Oleh Oksianus K Bukega
Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura, Papua
MEMASUKI Abad ke-21, etnis Melanesia akan terus bergaung luas. Nama Melanesia sudah, sedang dan akan terus digunakan orang-orang beretnis hitam di beberapa pulau seperti Papua. Juga sejumlah pulau lain yang diidentifikasi dan diklaim beretnis hitam di wilayah Indonesia bagian timur serta di negara tetangga yaitu Republik Demokratik Timor Leste atau Timor Leste, ujung timur Timor.
Muncul pertanyaan, masyarakat wilayah mana yang pertama kali menggunakan istilah Melanesia? Untuk kepentingan apa istilah Melanesia digunakan? Pertanyaan lanjutan: masyarakat wilayah mana yang tergolong etnis Melanesia?
Orientasi Nama dan Etnis Melanesia
Nama Melanesia yang kini popular dan mendunia pertama kali ‘diklaim’ oleh Jules Dumont d’Urville (1832). Apakah d’Urville pencetus nama ini? Bisa saja tidak demikian. Mengapa? Nama ini sudah lama digunakan oleh Jean Baptiste Bory de Saint-Vincent (Bory) (1778–1846), seorang naturalis asal Prancis. Bory menggunakan nama Melanien (Prancis) atau Melano dalam istilah kata Bahasa Yunan yang berarti hitam, gelap, berkulit gelap.
Namun, belakangan d’Urville, penjelajah asal Prancis, menggunakan istilah Melanien menjadi Melanesien (Prancis) yang kini dikenal sebagai Melanesia. Meskipun dia bukan pencetus istilah tersebut, namun d’Urville yang memopulerkan istilah Melanesia saat berlangsung pertemuan Geography Society of Paris pada tanggal 27 Desember 1832.
Menurut pengelompokan etnis (ras), orang-orang yang hidup di wilayah Melanesia dianggap tergolong ras negroid. Namun, di antara bangsa-bangsa Melanesia sendiri terdapat berbagai perbedaan etnik dan sosio-kebudayaan. d’Urville mengelompokkan orang-orang kulit hitam sebagai “ras Melanesia” maupun sebagai nama geografis wilayah kulit hitam.
Belakangan nama ini banyak digunakan. Namun, masih juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan, peneliti, dan ahli genetika. Banyak di antara kalangan tersebut lebih setuju Melanesia digunakan sebagai wilayah atau kawasan Melanesia.
Etnis dan Wilayah Melanesia
Melanesia (kepulauan hitam) memiliki gugus kepulauan yang memanjang dari West Guinea (West Papua/Papua) lalu ke timur sampai hingga Pasifik bagian barat, serta utara dan timur laut Australia. Melanesia secara etnografis dan geografis merujuk pada kesatuan kelompok etnis dan pengelompokan pulau-pulau yang berbeda dari Polinesia, Mikronesia dan Melayu-Austronesia.
Kelompok etnis (ras) Melanesia terdiri dari New Guinea (Papua New Guinea dan West Papua atau Papua), Kaledonia Baru, Vanuatu, Fiji, dan Kepulauan Solomon. Pengelompokan yang dilakukan ini penting untuk dijadikan sebagai indikator dan patokan dalam mengantisipasi rekayasa sejarah dan kepentingan penguasaan di wilayah Melanesia yang menggunakan identifikasi etnografis dan geografis.
Melanesia dengan cakupan wilayah sebagaimana dijelaskan di atas dianggap sebagai yang ideal dan telah diakui oleh etnis yang bermukim di wilayah tersebut. Namun, wilayah Melanesia akan menjadi longgar dan belum ‘final’ ketika muncul klaim oleh etnis lain.
Klaim yang didukung dengan ragam kajian akademik dan kepentingan penguasaan wilayah. Klaim-klaim wilayah dimaksud sudah berlangsung sejak lama. Baik pada internal wilayah Melanesia sendiri maupun yang berlaku kini ialah pengakuan eksternal bagi wilayah yang berdekatan. Wilayah Melanesia perlu ditelusuri melalui wacana akademik.
Penelusuran kembali melalui wacana akademik terutama terkait pemetaan wilayah Melanesia perlu dilakukan sarjana Indonesia —sesuai dengan bidang perhatiannya pada asal usul sejarah, budaya, dan sosial— sebagai basis data menerangkan dominasi peneliti dari luar.
Buku berjudul Diaspora Melanesia di Nusantara yang terbit tahun 2015 telah mengidentifikasi beberapa wilayah di Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Timor Leste —negara tetangga di daratan Timor, Indonesia— dipetakan menjadi wilayah Melanesia.
Pasca penelitian dan pemetaan beberapa wilayah di Indonesia dan Timor Leste yang terangkum dalam buku tersebut di atas bila kita googling di internet, maka banjir informasi dan catatan mengenai pembagian wilayah Melanesia berangsur-angsur muncul ke permukaan.
Pembaruan informasi dan pengetahuan awal tentang wilayah Melanesia, yang awalnya sudah ada dan sering jadi rujukan mulai bergeser dan boleh dikatakan semakin mengaburkan. Pemetaan baru yang ‘sedang’ dilakukan sejauh ini menghubung-hubungkan kemiripan simbol-simbol budaya dan kemiripan bentuk fisik yang terdapat pada wilayah bersangkutan.
Menghubung-hubungkan kemiripan atau mengadakan persamaan sebenarnya melanggar otonomisasi sistem-sistem dan norma-norma budaya di masing-masing wilayah yang selama ini diakui dan berlaku.
Term Diaspora dan Nusantara, dua kata kata bahasa yang perlu ditelusuri dan diberi makna, terkait dengan pemetaan wilayah etnis Melanesia. Diaspora ialah istilah untuk orang-orang yang terpaksa merantau karena mereka menghadapi bahaya yang merupakan ancaman eksistensial bagi mereka sebagai kelompok ras atau agama tertentu.
Sedangkan Nusantara dihubungkan dengan pra-sejarah Indonesia dan kekuasaan kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di beberapa wilayah Indonesia. Agar tidak panjang lebar mempersoalkan pemetaan wilayah Melanesia dengan menggunakan terminologi tersebut, dua kemungkinan berikut perlu dirujuk untuk memahami klaim-klaim terhadap beberapa wilayah di Indonesia bagian timur yang diidentifikasi dan dimasukkan sebagai wilayah Melanesia.
Kemungkinan pertama ialah migrasi orang Papua ke arah barat. Kemungkinan kedua ialah para imigran (yang merupakan orang asli Papua) pada saat mengadakan migrasi ke arah barat (yaitu Timor, Alor (NTT) dan Halmaera/Maluku) akhirnya memutuskan untuk menetap di pulau-pulau tersebut.
Karena itu, sebenarnya secara genetis, tak ada satu ras pun yang bisa disebut sebagai ‘Melanesia’ (terpisah dari Papua). Menjadi jelas bahwa pengidentifikasian dan pemetaan sejumlah wilayah di Indonesia bagian timur yang telah dimasukkan sebagai wilayah Melanesia menjadi ‘tergantung’.
Dari aspek pengakuan etnisitas dan geografis, selain apek genetis, beberapa wilayah yang dimasukkan itu, tidak termasuk etnis atau wilayah Melanesia dan sebenarnya memiliki muatan rekayasa, pemutarbalikan sejarah.