JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, (Senin, 24/2) telah menjatuhkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel Tahun 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Meda Merdeka, Jakarta.
Dalam perkara yang teregister dengan Nomor 260/PHPU.BUP-XXIII/2025, dengan amar pada pokoknya, memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di Pilkada Boven Digoel tanpa mengikutsertakan Petrus Ricolombus Omba.
“Kami menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah final,” ujar Frederika Korain, SH, MAAPD, kuasa hukum KPU Kabupaten Boven Digoel kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (25/2).
Menurut pengacara asal Papua itu, KPU Boven Digoel sudah melaksanakan Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel tahun 2024 sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk melakukan verifikasi dokumen calon yang telah diserahkan secara resmi sesuai tahapan pemilihan.
“Kalau merujuk pada ketentuan Pasal 50 Ayat 1 UU Pilkada juncto Pasal 112 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, KPU Boven Digoel sudah melakukan penelitian persyaratan administrasi calon yang status pendaftarannya diterima, termasuk terhadap dokumen calon Bupati Boven Digoel atas nama Petrus Ricolombus Omba”, ujar Frederika lebih lanjut.
Menurut Frederika, berdasarkan UU Pilkada dan PKPU serta dalam rangka menjaga netralitas penyelenggara Pemilu, penelitian persyaratan administrasi calon hanya bisa dilakukan terhadap dokumen yang diserahkan secara resmi.
“Bilamana beredar dokumen dan informasi yang tidak pernah diserahkan secara resmi kepada KPU, maka KPU terhalang secara etik untuk melakukan klarifikasi karena akan dituduh mencari-cari kesalahan kontestan dan tidak independen, kecuali memang terdapat tanggapan masyarakat sehingga menjadi dasar rujukan bagi KPU untuk bersikap aktif melakukan klarifikasi,” katanya.
Frederika juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, KPU Boven Digoel sebagai penyelenggara Pemilu memiliki kepentingan untuk menemukan kebenaran materiil atas dokumen yang diajukan pasangan calon dan mengklarifikasi dokumen dimaksud, terlepas dari ada atau tidaknya tanggapan masyarakat.
Menurutnya, sikap proaktif KPU untuk melakukan klarifikasi terhadap dokumen calon yang tidak pernah diserahkan kepada KPU secara resmi dan beredar luas di publik, berpotensi menimbulkan persoalan karena KPU akan dianggap mencari-cari kesalahan calon lainnya dalam proses pemilihan.
“Isu hukum yang harus dijawab terkait putusan ini adalah apakah KPU boleh secara aktif melakukan verifikasi terhadap dokumen dan informasi yang tidak pernah diserahkan secara resmi kepada KPU serta tidak pernah ada tanggapan masyarakat terhadap status seorang calon?,” kata pendiri Veritas Law Office itu retoris.
Jawaban atas pertanyaan hukum ini, kata perempuan pengacara asli Papua, harus segera dirumuskan dalam aturan untuk menciptakan kepastian hukum dan menghindari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara pemilu di kemudian hari karena dalih untuk menemukan kebenaran materiil.
Sekadar diketahui, Petrus Ricolombus Omba adalah calon Bupati Boven Digoel tahun 2024. Pada saat proses pendaftaran, Omba sudah menyerahkan syarat-syarat calon kepada KPU Boven Digoel, termasuk di antaranya Surat Keterangan Tidak Pernah Dipidana yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Merauke.
Di tengah tahapan pencalonan berlangsung, beredar dokumen salinan Putusan Pengadilan Militer yang menyatakan Omba pernah dijatuhi pidana dengan ancaman pidana di bawah lima tahun.
Dokumen tersebut, kata Frederika, tidak pernah diserahkan secara resmi kepada KPU Boven Digoel. Sementara itu. KPU Boven Digoel tidak pernah menerima tanggapan masyarakat terhadap status yang bersangkutan.
“Pada Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel 2024, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Petrus Ricolombus Omba dan Marlinus ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak. Akan tetapi, MK mendiskualifikasi Omba karena tidak mendeklarasikan dirinya sebagai mantan terpidana, sementara Marlinus tetap bertarung dalam pemilihan,” ujar Frederika. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)