WAGHETE, ODIYAIWUU.com — Pemerintah Kampung (Perkam) Waitakotu, Distrik (Kecamatan) Tigi, Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua, memberikan sanksi hukuman kepada warganya, baik laki-laki maupun perempuan yang melanggar Perkam Waitakotu berjalan kaki sejauh kurang lebih tujuh kilometer dari Kampung Waitakotu ke Waghete, kota Kabupaten Deiyai, dalam kondisi bugil alias tanpa busana.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Kampung Waitakotu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Larangan Minuman Keras dan Minuman Beralkohol dan Makan Pinang yang ditandatangani Kepala Kampung Waitakotu Yosafat Pakage dan Sekretaris Kampung Simson Pakage dalam sebuah rapat bersama yang dihadiri juga warga masyarakat, Badan Musayawarah Kampung (Bamuskam), intelektual kampung Waitakotu Dr (Cand) Ferdinant Pakage, MM, dan perwakilan dari Kepolisian Sektor (Polsek) Tigi Timur, Deiyai, Senin (28/2).
“Peraturan Kampung Waitakotu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Larangan Minuman Keras dan Minuman Beralkohol dan Makan Pinang memberikan sanksi bagi mereka yang menjadi pemasok, penjual, dan peminum didenda Rp. 1.500.000. Kalau tidak menjalan sanksi itu dikenakan dobel hingga mencapai Rp. 2.000.000 dan sanksi tambahan berjalan kaki telanjang atau bugil dari Kampung Waitakotu menuju Waghete, kota Kabupaten Deiyai sejauh kurang lebih 7 kilo meter,” kata intelektual muda Waitakotu Dr (Cand) Ferdinant Pakage MM yang diundang hadir dalam kegiatan pembahasan hingga penetapan Perkam Miras di Kampung Waitakotu, Distrik Tigi Timur, Deiyai, Papua.
“Perkam Waitakotu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Larangan Minuman Keras dan Minuman Beralkohol dan Makan Pinang sudah kami sahkan demi melindungi anak penerus Waitakotu agar mereka hidup sehat, aman, dan damai sesuai kultur dan teladan warisan orang tua. Para orangtua Waitakotu dahulu memiliki semangat gotong royong dan kerja keras luar biasa. Saat ini, teladan dan semangat itu perlu kami teruskan melalui Peraturan Kampung demi kemajuan Waitakotu kampung yang lebih aman dan sejahtera,” ujar Kepala Kampung Waitakotu Yosafat Pakage.
Merujuk Perkam itu, disebutkan, setiap orang dilarang mabuk di wilayah Kampung Waikatoku. Setiap orang dilarang masuk dalam keadaan mabuk di wilayah kampung itu. Selain itu, setiap orang dilarang makan pinang di wilayah kampung Waikatoku. Dalam Bab VII diatur sebanyak enam pasal soal ketentuan sanksi.
Pasal 9 Bab VII menyebutkan, sarang siapa baik badan maupun perseorangan yang memproduksi minuman keras dan minuman beralkohol serta makan pinang sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1, denda paling sedikit Rp. 2.000.000 dan jalan telanjang keliling Waghete ke Waitakotu. Apabila tidak ada sanksi maka denda dua kali lipat.
Ketentuan sanksi ini juga berlaku bagi siapa saja, badan maupun perseorangan yang mengoplos bahan-bahan tertentu sehingga menghasilkan minuman keras dan minuman beralkohol serta makan pinang sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) denda paling sedikit Rp.2.000.000 dan sanksi jalan telanjang keliling Waghete ke Waitakotu.
Kepala Distrik (Camat) Tigi Timur Lukas Doo mengapresiasi kebijakan Kepala Kampung Waitakotu Yosafat Pakage menerbitkan Perkam Waitakotu terkait miras dan pinang di kampung itu. “Saya berharap agar Perkam ini menjadi dasar yang kuat menangani miras dan makan pinang di Kampung Waitakotu. Di atas Perkam ini tidak ada keputusan lain untuk memberantas miras dan makan pinang sehingga semua masyarakat wajib mematuhi Perkam yang sudah disahkan bersama,” kata Lukas Doo.
“Kami pihak kepolisian siap mengawal keputusan ini sehingga tidak ada masyarakat yang dilindungi terhadap pelanggar Perkam miras dan makan pinang,” kata Kapala Kepolisian Sektor Tigi Timur Bripka Andreas Mote.
Sedangkan perwakilan Bamuskam Waitakotu Nom Mote mengatakan, kehadiran intelektual dalam pembahasan hingga penetapan Perkam ibarat obat mujarab untuk mengobati sakit jiwa yang dirasakan masyarakat selama ini. “Miras punya multi efek negatif. Keluarga hancur, organisasi hancur, bangunan bangun sekolah dan desa hancur karena pengaruh miras dan pinang,” kata Nom Mote.
“Sebagai pendamping kampung, kami akan terus memberikan pemahaman dan pendampingan kepada warga masyarakat kampung Waitakotu sebagai wilayah kerja pendamping desa. Besar harapan kami, ke depan akan diadakan musyawarah desa guna menyusunan dokumen lain mengawasi Perkam yang telah disahkan ini,” kata Melianus Pakage, pendamping desa.
“Sebagai intelektual asal dari kampung Waitakotu, saya juga prihatin melihat dan mencermati generasi penerus dan anak muda dari Waitakotu yang terjun bahkan sudah berada dalam genggaman pengaruh miras. Saya khawatirkan 10 tahun ke depan anak muda makin terbawa arus sehingga saya sebagai intelektual saya ikut mendorong semua anak muda emas yang ada di kampung sendiri menjadi agen perubahan dari perilaku konsumtif miras dan makan pinang,” kata Ferry Pakage, sapaan akrabnya, yang saat ini bekerja di Kabupaten Dogiyai.
Rapat penetapan Perkam dipimpin Halim Pakage, S.IP dengan petugas notulensi Elipas Pakage, S.Sos dihadiri juga seluruh aparat kampung, tokoh pemuda, masyarakat dan tokoh agama. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)