Oleh Methodius Kossay, SH, MH
Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti Jakarta
DEWAN Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Kamis (30/6) mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang daerah otonomi baru atau RUU DOB Papua dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR. Palu diketuk menandai pengesahan tiga RUU yaitu RUU Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung sebelum pengesahan menjelaskan hasil pembahasan tiga RUU tersebut. Kata Kurnia, tujuan pemekaran DOB provinsi di Papua sudah sesuai Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Masyarakat di bumi Cendrawasih khususnya orang asli Papua, yang sebelumnya terbelah dalam dua kutub berseberangan (menolak dan menerima), kini tak bisa berbuat banyak selain menerima. Pro-kontra tentang pemekaran berakhir sejak keputusan politik DPR dilalui melalui Sidang Paripurna DPR RI.
Penetapan pemekaran daerah otonom provinsi provinsi di Papua tak lepas dari polemik terutama di internal elite dan masyarakat Papua, sejak rancangan wacana pemekaran, pembahasan hingga ketuk palu di dalam ruang sidang di kompleks DPR/MPR Senayan, Jakarta.
Pascaketuk palu pengesahan tiga provinsi baru di Papua, hal penting perlu diseriusi pemerintah Papua yaitu sumber daya manusia (SDM) orang asli Papua di tiga provinsi baru tersebut. Mendiskusikan sekaligus mempersiapkan SDM orang asli guna mengisi pos-pos strategis jauh lebih strategis dibanding larut dalam perdebatan perlu-tidaknya otonomi khusus maupun pemekaran.
Sambut pemekaran
Masyarakat Papua mau atau tidak mau, siap atau tidak siap harus bersedia menyambut kehadiran pemekaran tiga provinsi baru. Pemekaran, kita tahu, tidak berdasarkkan syarat teknis, administrasi, dan fisik kewilayaan pembentukan daerah provinsi baru sebagaimana amanat undang-undang, tentu akan menjadi problem tersendiri dalam membangun Papua.
Karena itu, kesiapan sumber daya manusia orang asli Papua menjadi syarat mutlak. Kenyataan memperlihatkan saat ini SDM orang asli Papua yang akan mengisi daerah otonom baru masih minim. Padahal, tiga daerah otonom baru provinsi akan memerlukan banyak sumber daya manusia berkualitas, berkompeten, berintegritas, jujur dan tanggung jawab serta memahami sosial budaya masyarakat lokal.
Di lain sisi, ego kesukuan di internal Papua masih ada dan berlangsung hingga saat ini. Kondisi ini juga perlu diperhatikan agar roda pemerintahan di daerah otonom baru tak terganggu. Belum lagi potensi konflik yang kerap mewarnai perjalanan pemerintahan serta pembangunan menjadi hal lain yang perlu mendapat perhatian serius.
Dana otsus
Pengelolaan dana otsus yang proporsional di tiga provinsi baru menjadi beban pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kurun waktu 20 tahun terakhir (2002-2021), total alokasi dana otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) untuk Papua mencapai Rp. 99,58 triliun dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 9,6 persen yang terdiri dari dana otsus sebesar Rp 75,53 triliun dan DTI sebesar 24,04 triliun.
Di samping mendapatkan pendanaan khusus dalam bentuk dana otsus dan DTI, Papua juga telah dialokasikan jenis transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) lainnya dengan nilai yang lebih besar dari dana otsus dan DTI. Rata-rata TKDD lima tahun terakhir memberikan kontribusi 70,29 persen dari APBD seluruh Papua.
Alokasi dana otsus dan DTI serta jenis TKDD lainnya yang cukup signifikan adalah APBD Papua. Karena itu perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk memberikan manfaat besar bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua (FGD Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bertema, Evaluasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua, Rabu, 28 April 2021 di kanal YouTube).
Nah, dengan disahkannya tiga provinsi baru tentu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memiliki grand design baru dalam mengalokasikan dana otsus dan DTI. Dalam pembentukan pemerintahan baru di Papua, diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan anggaran yang menghambat pembangunan. Pembagian anggaran di tiga provinsi baru di tanah Papua harus proporsional.
Kehadiran tiga provinsi baru membuka peluang bagi siapapun orang asli Papua untuk berkompetisi merebut peluang mendedikasikan ilmu dan kemampuannya. Putra-putri Papua yang komptenten perlu berkontribusi membangun daerahnya masing-masing terutama daerah otonom baru.
Membangun daerah sesuai dengan ciri khasnya masing-masing yang ditonjolkan dengan kerja keras, sinergitas, dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat. Jika sebelum pengesahan tiga daerah provinsi baru terjadi pro dan kontra, maka saat ini bukan waktunya berdebat. Kini, menjadi momen strategis melakukan konsolidasi, menyatukan hati dan pikiran untuk bergandengan tangan membangun Papua lebih maju, sejahtera, aman, dan damai.