OKSIBIL, ODIYAIWUU.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/6) secara resmi telah mengesahkan tiga rancangan undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) menjadi UU. Ketiga DOB itu yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Keputusan itu mendapat protes dan reaksi keras dari sebagian masyarakat, pemerintah, dan berbagai elemen di Kabupaten Pegunungan Bintang (Pegubin). Pasalnya, dalam UU itu, daerah administratif Pegubin dipindahkan dari Provinsi Papua ke Provinsi Papua Pegunungan dengan ibukota Wamena.
“Ini sangat kami sesalkan. Padahal sejak sepekan terakhir, baik Bupati, ASN, tokoh adat, tokoh agama, intelektual dan mahasiswa melakukan protes keras agar kami dari Pegunungan Bintang tetap ada di Provinsi Papua. Bahkan Bupati juga sudah bersurat resmi ke Presiden, Mendagri dan DPR RI. Tapi kok Pemerintah Pusat, dalam hal ini Komisi II DPR RI dan Kemendagri tidak mau dengar aspirasi kami. Kami akan gugat ke Mahkamah Konstitusi,” ujar intelektual Pegunungan Bintang, Yance Tapyor, ST, MAP melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (1/7).
Menurut Yance, tujuan pemekaran adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat Papua, baik bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan politik. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harusnya mencermati letak Pegunungan Bintang dan aksesnya yang selalu bergerak ke utara yakni ke Keerom, kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura. Bukan ke Merauke, apalagi ke Wamena.
“Kami sudah menderita dan dianaktirikan selama 45 tahun ketika berada di Kabupaten Jayawijaya. Kami tak punya akses sama sekali dari Pegunungan Bintang ke Wamena. Kami seluruh masyarakat dari 34 distrik dan 277 kampung sudah menyatakan sikap bahwa kami tetap berada di Provinsi Papua. Karena jika tidak, kami tambah menderita karena makin jauh dari ibukota provinsi,” tegas Yance.
Yance juga menyesalkan bahwa dalam pertemuan Panja Pemekaran dari Komisi II DPR RI dengan para bupati di Hotel Horison Kotaraja (25/6) lalu, sebenarnya masalah ini sudah diangkat yakni posisi Pegunungan Bintang yang meminta tetap berada di provinsi induk, di samping persoalan letak ibu kota Provinsi Papua Tengah antara Nabire dan Timika.
“Tapi kok Pemerintah Pusat tetap ngotot masukkan kami di Provinsi Papua Pegunungan? Harus diingat bahwa pemekaran ini tidak berdasarkan kultur atau adat tapi berdasarkan akses geografis. Semua akses kami dari Sentani lewat pesawat ke semua distrik. Harusnya ada kajian ilmiah sebelum membagi kabupaten ini ke provinsi-provinsi,” katanya retoris.
Pada kesempatan itu, tegas Yance yang juga Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Pegunungan Bintang mengapresiasi Bupati Spei Bidana yang tetap kokoh dan tidak pantang mundur untuk terus memperjuangkan agar Pegubin kembali ke Provinsi Papua. Sebab itulah sosok pemimpin sejati yang berpikir bagi nasib masa depan rakyatnya.
Saat ini, katanya, Bupati Spei Bidana dan 25 anggota DPRD Pegubin berada di Jakarta untuk memperjuangkan aspirasi ini. Ia menilai, keputusan ini harus dikaji dan diuji materi tentang dasar pemindahan Pegubin ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Dan kami minta anggota DPR RI dari Dapil Papua harus melihat persoalan ini dan ikut memperjuangkan di DPR dan Kemendagri. Masyarakat Pegunungan Bintang yang sudah memilih kalian, menunggu tanggung jawab moril kalian memperjuangkan aspirasi mereka,” katanya menambahkan.
Sementara itu, tokoh agama Pegunungan Bintang Yehezkiel Kaladana, S.Th mengatakan bahwa seluruh masyarakat Pegunungan Bintang tidak terima keputusan pemerintah pusat yang membawa Pegubin masuk ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Sebab dari akses pelayanan di semua bidang, dari Wamena maupun Merauke tidak ada sama sekali. Semua distrik punya lapangan terbang dan berpusat di Sentani. Jadi akses perekonomian, keluar masuk orang dan barang semua dari Jayapura. Jadi kami minta kepada Pemerintah Pusat, di mana Provinsi Papua ada, kami tetap di situ,” kata Yeheskiel.
Oleh karena itu, ia menegaskan, jika ada kepentingan elit tertentu untuk membawa Pegunungan Bintang ke Provinsi Papua Pegunungan, itu adalah sikap yang keliru dan mengorbankan masyarakat di Bumi Okmin.
“Kalau ke depan masyarakat wilayah adat Tabi dan Saereri mau ubah nama Provinsi Papua, kami masyarakat Pegunungan Bintang siap terima itu. Yang penting, kami tetap ada di Provinsi Induk Papua,” urainya.
Ia mengatakan, secara geografis, Pegubin sangat dekat dengan Kabupaten Keerom. Pemerintah Pegubin pun tengah membangun akses jalan darat dari Pegubin ke Keerom melalui Kementerian PUPR.
“Pemerintah Pusat harus bijak melihat kembali keputusan tentang penetapan DOB itu. Harus kaji ulang agar masyarakat Pegunungan Bintang tidak jadi korban. Jangan hanya mendengar dari sepihak, terutama elit-elit politik Papua yang menginginkan agar Pegunungan Bintang tidak lagi di Provinsi Papua,” tegas Yehezekiel.
Ia juga meminta seluruh elemen masyarakat Pegubin harus bersatu padu untuk memperjuangkan aspirasi ini. Sebab ini menyangkut nasib masa depan generasi mereka.
“Semua kami orang Pegunungan Bintang rata-rata punya rumah, punya tanah, dan anak-anak kami semua sekolah di Sentani dan Jayapura. Kami tidak punya rumah di Wamena atau Merauke. Mohon Pemerintah Pusat melihat kembali keputusannya,” tegasnya. (Ansel Deri, Gusty Masan Raya/Odiyaiwuu.com)