Menjadikan Pendidikan di Tanah Papua Sebagai Panglima
OPINI  

Menjadikan Pendidikan di Tanah Papua Sebagai Panglima

Lamek Dowansiba, Ketua Komunitas Suku Membaca Papua Sumber foto: gardapapua.com, 10 September 2021

Loading

Oleh Lamek Dowansiba

Ketua Komunitas Suku Membaca Papua

KITA selalu mendambakan masa depan tanah Papua yang maju, sejahtera, dan modern. Tentu hal itu tidaklah salah. Kerinduan kita tentang masa depan tanah Papua yang maju, sejahtera, dan modern adalah hal yang sangat wajar dan siapapun dia pasti merindukan hal itu. Sebagai bentuk atau bagian daripada kecintaan terhadap tanah dan negeri ini.

Kemajuan suatu bangsa diukur berdasarkan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya. Pendidikan sebagai sarana, tools untuk mereproduksi manusia menjadi manusia yang cerdas secara spiritual, knowledge, dan emosional. Manusia akan hidup menjadi manusia bila ia -meminjam istilah filsuf asal Jerman Immanuel Kant- berada di antara manusia yang lain. Seyogyanya pendidikan diletakkan pada posisinya yang tepat dan digerakkan oleh manusia-manusia lain yang tepat pula.

Pendidikan mestinya dilihat secara utuh tanpa dikotomi oleh kepentingan apapun. Apalagi dijadikan sebagai alat hegemoni kekuasaan tertentu. Pendidikan harus juga bebas dari segala macam praktik kapitalisme dan praktik-praktik lain yang menggerogoti eksistensi pendidikan itu sendiri. Pendidikan mesti hadir untuk menyelesaikan aneka persoalan bangsa yang kontekstual dan fundamental.

Pendidikan dan budaya

Fenomena yang terjadi, terkadang kita memandang pendidikan dari sudut pandang yang sempit dan konservatif. Menurut Munandir, pendidikan dibagi menjadi tiga zona yaitu pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pihak yang mendidik dalam pendidikan formal adalah guru atau dosen.

Kemudian pendidikan non formal biasanya dilakukan para instruktur, pelatih atau pimpinan organisasi. Terakhir, pendidikan informal dilakukan orang tua sebagai guru atau pendidik pertama dan utama.

Pihak-pihak yang bertindak sebagai pendidik, kelak ditegaskan Dwi Nugroho di mana ia menjelaskan bahwa ada lima pihak yang memiliki peran vital sebagai pendidik yaitu guru, orang dewasa, orang orang tua, pemimpin masyarakat, dan pemimpin agama.

Pendidikan berperan strategis dalam pengembangan budaya. Akan menjadi apa sebuah bangsa sangat tergantung pada pendidikan yang meraka lakukan. Ketika Amerika kalah bersaing dengan Uni Soviet, maka bangsa Amerika mempertanyakan sistem pendidikan mereka: what’s wrong with the American class room?

Ketika Jepang kalah dalam perang dunia kedua, maka Jepang mulai bangkit dari kekalahan dengan membangun pendidikan. Contoh dari Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura, juga relatif sama bahwa jika ingin maju maka jadikan pendidikan sebagai panglima demi mewujudkan sebuah perubahan. Begitupun dengan mengembangkan sebuah budaya bangsa, maka tidak ada pilihan lain kecuali memperkuat pendidikan untuk memperkuat budaya.

Anak cerdas, Papua maju

Anak Cerdas, Papua Maju bukanlah sebuah mimpi tapi itu adalah sebuah harapan dan cita-cita tentang masa depan tanah Papua. Posisi masa depan tanah Papua akan ditentukan oleh generasi yang yang cerdas dan berkarakter. Termasuk generasi Papua yang bisa membangun kapasitas diri untuk menghadapi tantangan zaman dan mengahdirkan perubahan.

Jangan kita takut ketika diperhadapkan dengan laras panjang, jangan kita takut ketika digemborkan dengan bom yang mematikan. Takutlah ketika pendidikan menjadi bobrok, ketika pendidikan tidak lagi diprioritaskan dan dijadikan kebutuhan.

Karena di situ bangsa kita akan menjadi bangsa yang buta, terhadap masa lampau, kini, dan masa depan. Kita akan menjadi bangsa yang kehilangan arah dan tujuan. Jacques Delors menyebutkan bahwa pendidikan merupakan alat yang tidak bisa dipisahkan dalam upaya mewujudkan perdamaian sejati, kebebasan, dan keadilan sosial.

Pendidikan mempunyai peran fundamental dalam kemajuan perseorangan sosial. Pendidikan walaupun bukan merupakan sebuah obat ajaib atau formula magik pembuka pintu dunia untuk kehidupan yang ideal, namun pendidikan sangat bermakna untuk menumbuhkan kehidupan yang lebih manusiawi dan dapat mengurangi kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertindasan, dan perang.

Jelasnya, pendidikan berperan aktif dalam kemajemukan sebuah bangsa, bukan sekadar membentuk kepribadian seseorang, tetapi untuk peradaban bangsa universal.

Mestinya pendidikan dijadikan sebagai panglima seperti di Amerika, Cina, Rusia dan negara-negara maju lainnya, dengan pembiayaan yang harus fantastis. Mengapa? Tidak ada peradaban yang berkembang tanpa pendidikan di Papua dan Papua Barat dengan lahirnya Otsus jilid II melalui UU Nomor 2 tahun 2021.

Ada sebuah harapan bahwa dengan kembali dan bergulirnya UU Otsus mudah-mudahan ada sebuah keniscayaan bagi kemajuan tanah Papua khususnya melalui dunia pendidikan. Baik pendidikan formal, non-formal, dan informal semua harus dilihat dan dikerjakan secara utuh tanpa dikotomi oleh hal apa pun.

Tinggalkan Komentar Anda :