SENTANI, ODIYAIWUU.com — Masyarakat adat Grime Nawa, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua menyatakan menolak keberadaan PT Permata Nusa Mandiri (PNM), perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah adat Lembah Grime Nawa. Korporasi raksasa tersebut dituding telah mencaplok atau mengambil ahli tanah serta hutan masyarajat adat dan ditengarai merusak ekosistem, tanah adat, dan melanggar hukum.
“Kami mendesak Bupati Kabupaten Jayapura segera mencabut ijin PT Permata Nusa Mandiri dan mengakui kedaulatan masyarakat adat Grime Nawa sebagai pemilik sah atas tanah dan hutan adat warisan leluhur,” ujar Ketua Adat Grime Nawa Matius Nimbokrang dan Koordinator Aksi Yustus Yekusamon melalui keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com di Nabire, kota Kabupaten Nabire, Papua, Rabu (7/9).
Keduanya juga mendesak Bupati Jayapura Mathius Awoitauw untuk mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan wilayah adat Grime Nawa sesuai Pasal 18 ayat 2 b UU Nomor 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agria. Pihaknya juga mendesak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua untuk mencabut izin usaha perkebunan PT PNM karena tidak melakukan kewajiban di dalam Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Perizinan Berusaha Perkebunan.
Selain itu, mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan HUG PNM sebagai tanah terlantar sesuai Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Undang-Undang Perkebunan dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Hak Cipta Kerja dan mengembalikan kepada masyarakat adat Grime Nawa.
“Kami juga mendesak Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk tetap mempertahankan keputusan pencabutan pelepasan kawasan hutan PT PNM. Masyarakat adat Grime Nawa menolak letigimasi pelepasan tanah yang dilakukan sepihak karena tidak sesuai dengan hukum adat kami,” ujar Nimbokrang dan Yekusamon.
Masyarakat adat, katanya, sepakat bahwa pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan tanah serta hukum adat milik masyarakat adat dilakukan berdasarkan pengetahuan dan dan hukum adat serta kebiasaan masyarakat setempat, Dengan demikian, masyarakat adat Grime Nawa dan pihak lain yang berdiam di tanah dan hutan adat tetap lestari.
“Seluruh masyarakat adat Grime Nawa Orya, Namblong, Klesi, Kemtuk, dan Elseng sepakat tidak menyerahkan dan tidak memberikan tanah adat dan hutan adat kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit atau yang lainnya yang berpotensi hilangnya hak atas tanah dan hutan adat,” katanya.
Masyarakat adat memberikan tenggat waktu pencabutan izin PT PNM pada 30 September 2022. Bila tidak segera dicabut izin perusahaan sawit itu, masyarakat mengancam memobilisasi massa lebih besar melakukan protes hingga mengajukan gugatan class action hingga perusahaan mengembalikan hak atas tanah dan hutan masyarakat adat.
Masyarakat Grime Nawa sebelumnya dikagetkan dengan kehadiran PT PNM di atas tanah adat Grime Nawa. Perusahaan tersebut juga disebut-sebut secara sepihak mengklaim tanah adat seluas 30. 920 hektar sebagai miliknya. Tanah tersebut terletak di Distrik Unurunguay, Nimbokrang, Nimbron, Namblong, Kemtuk Gresik, dan Kemtuk.
Masyarakat Grime Nawa berjuang menolak kehadiran berkebunan kepala sawit tersebut yang dikhawatirkan mengancam kehidupan masyarakat adat. Awal 2017, perusahaan sawit tersebut menggusur hutan adat hingga menimbulkan konflik agraria.
Bupati Jayapura, ujar keduanya, telah mengeluarkan surat pemberhentian sementara kegiatan operasi perusahaan dan ijin pelepasan kawasan hutan bagi PT PNM. Ijin perusahaan itu telah dicabut melalui Instruksi Presiden (Inpres) pada 6 Januari 2022. Namun, perusahaan tidak mematuhi Inpres tersebut sehingga masih tetap operasi hingga saat ini.
“Kami meminta sikap Bupati Jayapura agar benar-benar memihak masyarakat adat. Bupati harus turun langsung ke lokasi perusahaan untuk menutup operasi perusahaan. Jika hal ini tidak dilakukan, masyarakat Grime Nawa menilai bupati justru melindungi aktor perampasan tanah adat dan merusak ekosistem di wilayah Kabupaten Jayapura,” ujar Nimbokrang dan Yekusamon lebih lanjut. (Emanuel You/Odiyaiwuu.com)