Puisi: Di Balik Segel Malam, Saat Langit Menahan Nafas, dan Dari Luka, Terbit Cahaya Karya Hendra Duan - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Puisi: Di Balik Segel Malam, Saat Langit Menahan Nafas, dan Dari Luka, Terbit Cahaya Karya Hendra Duan

Eugene Mahendra Bala Duan, guru SMP YPPK Santo Antonius, Nabire, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

Di Balik Segel Malam

 

DI balik segel malam yang terpatri sunyi

Kubur itu diam, namun menggema abadi

Batu terguling bukan oleh tangan manusia

melainkan oleh kasih yang tak tunduk pada nisan

 

Jerit bumi telah reda sejak Jumat berdarah

tapi langit menahan naFasnya di Sabtu murung

Antara maut dan hidup

Ia berdiam

menjelajah lembah neraka dengan luka di tangan-Nya

 

Para murid menyulam duka dalam ruang terkunci

menganyam harapan di antara benang-benang takut

Maria menangis bukan hanya untuk kehilangan

tapi untuk janji yang menggantung di langit remang

 

Tak ada nyala lilin, hanya gelap mengaji waktu

sementara malaikat berjaga di luar jangkauan mata

Tuhan yang hidup kini terbaring dalam kematian

tapi bahkan maut pun gentar oleh keteduhan-Nya

 

Ia turun, bukan sebagai tawanan

melainkan Raja yang menyapa duka manusia

Kubur menjadi altar

tanah menjadi bait

dan keheningan berubah menjadi bahasa surgawi

 

Di dalam daging-Nya yang remuk, dunia terbungkus

dan oleh darah-Nya yang membisu, langit dicium

Sabtu ini bukan sekadar tunggu

tetapi rahim bagi fajar yang belum lahir

 

Tiada guntur, tiada gempa

hanya sunyi yang disulam dengan emas kekal

Sabtu Kudus: hari di mana Tuhan mendekap kematian

agar kita kelak tak gentar menutup mata

 

Dan ketika fajar mencium sisi batu yang terbuka

segala ratap menjadi mazmur

segala duka menjadi pujian

Karena dari segel malam, bangkit Sang Terang.

 

Saat Langit Menahan Nafas

 

LANGIT berhenti bernafas di tengah waktu yang beku

Sabtu menggantung seperti dupa tanpa nyala

Salib telah runtuh dalam gema kesakitan

namun kubur masih bisu, membungkus rahasia surgawi

 

Bumi mengulum duka dalam diamnya yang dalam

seakan menanti bisikan dari perut kekekalan

Tak ada doa, hanya detak jantung alam

yang pelan-pelan merapal kesedihan para malaikat

 

Ibu-ibu menabur rempah di tubuh sunyi

mata mereka sembahyang dalam air mata

Murid-murid bersembunyi di balik tirai takut

sementara Tuhan tidur di pelukan tanah

 

Di dalam batu yang tersegel, kasih sedang bertarung

bukan dengan paku

bukan dengan duri

tapi dengan keabadian yang mendekap kematian

seperti ibu yang menidurkan bayinya dalam tangis

 

Tak satu pun tahu bahwa hening ini mengandung cahaya

bahwa luka-Nya adalah gerbang pagi

Dalam gelap, janji tumbuh seperti benih yang retak

menanti ledakan terang dari rahim kekosongan

 

Langit pun menahan nafasnya

takut membangunkan harapan yang baru saja terjaga

Dalam senyap yang agung ini

Allah sedang menulis ulang hidup dengan darah-Nya sendiri

 

Dari Luka, Terbit Cahaya

 

PADA tubuh-Nya yang robek, fajar menyala

seperti matahari pertama yang mencium debu Eden

Duri tak lagi menjadi mahkota hina

melainkan takhta kasih yang mengoyak langit

 

Kebangkitan bukan dentang meriah

melainkan bisikan sunyi yang menggetarkan batu

Kubur bukan akhir

melainkan pintu rahasia

tempat cahaya lahir dari gelap paling dalam

 

Ia bangkit, bukan dengan gemuruh pasukan

melainkan dengan napas yang memulihkan dunia

Tangan yang tertembus kini terbuka

menyentuh luka manusia seperti embun menyapa luka bumi

 

Tak ada darah yang sia-sia di salib itu

setiap tetesnya adalah puisi keselamatan

Ia tidak kembali untuk membalas

tapi untuk membungkus dosa dengan pelukan abadi

 

Para perempuan datang dengan rempah dan tangis

tapi kembali dengan nyanyian yang belum pernah didengar

Malaikat tak berkhotbah hanya menunjuk sunyi:

“Dia tidak di sini, Dia telah bangkit.”

 

Dari luka, terbit cahaya—

bukan cahaya yang membakar

melainkan yang menyembuhkan mata yang pernah buta

dan mengajar hati cara baru mencintai: 

dengan hidup yang bangkit setiap hari

Nabire, 19 April 2025

Eugene Mahendra Bala Duan lahir 18 Juni 1985 di Lewoleba, Lembata. Saat ini mengabdi sebagai guru di SMP YPPK Santo Antonius, Nabire, kota Provinsi Papua Tengah. Menulis opini di sejumlah media massa dan penikmat sastra.

Tinggalkan Komentar Anda :