PORTUGAL takluk. Kalah adu penalti versus Prancis pada babak perempat final Euro 2024. Kekalahan itu biasa. Sama seperti kemenangan juga biasa. Namun, bagi saya (dan para fans CR7) kekalahan Portugal kali ini bernuansa beda. Ada aura perpisahan berpendar karena inilah ajang terakhir Ronaldo bermain bersama Portugal di turnamen besar.
Gerakannya yang magis dan atraktif akan tinggal kenangan bagi para pecinta sepakbola dunia. Akan tetap terbayang bagaimana Ronaldo bergerak lincah bagai rusa jantan. Kakinya bersaling-silang menerobos barikade pertahanan lawan.
Setangguh apapun pagar belakang lawan bisa terbongkar oleh pergerakan Ronaldo yang ibarat dinamit yang siap meledak. Sekuat-rapat apapun barisan bek lawan, tetap selalu ada celah —sesempit apapun— untuk dipenetrasi CR7.
Saya yakin, gadis-gadis di stadion menahan nafas, menikmati cara dia mengeksekusi bola mati. Jantung mereka berdegup kencang karena terpesona dalam histeria massa saat tandukan maut Ronaldo menghujamkan bola: tajam dan ‘menyilaukan’ mata penjaga gawang.
Di sisi lain, para penonton pria dari pihak lawan niscaya ditikam rasa amuk tertahan, antara cemburu dan geram, menyaksikan Ronaldo berteriak kencang dengan ekspresi jantan usai melesakkan bola ke gawang lawan.
Ah, ini imajinasiku yang menyemburat bersama rasa terima kasih kepada CR7 yang sudah berdedikasi total bagi dunia sepakbola dan kemanusiaan (kita tahu dia seorang dermawan, bahkan pernah mengambil seorang bocah Aceh, korban tsunami 2004, menjadi anak angkatnya).
Ya, dunia mesti berterima kasih kepada para pesepakbola yang mampu menyatukan segala bangsa dan merobohkan sekat-sekat perbedaan.
Cristiano Ronaldo akan berlalu. Namanya abadi dalam sejarah sepakbola. Sama seperti Messi yang oleh para penggemarnya mungkin dianggap sebagai “dewa sepakbola”. Sahabat saya, yang juga mantan frater/calon imam, Bung Abraham Runga Mali pernah ‘berdoa’ begini, “Santo Messi, hiburlah kami.”
Bagi kerabat non-Katolik, santo adalah sebutan orang kudus dalam tradisi Gereja Katolik. Bisa jadi, karena sepakbola nyaris sama dengan agama dalam menghimpun dan menghibur “umat” alias sepakbola mania. Satu teladan dan pelajaran penting dari Ronaldo adalah tekad kuat dan kerja kerasnya dalam memetik impiannya.
Bila Messi hebat dan bersinar benderang karena bakat besar yang dipoles latihan, Ronaldo menjadi mega bintang karena ketekunan, keuletan, dan disiplinnya mengolah diri dari latihan spartan hingga kendali diri di meja makan. Dia berlatih keras lebih daripada rekan-rekannya dan dia pun sangat disiplin menjaga pola dan menu makannya.
Ronaldo adalah salah satu contoh nyata tentang kehidupan yang harus ditempa dan diisi dengan perjuangan hingga tapal batas kemampuan. Untuk segalanya itu, terima kasih banyak, “muito obrigado”, Senhor Cristiano Ronaldo. Dunia akan mengenangmu. (Valens Daki Soo, wartawan senior dan penggemar bola)