Oleh Imanuel Gurik, SE, M.Ec.Dev
Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pada Pemilu serentak 27 November mendatang di tanah Papua kian membangkitkan satu kesadaran kolektif masyarakat bumi Cenderawasih dan elite politik. Kesadaran itu bukan sekadar partisipasi dalam menyukseskan hajatan politik daerah.
Kesadaran itu terkait penghormatan dan penghargaan hak-hak dasar masyarakat asli yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, yang kini telah mengalami revisi. Kesadaran kolektif masyarakat muncul agar pada Pilkada 2024 di seluruh tanah Papua semua calon baik Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota diisi oleh kader orang asli Papua.
Gayung pun bersambut. Kesadaran politik warga bangsa di tanah Papua yang menghendaki semua calon kepala daerah orang asli Papua direspon Majelis Rakyat Papua (MRP) seluruh tanah Papua periode 2024-2029 menemukan ruangnya. MRP sebagaimana diketahui adalah wadah kultural orang asli Papua sesuai UU Otsus Papua.
Tak sebatas itu. Harapan orang asli tanah Papua dengan dukungan MRP seluruh tanah Papua agar seluruh kepala daerah adalah orang asli mendapat perhatian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia terpilih seluruh tanah Papua periode 2024-2029. Pada Jumat (24/5), MRP bersama DPD RI terpilih 2024-2029 satu suara.
Para wakil rakyat dua lembaga (MRP dan DPD RI) itu sepakat dan menyatakan komitmen mendorong hak orang asli Papua di bidang politik, pendidikan, kesehatan maupun sosial dan budaya kian mendapat ruang penghormatan dan penghargaan negara.
Tanggung jawab negara terhadap praktik Otsus Papua harus menyata semisal kepala daerah yang masuk dalam bursa politik Pemilukada 2024 harus orang asli Papua. Keberadaan kepala daerah orang asli Papua menjadi pintu masuk orang asli bangkit di semua sektor pembangunan. Aspirasi orang asli Papua tersebut dapat dipahami dalam sejumlah aspek berikut.
Otsus Papua
Negara mengambil langkah strategis dan taktis memajukan tanah Papua agar warganya lebih sejahtera. Langkah dimaksud yaitu lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
UU Otsus ini telah mengalami perubahan, revisi menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Salah satunya, tuntutan agar dalam Pilkada di tanah Papua kepala daerah harus orang asli. Mengapa?
Pertama, salah satunya kehadiran UU Otsus Papua di atas. Awalnya, UU Otsus lahir dilatari negara melalui Pemerintah Republik Indonesia belum berhasil mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan pengakuan terhadap hak-hak dasar Rakyat Papua di tengah kekayaan sumber daya alam (SDA) melimpah penopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak integrasi Papua ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedua, Pilkada langsung di tanah Papua menjadi momentum strategis menjadikan orang asli Papua tuan di atas tanah leluhurnya dalam bingkai NKRI. Karena itu tak ada alasan lain kecuali menjadikan Pilkada di seluruh wilayah tanah Papua ruang bagi pemberdayaan masyarakat dan elite lokal dalam proses pelembagaan demokrasi di tingkat lokal.
Ketiga, dalam upaya mendorong semakin banyak sumber daya manusia (SDM) tanah Papua terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemberdayaan berbagai potensi lokal, maka ruang orang asli Papua menjadi kepala daerah di wilayahnya merupakan opsi strategis dan politis menjegal berbagai letupan sebelum dan sesudah pelaksanaan Pilkada daerah.
Keempat, Presiden dan jajaran pemerintah pusat, kementerian dan lembaga terkait serta DPR RI dan DPD RI memikirkan serius mengubah sejumlah pasal dalam UU Otsus Papua jilid II agar lebih memberikan ruang partisipasi orang asli Papua. Selain itu juga salah satu wujud nyata tanggung jawab negara dalam implementasi UU Otsus di seluruh wilayah tanah Papua.
Salah satu pintu masuk yaitu pada Pilkada 2024 orang asli Papua menjadi kepala daerah guna memimpin masyarakatnya berpijak kearifan lokal (local wisdom). Karena itu, diperlukan Peraturan Pemerintah (PP) sebelum pelaksanaan Pemilukada serentak 2024 agar orang asli Papua menjadi kepala daerah di seluruh wilayah tanah Papua.
Langkah politik
Aspirasi masyarakat di seluruh wilayah tanah Papua merindukan kepala daerah di bumi Cenderawasih diisi orang asli Papua bukan berdiri sendiri. Dukungan juga ditopang berbagai elemen, termasuk Asosiasi Majelis Rakyat Papua (MRP) terpilih seluruh wilayah tanah Papua masa tugas 2024-2029. Begitu juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terpilih dari seluruh wilayah tanah Papua 2024-2029.
Asosiasi MRP seluruh tanah Papua dan anggota DPD RI terpilih dari bumi Cenderawasih periode 2024-2029 juga mengambil langkah politis di DPR/MPR RI melalui komunitas dengan pucuk pimpinannya. Asosiasi MRP seluruh tanah Papua dan berkomunikasi dengan Wakil Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
Ketua Asosiasi MRP Agus Anggaibak menyebut pertemuan dengan Bamsoet merupakan awal yang baik bagaimana menata langkah dan strategi percepatan pembangunan tanah Papua di bidang pendidikan, kesehatan, dan serta maksimalisasi sumber daya alam (SDA). Dalam pertemuan tersebut, Anggaibak juga menyebut kehadiran asosiasi dan DPD RI terpilih asal tanah Papua hadir berdiri dalam rangka mewujud nyatakan pelaksanaan Otsus guna mendukung hak-hak dasar orang asli Papua.
Salah satu aspirasi penting yang disampaikan elite Papua mewat MRP dan DPD RI yaitu adanya harapan agar di masa akan datang SDM Papua khususnya generasi muda bisa menjadi pemimpin hebat tanah leluhurnya. Caranya, tentu dapat ditebak dalam konteks Pilkada di tanah Papua, yaitu kepala daerah mesti berasal dari SDM orang asli.
Di titik ini, negara melalui para pemimpin di pusat mesti memiliki kesadaran yang sama bahwa saatnya SDM tanah Papua mendapat prioritas dalam rekrutmen pemimpin lokal lewat Pilkada. Otsus Papua mesti pula menyata dalam level implementasi dan bukan sekadar mimpi.
Membuka ruang bagi calon pemimpin lokal di tanah Papua dalam pesta demokrasi seperti Pilkada adalah bentuk kesungguhan dan penghormatan kepada orang asli Papua sesuai roh dan semangat Otsus Papua. Di sisi lain, bila abai mengakomodir aspirasi akar rumput, grass root atau lupa menyerap suara hati rakyat lewat para wakilnya hanya akan menuai aneka persoalan baru.
Bukan sebatas itu. Jalan terjal akan segera menjemput dan berbagai agenda pemerintah dalam memajukan tanah Papua akan terseok-seok. Mesti demikian, di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, masih ada asa orang asli Papua. Bila Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengambil langkah mengakomodir aspirasi hanya orang asli Papua menjadi kepala daerah, itulah legasi yang akan dikenang rakyat bumi Cenderawasih di kemudian hari.