JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) John NR Gobai mengemukakan, warga masyarakat Kabupaten Paniai perlu mewaspadahi isu yang berhembus dari orang tak dikenal atau OTK beberapa bulan belakangan yang menyebut empat kubur korban insiden Paniai berdarah.
Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Insiden itu bemula saat sejumlah warga sipil melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, kota Kabupaten Paniai. Aksi itu menewaskan empat pelajar setelah usai ditembak aparat keamanan. Seorang lain meregang nyawa menyusul rekan-rekannya setelah sempat mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.
“Kami juga memperoleh informasi dari tim Kejaksaan Agung Republik Indonesia bahwa tidak ada proses bayar kepala atau denda oleh negara atau pihak manapun melalui siapapun. Saya berharap masyarakat Paniai tidak mudah percaya isu orang tak dikenal sekadar ingin mengadudomba warga Paniai yang berpotensi mengganggu keamanan dan ketenangan masyarakat. Mari kita jaga persatuan dan kita menuntut keadilan untuk korban kasus Paniai Desember 2014,” ujar anggota DPR Papua asal Paniai John NR Gobai kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Sabtu (19/3).
Menurut John Gobai, pada Jumat (18/3) lalu, pihaknya bertandang ke kantor Kajaksaan Agung Republik Indonesia di Jalan Sultan Hasanuddin Dalam, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada kesempata itu, ujar John, dirinya juga mengecek pihak Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai tahun 2014.
“Kami mengecek langsung kasus pelanggaran HAM berat Paniai tahun 2014 kepada Direktur Pelanggaran HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejakasaan Agung Pak Dr Erryl Prima Putra Agoes mengingat tim beliau sedang menyidik kasus ini. Ternyata ternyata isu terkait pembongkaran kuburan korban kasus Paniai berdarah tahun 2014 itu tidak benar,” ujar John Gobai lebih jauh.
Selain itu, informasi yang diperoleh dari pihak Kejaksaan Agung, sesuai dengan aturan, pembongkaran bisa dilakukan atas persetujuan keluarga korban. Oleh karena tidak ada persetujuan keluarga korban, maka informasi yang pernah berkembang adalah informasi palsu atau hoaks. Menurut John, dugaan dirinya informasi itu dikembangkan oleh pihak pihak yang merasa terpojok atau terduga terlibat dalam kasus Paniai Desember 2014.
Insiden Paniai berdarah merupakan kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Kasus itu saat ini sempat disidik pihak Kejaksaan Agung. Pengusutan kasus itu sempat mandeq setelah berkas penanganan perkara itu bolak-balik dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selaku penyelidik dan Kejaksaan Agung selaku penyidik.
Presiden Joko Widodo pun menyampaikan bahwa dirinya telah memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memproses kasus tersebut sesuai sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Kepastian itu dikatakan Jokowi dalam momentum peringatan Hari HAM Sedunia pada 10 Desember 2021.
“Salah satunya tadi disampaikan Komnas HAM, kasus Paniai Papua 2014. Berangkat dari berkas penyidikan Komnas HAM, kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk terwujud prinsip keadilan dan kepastian hukum,” kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta seperti diberitakan CNNIndonesia.com, Sabtu (11/12 2021).
Komnas HAM menetapkan peristiwa Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM berat. Keputusan ini didasarkan pada temuan Tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran berat HAM peristiwa Paniai, dan diputuskan dalam sidang paripurna. “Setelah melakukan pembahasan mendalam di sidang paripurna, peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014, secara aklamasi kami putuskan sebagai peristiwa pelanggran berat HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengutip Tempo.co, Sabtu (15/2 2020).
Pasca tiga minggu insiden Paniai perdarah, Presiden Jokowi mengatakan telah membentuk tim investigasi terkait kasus penembakan warga sipil tersebut. “Tim kecil ini diharapkan bisa mendapatkan data valid dan mencari tahu akar masalahnya seperti apa,” kata Jokowi di hadapan para relawan Jokowi di Jayapura, Sabtu (27/12 2014).
Dalam peristiwa Paniai berdarah, 17 orang lainnya luka-luka. KontraS menyebutkan lima orang tewas yaitu Otianus Gobai (18), Simon Degei (18), Yulian Yeimo (17), Abia Gobay (17) dan Alfius Youw (17).
Komnas HAM sempat menyayangkan sikap Kejaksaan yang kerap mengembalikan berkas penyelidikan kasus tersebut. Pada Juni 2020 lalu, mereka menyebut bahwa pengusutan kasus tersebut berpotensi mandek seperti yang lain.
Adapun berkas hasil penyelidikan Komnas HAM ini telah dikirim kepada Kejaksaan Agung pada 11 Februari 2020. “Kami berharap segera ada proses sampai ke pengadilan. Harapan besar dari korban dan masyarakat Papua secara umum agar kasus ini dapat mendatangkan keadilan,” kata anggota tim Ad Hoc Kasus Paniai Komnas HAM, Sandrayati Moniaga. (Emanuel You, Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)