SALATIGA, ODIYAIWUU.com — Para mahasiswa dan pelajar asal Papua yang terhimpung dalam Solidaritas Mahasiswa Papua dan Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta bersama keluarga dari empat korban mutilasi di Kabupaten Mimika, Senin (19/9) menggelar aksi untuk rasa di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Dalam aksi tersebut para demonstran mendesak Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan berbagai pihak segera membentuk tim investigasi independen guna mengungkap motif di balik kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kasus pembunuhan disertai mutilasi empat warga Papua asal Nduga di kawasan SP 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Senin (22/8).
“Kami meminta kepada Dewan HAM PBB agar membentuk tim investigasi guna mengusut dan mengungkapkan kejahatan negara terhadap rakyat Papua sejak 1961 hingga hari sekarang, khususnya terhadap empat warga Papua yang ditembak mati dan mutilasi,” ujar Juru Bicara Ikatan Pelajar Mahasiswa Nduga Indonesia (IPMNI) Jawa Tengah Erminas Reymond Nirigi melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Kota Salatiga, Senin (19/9).
Para pelajar dan mahasiswa juga mendesak agar para pelaku diadili di peradilan umum dan dipecat dengan tidak hormat atas keterlibata mereka dalam kasus penembakan dan mutilasi atas empat warga sipil. Para keluarga korban dalam insiden tragis itu juga menuntut para pelaku diganjar hukuman mati.
“Kami juga mendesak agar Komandan Brigif IJK/20 Letkol Inf Arynovian Hany Sampurno dicopot dari jabatannya. Kami juga mendesak agar seluruh proses hukum wajib dan harus dilakukan di Timika dan terbuka untuk umum,” ujar Reymond lebih jauh.
Menurut Reymond, empat warga Papua asal Nduga dibunuh disertai mutilasi secara bengis. Keempat korban masing-masing Arnold Lokmber (eks mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus/Untag Semarang), Irian Nirigi (seorang kepala desa di Nduga), Atis Tini (pelajar), dan Lemanion Nirigi (pemuda).
Setelah dibunuh, jasad korban dimutilasi menjadi beberapa bagian lalu diisi dengan batu pemberat dalam beberapa karung kemudian dibuang ke jembatan Sungai Wania, Kampung Pigapu, Mimika.
“Kasus ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat. Tindakan atas warga sipil tak berdosa merupakan bentuk penghinaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, merendahkan hakekat dan nilai kemanusiaan sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Pembunuhan disertai mutilasi atas manusia tidak dibenarkan oleh norma hukum dan agama apapun di atas muka bumi,” kata Reymond.
Kejahatan kemanusiaan di atas tanah Papua bukan merupakan peristiwa baru. Karena itu, kasus mutilasi empat warga Papua tersebut menjadi momentum membuka tabir kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang selama ini dibiarkan negara.
Selama Papua berada dalam lingkaran ketidakadilan hukum, HAM, dan demokrasi, nilai kemanusiaan bagi orang asli Papua selalu disamakan dengan hewan. Proses hukum di atas tanah Papua selama ini sangat diskriminatif dan tidak pernah satu kasus pun diselesaikan di pengadilan. “Kami membutuhkan dukungan dan intervensi masyarakat international guna mendapat pengakuan sebagai manusia,” ujar Reymond.
Selain ke Dewan HAM PBB, Presiden Jokowi, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, desakan juga dialamatkan kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Kapolda Papua Mathius D Fakhiri, Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, Kapolres Mimika, dan Dandim Mimika. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)