Kunjungan Apostolik Sri Paus dan Pluralisme - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Kunjungan Apostolik Sri Paus dan Pluralisme

Eugene Mahendra Duan, guru SMP YPPK Santo Antonius Nabire, Papua Tengah. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Eugene Mahendra Duan

Guru SMP YPPK Santo Antonius Nabire, Papua Tengah

KUNJUNGAN Paus Fransiskus di Indonesia, menjadi momen yang sangat penting tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai negara yang mengakui enam agama resmi dan memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika,” Indonesia dikenal di dunia internasional sebagai model pluralisme. 

Namun, dalam kenyataan sehari-hari, tantangan terhadap pluralisme masih sering muncul, baik dalam bentuk diskriminasi agama, konflik antar agama, maupun retorika intoleransi yang tersebar di media sosial. Kunjungan Sri Paus dapat menjadi momentum refleksi bagi bangsa Indonesia untuk menegaskan kembali komitmen terhadap pluralisme dan toleransi beragama.

Pluralisme: citra dan realitas

Indonesia secara historis adalah negara yang dibangun di atas pondasi keberagaman. Dengan lebih dari 270 juta penduduk yang berasal dari berbagai etnis, bahasa, dan agama, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam memelihara kerukunan di tengah perbedaan. 

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga pluralisme. Kasus-kasus kekerasan agama, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, dan penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah masih sering terjadi. Pluralisme di Indonesia bukan hanya tantangan agama, tetapi juga tantangan politik dan sosial. 

Meskipun Pancasila sebagai ideologi negara mengakui keberagaman, praktek di lapangan kerap terhambat oleh politisasi agama dan meningkatnya konservatisme. Di sinilah pentingnya peran pemimpin agama dunia seperti Paus Fransiskus, yang dalam setiap pesannya selalu menekankan pentingnya dialog antaragama, toleransi, dan perdamaian.

Kunjungan Paus Fransiskus dapat menjadi cermin bagi kita untuk menilai sejauh mana kita telah menjalankan prinsip pluralisme yang tertuang dalam Pancasila. Apakah pluralisme sekadar jargon atau sudah benar-benar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari? Ini juga menjadi momen bagi kita untuk introspeksi tentang apa yang masih kurang dalam mewujudkan masyarakat yang benar-benar inklusif.

Pesan perdamaian

Paus Fransiskus dikenal sebagai pemimpin yang progresif dan memiliki perhatian besar terhadap isu-isu sosial seperti kemiskinan, perubahan iklim, dan terutama dialog antaragama. Dalam berbagai kesempatan, Paus menekankan pentingnya membangun jembatan antara berbagai kelompok agama sebagai cara untuk mencapai perdamaian. 

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia membawa pesan penting bahwa perbedaan agama tidak seharusnya menjadi sumber konflik. Ia lebih sebagai kekuatan untuk membangun dunia yang lebih damai dan adil.

Dalam Fratelli Tutti (2020), salah satu ensiklik terbaru Paus Fransiskus, ia menyoroti pentingnya persaudaraan dan persatuan global. Di dalamnya, Paus menekankan bahwa dunia yang semakin terpolarisasi memerlukan lebih banyak dialog antaragama dan antarbudaya untuk memupuk persatuan. 

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan rumah bagi berbagai kelompok agama lainnya, adalah tempat yang tepat untuk mempraktikkan nilai-nilai yang diajarkan Paus dalam ensiklik tersebut.

Kunjungan Paus bisa menjadi momentum untuk memperdalam dialog antaragama yang selama ini sudah dilakukan, baik secara formal maupun informal. Dialog yang tulus tidak hanya terbatas pada level pemimpin agama, tetapi juga harus menyentuh masyarakat di akar rumput. 

Paus Fransiskus sering berbicara tentang “dialog persaudaraan,” di mana masing-masing pihak berusaha memahami dan menghargai perspektif yang berbeda, bukan hanya sekedar berdialog untuk mencapai konsensus politik.

Salah satu kontribusi terbesar kunjungan Paus Fransiskus adalah memperkuat dialog antaragama di Indonesia. Meskipun dialog antaragama sudah menjadi bagian dari kebijakan pemerintah, tantangan di lapangan masih sangat besar. Ketegangan antar agama sering muncul di beberapa daerah, terutama ketika isu agama digunakan untuk kepentingan politik. 

Keberagaman yang seharusnya menjadi kekuatan, terkadang justru dijadikan alat untuk memecah belah masyarakat. Dialog antaragama dapat membantu memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia. Negara-negara dengan populasi mayoritas Muslim, seperti Indonesia, memiliki peluang besar untuk menjadi contoh bagi dunia dalam membangun pluralisme yang sejati. 

Namun, dialog antaragama harus didasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Kunjungan Paus Fransiskus menjadi pendorong untuk memperkuat komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip tersebut.

Teknologi dan intoleransi

Salah satu tantangan terbesar dalam menjaga pluralisme di era modern adalah bagaimana teknologi digital seringkali menjadi sarana penyebaran intoleransi dan radikalisme. Media sosial, yang seharusnya menjadi ruang untuk berbagi informasi dan pengetahuan, seringkali disalahgunakan untuk menyebarkan kebencian berbasis agama. 

Fenomena ini tentu sangat mengkhawatirkan karena dapat merusak upaya-upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk membangun dialog antaragama yang sehat. Kunjungan Paus Fransiskus dapat menjadi pengingat bagi masyarakat Indonesia bahwa menjaga pluralisme tidak hanya dilakukan melalui dialog formal, tetapi juga dengan cara mengedukasi diri dan orang lain di dunia maya. 

Paus telah berulang kali mengingatkan umat manusia tentang pentingnya menggunakan teknologi untuk tujuan positif, bukan untuk memecah belah. Di era digital ini, tanggung jawab menjaga pluralisme bukan hanya ada pada pemerintah atau pemimpin agama, tetapi juga pada setiap individu yang menggunakan media sosial.

Masa depan

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia, menjadi peristiwa bersejarah yang sarat dengan pesan-pesan penting tentang perdamaian, toleransi, dan pluralisme. Indonesia, sebagai negara yang mengakui berbagai agama dan budaya, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga harmoni di tengah perbedaan. 

Kunjungan ini juga akan menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pluralisme bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh atau dibiarkan begitu saja, tetapi harus terus diperjuangkan dan diperkuat. Dengan pesan perdamaian yang selalu disampaikan oleh pemimpin 1,2 miliar umat agama Katolik sedunia itu, kita diingatkan bahwa keberagaman bukanlah ancaman, tetapi sebuah anugerah. 

Sebagai bangsa yang besar dan beragam, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi contoh bagi dunia dalam hal bagaimana menjaga kerukunan antaragama. Kunjungan Paus Fransiskus bisa menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali komitmen kita terhadap pluralisme dan bagaimana kita dapat terus memperkuatnya di masa depan, karena Indonesia adalah rumah bagi berbagai macam identitas, agama dan budaya. 

Tantangan pluralisme mungkin akan terus ada, tetapi dengan dialog, pengertian, dan semangat persatuan, bisa menjadi langkah awal yang kuat menuju Indonesia yang lebih damai dan inklusif. 

Tinggalkan Komentar Anda :