YOGYAKARTA, ODIYAIWUU.com — Para mahasiswa dan pelajar Moni yang tergabung dalam wadah Koordinator Wilayah Yogyakarta dan Solo Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni (Ipmm0) se-Jawa dan Bali menyampaikan desakan kepada Pemerintah Indonesia menyusul maraknya sejumlah insiden kekerasan belakangan ini di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.
“Kami mendesak aparat TNI-Polri segera menghentikan operasi militer di Intan Jaya yang menyebabkan jatuhnya banyak korban warga sipil,” ujar Sekretaris Jenderal Ipmmo Yogya-Solo Eklesia Sondegau melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Yogyakarta, Senin (21/10).
Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah segera menghentikan pengiriman pasukan militer organik maupun non-organik di kabupaten di wilayah adat Meepago itu secara masif.
“Kami juga mendesak pemerintah segera menarik pasukan organik maupun non-organik dari wilayah Intan Jaya. Penempatan pasukan di Intan Jaya mengancam keamanan warga sipil,” kata Eklesia Sondegau.
Selain itu, para mahasiswa dan pelajar juga meminta aparat TNI-Polri segera berhenti mengancam, menangkap, menyiksa dan membunuh warga sipil yang tidak berdosa.
“Kami pemerintah kabupaten melalui Penjabat Bupati Intan Jaya beserta jajarannya berhenti sibuk dengan pesta politik Pilkada, tetapi segera melihat dan menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia, HAM yang terjadi di Intan Jaya,” ujar Eklesia Sondegau lebih lanjut.
Pemerintah Kabupaten Intan Jaya juga didesak segera memberikan perlindungan HAM bagi seluruh warga sipil di Intan Jaya. Pihak penegak hukum juga didesak mengusut tuntas dan mengadili pelaku yang menangkap, menyiksa dan membunuh Alex Sondegau, Apinus Sani, dan Wenes Tipagau sesuai perbuatannya.
“Aparat TNI-Polri berhenti melakukan tindakan penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan warga sipil yang tidak bersalah di Intan Jaya,” ujar Eklesia Sondegau dalam keterangan tersebut.
Para mahasiswa dan pelajar memberikan atensi atas berbagai peristiwa penangkapan, penyiksaan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap warga sipil oleh aparat keamanan di Intan Jaya. Peristiwa kelam yang memakan korban warga sipil terjadi sejak 2016 hingga saat ini.
Konflik bersenjata di daerah ini juga didominasi ketegangan antara aparat keamanan negara dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM).
“Penangkapan disertai penyiksaan terhadap warga sipil oleh aparat keamanan di Intan Jaya terjadi karena warga sipil dituduh bekerja sama atau berhubungan dengan TPNPB OPM. Banyak laporan yang menyebutkan warga sipil ditangkap paksa dan mengalami penyiksaan selama interogasi,” ujar Eklesia Sondegau.
Belakangan, peristiwa penangkapan, penyiksaan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap warga sipil semakin meningkat ketika operasi keamanan semakin intensif. Penangkapan dan pembunuhan terus dilancarkan sampai hingga tahun 2024.
“Pada 9 Oktober 2024, Alex Sondegau (30) tahun, seorang mantan mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang, jurusan teknik menjadi korban tindakan kekerasan yang tidak manusiawi,” kata Eklesia Sondegau.
Padahal, menurut Eklesia Sondegau, Alex diketahui mengalami gangguan jiwa. Peristiwa ini terjadi tanpa alasan jelas dan merupakan pelanggaran serius terhadap HAM. Begitu pula pada 12 Oktober 2024, Wenes Tipagau, seorang pelajar SMP ditangkap dan disiksa tanpa alasan yang jelas.
Selain itu, pada 13 Oktober 2024 sekitar pukul 12.14 WIT, Apinus Sani, putra Obet Bagubau saat pulang dari gereja Bilogai menuju ke Kampung Mamba menggunakan motor ditahan aparat keamanan untuk diperiksa.
Namun, Obet Bagubau yang trauma dengan aparat keamanan hendak memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Namun, nasib naas menimpa keduanya setelah terjatuh dari motor. Obet Bagubau sempat ditahan kemudian dilepas namun Apinus Sani meninggal. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)