Dewan Gereja dan Imam Katolik Asli Papua Dukung Masyarakat Pertahankan Tanah Adat Terkait Program Strategis Nasional - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Dewan Gereja dan Imam Katolik Asli Papua Dukung Masyarakat Pertahankan Tanah Adat Terkait Program Strategis Nasional

Moderator Dewan Gereja Papua Pendeta Dr Benny Giay (kiri) dan Koordinator Imam Katolik Pribumi Papua Pastor Alberto John Bunay, Pr (kanan). Foto: Istimewa

Loading

WAENA, ODIYAIWUU.com — Dewan Gereja Papua (DGP) dan para imam (pastor) Katolik putra asli Papua menegaskan, mendukung sepenuh hati gerakan perlawanan masyarakat adat yang mempertahankan hak-hak atas tanah warisan leluhurnya. Dukungan itu beralasan karena tanah adalah dapur atau sumber kelangsungan hidup masyarakat adat.

“Kami memohon kepada pihak TNI dan Polri untuk tidak menghadapi masyarakat adat dengan kekerasan, intimidasi, teror, dan menakut-nakuti mereka yang melakukan gerakan perlawanan damai demi mempertahankan tanah adatnya,” ujar Moderator DGP Pendeta Dr Benny Giay dan Koordinator Imam Katolik Pribumi Papua Pastor Alberto John Bunay, Pr melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Waena, Jayapura, Papua, Senin (11/11).

Dalam seruan bersama tersebut, hadir juga anggota Dewan Gereja Papua Pendeta Dorman Wandikbo, S.Th, Pendeta Yahya Lagowan, Dr Fransina Yoteni, Pendeta John Baransano, dan Rode Wanimbo. Sedangkan imam Katolik putra asli tanah Papua yaitu Pastor Bernard Wos Baru, OSA, Yohanes Kayame, Pr, Fredy Pawika, OFM, Hilarius Pekey, Pr, Izaak Bame, Pr, Pius Manu, Pr, Moses Amizet, Pr, dan Pastor Benny Magay, Pr.

“Kami juga menolak dengan tegas rencana pemerintah untuk mendatangkan transmigrasi ke tanah Papua. Alasannya, provinsi-provinsi di tanah Papua sangat miskin, daerah konflik terlama, para pengungsi belum kembali ke kampungnya, banyak anak putus sekolah, banyak orang sakit. Kami juga kesulitan lapangan kerja, banyak sarjana menganggur. Singkatnya, kami tidak membutuhkan transmigrasi. Mohon dievaluasi rencana tersebut,” kata Benny Giyai dan John Bunay.

Pihak Dewan Gereja dan imam Katolik pribumi Papua meminta Pemerintah Prabowo Subianto untuk menghentikan semua program yang hendak merusakan ekosistem, ruang hidup masyarakat adat Papua dan hak-hak hidupnya. Mereka juga memohon kepada Presiden dan jajaran pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan masyarakat tanah Papua.

“Kami menyerukan, Papua bukan tanah kosong. Kami adalah ahli warisnya. Papua adalah tanah milik orang asli Papua. Leluhur, orang tua, kaka, dan adik kami hidup, berkebun, berburu di gunung-gunung, rawa, dan pesisir. Leluhur telah membagi tanah kami ke dalam tujuh wilayah adat yaitu Lapago, Meepago, Ha Anim, Bomberay, Domberay, Sairery, dan Mamta. Jadi, jangan kapling atau bagi-bagi tanah kami seakan tanah tak bertuan,” ujar Benny dan John.

Selain itu, pihak Dewan Gereja dan imam Katolik asli Papua meminta pemerintah tidak memakai para tokoh, pimpinan gereja atau pimpinan daerah tertentu mengatasnamakan orang Papua dengan uang atau janji jabatan tertentu. 

Para pihak ini, lanjut Benny dan John, jangan dimanfaatkan merencanakan menyerobot tanah leluhur marga atau klan tertentu agar tanah adat diserahkan kepada investor asing tanpa dialog atau bicara terlebih dahulu dengan pemilik ulayat.

“Dewan Gereja Papua dan imam Katolik pribumi mempertanyakan kepada DPR RI dan DPD RI asal tanah Papua apa yang sedang dilakukan dalam menghadapi mega proyek yang menurut kami akan menghancurkan ruang hidup dan keanekaragaman hayati orang atau umat Tuhan di tanah Papua,” ujar Benny dan John.

Para anggota Dewan Gereja Papua dan imam Katolik putra asli Papua prihatin melihat keadaan hidup umat Tuhan di tanah Papua belakangan ini. Karena itu, mereka mendesak dan meminta kepada Majelis Rakyat Papua seluruh tanah Papua dan Dewan Adat segera mengadakan Musyawarah Besar (Mubes) yang melibatkan seluruh rakyat Papua dari tujuh wilayah adat. 

“Dalam mubes tersebut masyarakat atau orang asli Papua secara bermartabat dapat duduk dan bicara dan merumuskan serta mengambil sikap bersama mengenai hak-hak mendasar hidup manusia dan alam semesta demi memajukan orang asli Papua di atas tanah leluhurnya agar tidak susah di masa akan datang,” kata Benny dan John.

Dewan Gereja Papua dan imam Katolik putra asli Papua mencatat, belakangan ini situasi yang terjadi di tanah Papua tidak baik-baik saja. Fakta memperlihatkan ada sejumlah hal yang sangat miris bagi masyarakat asli tanah Papua.

Pertama, penguasaan tanah dalam jumlah besar oleh perusahaan Indonesia dan asing, perusakan hutan hujan tropis dan pemusnahan keanekaragaman hayati. Kedua, perampasan tanah adat milik masyarakat adat, penghancuran eksistensi dan kebudayaan orang asli Papua. Ketiga, program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat untuk mengirimkan transmigrasi ke Tanah Papua.

“Hingga saat ini, sekitar 75.000 pengungsi asli Papua yang belum kembali ke kampung halamannya. Sejak 2019 pemerintah pusat telah mengirimkan ribuan militer ke seluruh tanah Papua. Sangat banyak penduduk migran yang datang ke tanah Papua dan terjadi perampasan ruang hidup dari masyarakat asli Papua oleh warga non Papua,” ujar keduanya.

Fakta lain, Mahkamah Agung Republik Indonesia akhirnya menolak gugatan kasasi Hendrikus Franky Woro terkait izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Papua untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). Pada saat umat Katolik Papua Selatan (Merauke) lagi sedih dan marah karena tanah dan dusunnya dihancurkan dengan kedatangan 2000 eskavator tanpa berbicara lebih dulu dengan pemiliknya. 

“Sementara itu, dalam video singkatnya, Uskup Agung Merauke mengatakan berbagai perusahaan atau proyek-proyek yang datang bukan untuk menghancurkan atau merusak hidup manusia melainkan proyek kemanusiaan untuk memanusiakan manusia. Argumentasi yang digunakan yaitu tujuan pembangunan demi kesejahteraan bangsa, masyarakat. Argumentasi lainnya, orang asli Papua dapat belajar dari warga transmigrasi yang datang ke tanah Papua,” katanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :