Menyiasati Politik Tanpa Mahar - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Menyiasati Politik Tanpa Mahar

Titus Lao Mohy, S.S, M.Si, Ketua KPUD Pegunungan Bintang, Papua

Loading

Oleh Titus Lao Mohy, S.S, M.Si

Ketua KPUD Pegunungan Bintang, Papua

KEBERADAAN partai disadari sangat penting mengawal proses pembangunan serta partisiapasi politik rakyat dalam rangka pelembagaan demokrasi. Partai menjadi alat atau medium meraih kekuasaan politik maupun birokrasi. Dalam konteks negara yang menganut sistem demokrasi modern, partai menentukan arah pembangunan politik di semua tingkatan melalui para kadernya.

Dalam pesta demokrasi bernama Pemilu, partai menghadirkan aneka slogan atau agenda: “politik tanpa mahar” guna menarik simpati pemilih. Sebagian partai menerapkan strategi politik tanpa mahar dalam rangka mendorong kadernya pada pesta demokrasi. Produk akhir strategi politik tanpa mahar bertujuan menghasilkan pemimpin ideal yang diharapkan masyarakat dan mengabdi tanpa beban masa lalu.

Selain itu strategi lain yaitu mencari calon pemimpin di internal partai berdasarkan rekam jejak (track record) maupun berpijak hasil survei lembaga-lembaga independen. Langkah partai menerapkan strategi politik tanpa mahar ditempuh di tengah taktik partai lain “memasang tarif” bagi para calon pemimpin daerah guna mendapatkan tiket saat proses kandidasi Pemilu baik pileg maupun pilkada.

Politik tanpa mahar adalah kerinduan semua warga negara untuk menghindari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) pemimpin di kemudian hari. Namun kenyataannya, politik tanpa mahar tidak lagi terlihat di negara yang sungguh memahami esensi dan makna demokrasi. Selama ini, misalnya, banyak calon yang gagal pilkada mengeluhkan karena sudah menggelontorkan biaya politik besar di depan guna memperoleh tiket dukungan partai maupun koalisi sebagai syarat pencalonan.

Biaya untuk belanja rekomendasi parpol cukup beragam sesuai dengan kesepakatan internal parpol di semua tingkatan. Itu sesuatu yang terjadi selama ini. Sehingga untuk mendapatkan rekomendasi partai di tingkat pusat para calon berusaha meyakinkan para pengusaha atau mitra kerja lainnya guna memberikan dukungan finansial sesuai yang diharapkan. Dengan dukungan finansial tersebut jalan meraih rekomendasi parpol atau koalisi terbuka sesuai permintaan pengurus pusat partai. Aspek finansial menjadi juruselamat calon guna mendapatkan rekomendasi parpol.

Tanpa mahar

Politik tanpa mahar adalah upaya partai menentukan figur calon pemimpin daerah mumpuni. Pemimpin yang diharapkan menjadi mentor dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan serta aspek sosial, politik, dan keamanan di daerah selama ia mengabdi melayani rakyat. Politik tanpa mahar sesungguhnya upaya menghindari praktik politik dengan rumus politik 2+1+2=5.

Secara sederhana rumus 2+1+2=5 dijelaskan sebagai berikut. Dalam dua (2) tahun pertama (1) pemimpin terpilih berusaha mengembalikan modal dengan berbagai cara dengan memanfaatkan kewenangan. Mulai dari pengkondisian “kabinet”, success fee, dan paket proyek APBD. Selama setahun (1) menjalankan visi dan misi sebagai formalitas dalam menutupi protes konstituen dan dua (2) tahun berikutnya adalah (=) mengumpulkan modal untuk lima (5) tahun periode kedua.

Meski ada strategi politik tanpa mahar namun dalam praktiknya masih saja ada partai tidak mempedulikan hal tersebut. Para calon diwajibkan menyetor dana sebelum selembar kertas bernama B1-KWK parpol diterbitkan. Mau atau tidak mau para calon harus memenuhi permintaan lalu mengisi formulir B1-KWK parpol mengingat hal itu menjadi salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi seorang calon kepala daerah di semua tingkatan.

Apa yang terjadi bila kepala yang terpilih di pilkada, misalnya? Banyak dari mereka terperangkap berurusan dengan hukum. Misalnya, tertangkap tangan aparat semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus hukum. Kenyataan membuktikan, ada banyak kepala daerah berhenti di tengah jalan akibat terlibat KKN dan penyalahgunaan jabatan yang baru seumur jagung.

Para pejabat ini nampak tidak cukup punya waktu selama satu periode mengembalikan modal yang keluar. Apalagi dukungan modal pihak ketiga (pemodal) yang harus segera dikembalikan. Para kepala daerah seperti kejar tayang dengan berbagai carai untuk menutupi atau mengembalikan modal pihak ketiga saat proses hingga akhir pilkada.

 Alat perjuangan politik

 Partai merupakan alat dan sarana perjuangan politik meraih kesjahteraan atau kebaikan bersama (bonum commune). Partai memberikan ruang seluruh anak bangsa untuk menggunakan sarana itu sebagai jembatan dalam pesta demokrasi dan laboratorium rekrutmen calon pemimpin potensial mengemban mandat melayani warga masyarakat.

Namun, kadang juga pemimpin yang terpilih dalam kontestasi politik abai terhadap partai atau koalisinya yang mengsungnya. Muncul anggapan alat atau sarana (partai) digunakan meraih kuris kekuasaan sudah ‘dilunasi’ di depan. Sehingga apa saja masukan atau saran akan diabaikan. Buntutnya, tugas dan fungsi pemimpin politik pilihan itu, baik eksekutif maupun legislatif, misalnya, tidak efektif.

Nah, untuk mensiasati hal ini maka menjadi kewajiban parpol mengedepankan budaya politik tanpa tahar dalam rangka mewujudkan kepemimpinan yang kuat dan bebas KKN. Politik tanpa mahar meloloskan pemimpin politik tanpa beban tanggungjawab terhadap parpol dan rakyat yang memilihnya.

Memberlakukan mahar politik berpotensi membuka ruang pemimpin politik menggali sendiri liang lahat mengakhiri tugas pengabdiannya bila tersandung kasus hukum. Tak berlebihan pada pesta demokrasi 2024 agar partai politik dapat memilih dan mengusung kader atau simpatisan partai yang punya komitmen membangun daerah dan membesarkan partai di daerah.

Partai perlu mengedepankan politik tanpa mahar tetapi dengan sejumlah syarat yang harus ditaati saat pemimpin usungannya menjabat sebagai kepala daerah. Jika hal ini berhasil dilakukan, maka Indonesia akan bebas dari praktik-praktik politik kotor yang malah menyusahkan masyarakat dan kemajuan daerah.

Tinggalkan Komentar Anda :