan dengan Hari Raya Roti Tidak Beragi, yaitu hari di mana orang Yahudi menyembelih domba Paskah (Luk. 22:7).

Rasul Paulus menegaskan bahwa keselamatan tidak diperoleh melalui ketaatan terhadap hukum Taurat semata, melainkan melalui iman kepada Kristus (Gal. 2:16). Dalam Roma 10:9-10, dijelaskan bahwa “Jika kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.”

Dengan demikian, Paskah bukan sekadar tradisi keagamaan yang dirayakan setiap tahun, tetapi merupakan perayaan iman yang hidup —yang menuntut pertobatan sejati dan kesadaran mendalam akan kasih karunia Allah.

Yesus sendiri mengajak semua orang untuk bertobat dan percaya kepada Injil (Mrk. 1:15). Pertobatan menjadi syarat utama untuk menerima janji keselamatan yang dijanjikan dalam Injil. Dalam Galatia 3:28, Paulus menekankan bahwa dalam Kristus tidak ada perbedaan antara Yahudi dan Yunani, antara hamba dan orang merdeka, laki-laki maupun perempuan. Semua disatukan oleh iman yang menyelamatkan.

Oleh karena itu, perayaan Paskah seharusnya tidak berhenti pada ritual atau seremonial semata. Paskah mesti menjadi momentum refleksi rohani yang mendalam, ajakan untuk hidup dalam pengudusan, dan komitmen untuk menghidupi iman kepada Kristus dalam keseharian. Seperti dinyatakan dalam Ibrani 10:22, “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh.”

Paskah adalah perayaan kasih Allah yang agung —dimulai dari pembebasan fisik bangsa Israel dari Mesir, hingga penyelamatan rohani seluruh umat manusia melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Dalam suasana Paskah ini, marilah kita tidak hanya merayakan secara lahiriah, tetapi benar-benar menghayati dan menghidupi makna Paskah dalam iman, pertobatan, dan kelahiran kembali (Yoh. 3:7), serta menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan.

Refleksi: Paskah dan Harapan bagi Generasi Papua

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Paskah dalam dimensi Perjanjian Lama merupakan simbol keselamatan dari Tuhan bagi bangsa Israel, umat pilihan-Nya. Anak sulung bangsa Mesir dihukum mati, sementara orang Israel diselamatkan dan kemudian memperingatinya sebagai hari keselamatan nasional.

Sedangkan dalam Perjanjian Baru, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus merupakan penyelamatan universal yang diberikan bagi siapa saja yang bertobat dan mengalami kelahiran baru secara rohani.

Momentum Paskah seharusnya menjadi ajakan khusus bagi generasi muda Papua untuk merenung dan mengalami pertobatan sejati. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah tokoh terkemuka Papua mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi sosial masyarakat Papua —yang diwarnai dengan maraknya penyalahgunaan minuman keras, tingginya angka HIV/AIDS, kekerasan, pembunuhan di luar hukum dan perampasan tanah adat.

Jika kita sebagai generasi muda sungguh-sungguh bertobat dan mengalami kelahiran baru, serta hidup sungguh-sungguh mengikut Yesus, maka ancaman-ancaman tersebut tidak perlu lagi menguasai hidup kita. Dengan hidup yang dipenuhi kasih karunia dan kebenaran Kristus, kita tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal rendah yang merusak masa depan.

Momentum Paskah ini adalah waktu yang tepat untuk kembali kepada Tuhan, memperbaharui hidup, dan bangkit sebagai generasi Papua yang takut akan Tuhan, mencintai sesama, serta berkomitmen untuk menjadi agen perubahan dan pembawa damai di tanah kelahiran kita.

Selamat Paskah 2025. Tuhan memberkati.

Tinggalkan Komentar Anda :