Martince Ap: Mama Papua Membumikan Kekayaan Budaya Warisan Leluhur di Jakarta

Martince Ap: Mama Papua Membumikan Kekayaan Budaya Warisan Leluhur di Jakarta

Martince AP Swaipak (paling kanan) menjelaskan kuliner khas Papua kepada seorang wisatawan asing saat berlangsung pameran bertajuk Ragam Budaya Papua yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia di Sarina, Jakarta beberapa tahun lalu. Foto: Dok. Ansel Deri

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com – Papua adalah tanah yang kaya raya sumber daya alam dan budayanya. Tak berlebihan, Franky Sahilatua, penyanyi legendaris “membabptis” Papua sebagai surga kecil (yang jatuh) ke bumi. Tak sebatas pesona alam dan budaya yang membentang di hampir seluruh gunung, bukit, lembah, ngarai, sungai, dan pantai.

Belum lagi kerajinan khas dan kuliner Bumi Cenderawasih itu menyihir banyak pengunjung mengakrabi kekayaan alam dan budaya khas Papua. Namun, lebih dari itu, promiosi juga menjadi senjata pamungkas agar kekayaan alam dan budaya itu kian diminati dan digandrungi lebih banyak orang, terutama di luar Papua.

Martince AP Swaipak sungguh menyadari, kekayaan alam dan aneka hasil karya cipta khas warisan leluhur mesti didorong, dibumikan agar banyak orang tahu dan lebih dekat melalui usaha tiada henti di setiap momen pameran. Entah di tanah Papua maupun di luar. Alasannya sederhana: Papua dengan aneka pesona khas harus menjadi tuan di negeri sendiri. Promosi adalah pilihan rasional. Tinggal keberanian untuk memulainya.

“Saya tergerak ikut mempromosikan aneka kerajinan kuliner dan budaya khas Papua. Saya sekadar mau menyampaikan kepada dunia betapa Indonesia sangat kaya suku, bangsa, agama, dan adat-istiadatnya. Begitu juga Papua. Pulau paling timur Indonesia memiliki beragam suku, bahasa, budaya, dan aneka kuliner khas. Saya berpikir saatnya ikut membumikan, mempromosikan agar semakin banyak orang tahu tentang Papua dan manusia yang tingga di honai (rumah khas Papua), dari kota hingga kampung-kampung,” ujar Martince Ap kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (3/7).

Dari Biak ke Jakarta

Martince APP Swaipak lahir di Mardori, Biak, Papua pada Mei 1964. Mama Papua ini lama bekerja di Asuransi Jiwasraya Biak. Isteri Simon Mofu ini juga anggota Majelis Gereja Kristen Indonesia. Tatkala rekannya, Sophia Maipaw SH terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Daerah Pemilihan Papua, Martince Ap ia masuk Jakarta dan menjadi staf Sophia di DPD RI periode 2009-2014.

“Saya membantu Popi Maipaw sebagai staf di Senayan. Sejumlah event promosi kerajinan tangan dan kuliner khas di Jakarta menyemangati saya mempromosikan kekayaan khas Papua di Jakarta. Semakin banyak orang tahu tentang Papua, itu sudah cukup bagi saya. Tetapi setiap ajang pameran di sejumlah hotel berbintang dan pusat-pusat perbekanjaan, Papua selalu menarik perhatian. Hal itu yang menyemangati saya untuk setia membumikan kekayaan khas Papua,” kata Martince Ap.

Martince Ap pernah menjadi peserta dalam ajang pameran: Gelar Wicara, Lokakarya & Pameran bertajuk Ragam Budaya Papua yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pagelaran ragam budaya Papua dan pesona bumi Cenderawasih itu berlangsung sejak 18 November hingga 18 Desember 2019. Di salah satu sudut pameran di kawasan Sarina, jantung kota Negara, terpampang tulisan The Window of Indonesia. Siapa saja leluasa mampir dan menikmati bahkan memanjakan mata menyaksikan ragam budaya Papua dan pesona bumi Cenderawasih.

“Kekayaan alam dan budaya menjadi tugas semua anak Papua untuk membumikan agar semakin dicintai lebih banyak orang. Saya juga mau sampaikan bahwa tugas mempromosikan kekayaan alam khas Papua bukan hanya laki-laki tetapi juga perempuan Papua. Ini bukan tugas ringan, tetapi sekaligus pesan bahwa promosi wisata dan aneka budaya dan kekayaan khas Papua lainnya adalah tugas kolektif kami putera-puteri Papua, Kami perlu tunjukkan juga bahwa perempuan Papua tak sekadar di belakang layar, namun juga hadir untuk menginspirasi banyak orang,” kata Martince, mantan Asisten Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Martince Ap juga pernah diundang sebagai peserta Pameran Kerajinan Khas Nusantara di Jakarta Convention Centre (JCC), yang saat ini berubah nama menjadi Hotel Sultan, tak jauh dari kompleks DPR/MPR RI. Begitu juga saat digelar ajang Pameran Aneka Kuliner Nusantara di kampus Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atmajaya Jakarta, ia juga diundang menjadi salah satu peserta.

Pameran di kampus Atmajaya, kawasan Semanggi, Jakarta ini meninggalkan kesan membahagiakan bagi perempuan asli Papua ini. Semua peserta pameran diminta menyiapkan kuliner khas daerah dengan harga mulai Rp. 15-25 ribu per porsi. “Setiap pengunjung yang mampir di stan, selalu dengan senang hati membeli di atas harga itu. Bahkan ada yang sekadar bertanya-tanya tentang cara memasak, dengan senang hati membeli dengan harga di atas. Bahkan menjadi peserta pameran pun tak ada biaya, malah gratis,” kenang Martince Ap.

Perjalanan panjang dari tanah Papua hingga masuk belantara Jakarta membuat perempuan Papua ini selalu memandang arti penting pendidikan bagi anak-anaknya. Baginya, pendidikan adalah investasi strategis bagi masa depan Indonesia, terutama tanah Papua. Putera sulungnya, Diego Maradona Mofu menyelesaikan studi pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinagor, Jawa Barat. “Putera saya Diego, saat ini dipercaya sebagai Kasubag Perencanaan dan pelaporan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap Kota Jayapura,” katanya.

Anak keduanya, Charlie Dephios Mofu, menyesaikan studi Diploma pada Politeknik Negeri Semarang. Kini, Charlie mengemban jabatan sebagai Clerk Formalities Compliance pada sebuah perusahaan pertambangan besar di tanah Papua. Kemudian putri bungsunya, Austin Vellicia Mofu adalah lulusan Sekolah Atlit Ragunan Jakarta. “Anak bungsu saya ini adalah seorang atlit Jakarta. Saya selalu mendorong mereka semua agar mengenmbangkan bakat dan kemampuan dalam dirinya. Mereka perlu menyiapkan diri sebaik mungkin agar kalau satu saat dibutuhkan, tentu mereka tak mengalami kesulitan,” kata Martince, perempuan Papua dari tujuh cucu: Adele, Vellicia, Maria, Alessandro, Mambri, Mattew, dan Racquella.

Memajukan pendidikan anak-anak di satu sisi dan membumikan kekayaan khas Papua, bagi Martince ibarat dua sisi dari satu mata uang. Pendidikan adalah investasi masa depan keluarga dan tanah Papua. Namun, menggeluti hobi mempromosikan hasil kerajinan warisan leluhur dan aneka kulier khas Papua adalah kewajiban sebagai anak honai. Papua memiliki aneka pesona alam, budaya, dan eksotisme yang luar biasa besar. Persoalannya, mama-mama Papua tak banyak diberi ruang dalam momen pameran baik di tingkatb lokal maupun nasional.

“Mama-mama Papua juga punya hasil karya tangan yang tak banyak diketahui orang luar. Mungkin pemerintah melalui kementerian terkait mengajak juga kami perempuan Papua agar terlibat dan ambil bagian dalam berbagai pameran khas nusantara. Saya tentu senang dan bangga bila Presiden Joko Widodo melalui kementerian terkait melibatkan kami dalam setiap momen pameran. Mungkin ke depan kami juga dilibatkan dalam even pameran dunia agar pesona Papua merebut hati wisatawan,” kata Matince. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :