MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Sejumlah anggota Koalisi Masyarakat Perlindungan Anti Kekerasan Anak dan Perempuan (Petra) di Papua Barat, Selasa (19/4) menyerukan aparat penegak hukum melindungi dan memulihkan hak-hak perempuan korban pelecehan seksual.
Koalisi Masyarakat Petra terdiri dari puluhan elemen meminta aparat memproses Laporan Polisi bernomor LP/B/52/IV/2022/SPKT/Resort Teluk Bintuni tertanggal 11 April 2022 terkait laporan kejahatan Aasusila yang dialami seorang perempuan pekerja honorer.
Desakan memproses laporan tersebut setelah heboh di media di mana diberitakan MN, seorang pimpinan OPD di Kabupaten Teluk Bintuni dilaporkan korban kepada pihak berwajib atas dugaan pelecehan seksual terhadap TDW, staf honorer di OPD pimpinan MN.
“Laporan perbuatan biadab pejabat tinggi tersebut disinyalir bukan pertama kali dilakukan MN, terduga pelaku. MN sering melakukan pelecehan seksual terhadap sejawat PNS maupun tenaga honorer perempuan yang bertugas di kantornya. Hanya saja selama ini, dengan posisi dan jabatan strategisnya, pelaku seringkali lolos dari jeratan hukum. Namun tidak untuk kasus kali ini. MN telah dilaporkan secara resmi kepada pihak berwajib,” ujar Koordinator Koalisi Masyarakat Petra Yustina Ogoney SE melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Manokwari, Papua Barat, Selasa (19/4).
Menurut Ogoney yang juga Ketua Pemuda Katolik Papua Barat, kejahatan seksual dan kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai pola masih sering terjadi. Kejahatan itu dinilai sangat merendahkan martabat, mendiskriminasi, dan merampas hak korban untuk hidup aman dan bebas dari kekerasan di rumah, tempat kerja, dan ruang publik.
Ogoney menambahkan, kejadian ini tentu memberikan trauma dan guncangan yang dahsyat bagi korban baik secara fisik maupun mental. Belum lagi tekanan-tekanan dari luar yang kemungkinan besar akan diterima korban saat memutuskan untuk bersuara. Oleh karena itu, tegasnya, dukungan publik luas sangat diperlukan untuk bersama-sama mendukung korban dan mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Pemerintah baru saja mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada Rapat Paripurna DPR 12 April 2022. Undang-Undang ini merupakan kemajuan hukum bagi upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual dan menjadi payung pelindung bagi para korban untuk dapat mendapatkan keadilan, terpulihkan hak-haknya, serta terhindar dari kemungkinan mengalami re-viktimisasi oleh pelaku,” tandasnya.
Ogoney juga menegaskan, mencuatnya kasus ini merupakan momentum terbaik bagi semua stakeholders berdiri bersama korban untuk berani melaporkan dan meminta aparat penegak hukum mengambil tindakan hukum, mengadili, dan memberikan sanksi terhadap pelaku kejahatan seksual, siapapun orangnya dan apapun jabatannya.
“Melalui surat pernyataan ini, kami meminta aparat penegak hukum dan lembaga-lembaga negara maupun non negara, Polres Teluk Bintuni, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Teluk Bintuni, Lembaga Penyedia Layanan, Komnas Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum, Organisasi Masyarakat Sipil di Papua, untuk mengambil bagian menyuarakan dan mendukung perlindungan perempuan, perempuan adat dan masyarakat umum, menegakkan hukum keadilan dan pemulihan hak-hak korban,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Pelayanan Hukum Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warinussy mengatakan, kasus dugaan tindak pidana kejahatan seksual MN tersebut diadukan juga TDW dan suaminya ke LP3BH Manokwari sekaligus meminta bantuan hukum.
“Pada Sabtu (16/4) sore, TDW selaku korban didampingi suaminya telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana kejahatan seksual yang dilakukan MN, oknum pimpinan OPD di Kabupaten Teluk Bintuni ke LP3BH. Korban juga sudah melaporkan kasus itu ke Polres Teluk Bintuni dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/52/IV/2022/SPKT/Res Teluk Bintuni/Papua Barat, tanggal 11 April 2022. Terlapor atau terduga pelaku adalah adalah oknum pimpinan OPD di Kabupaten Teluk Bintuni berinisial MN,” kata Warinussy, kuasa hukum TDW kepada Odiyaiwuu.com dari Manokwari, Papua Barat, Sabtu (16/4).
Menurut Warinussy, selaku kuasa hukum pihaknya memberi dukungan kepada Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Teluk Bintuni AKBP Junov Siregar, S.I.K melalui Kasat Reskrim Iptu Tomi Samuel Marbun, S.TRk dan para penyidik untuk menindaklanjuti laporan polisi kliennya. Kasus itu harus ditindaklanjuti hingga diajukan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni dan ke Pengadilan Negeri Manokwari.
“Klien kami adalah korban dugaan tindak pidana pelecehan seksual. Dia adalah korban dugaan tindak pidana pelecehan seksual dan memiliki bukti permulaan yang cukup untuk ditindaklanjuti. Korban dugaam tindak pidana pelecehan harus diproses menurut amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana,” kata Warinussy.
Karena itu, kata Warinussy, pihaknya menyarankan Bupati Teluk Bintuni untuk dapat memberi ijin kepada MN, oknum terlapor yang berstatus sebagai pejabat OPD Teluk Bintuni agar dapat diperiksa menurut hukum pidana hingga mempertanggung-jawabkan perbuatannya di pengadilan. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)