MERAUKE, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komarudin Watubun dan Yan Permenas Mandenas dalam sebuah video yang beredar luas disebut terlibat suap atau gratifikasi meloloskan sejumlah pasal Undang-Undang Otonomi Khusus Papua Jilid II dan pemekaran Daerah Otonom Baru Provinsi Papua Selatan.
Dua komunitas pegiat anti korupsi Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia dan Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia sebelumnya mendukung keberanian dan kejujuran Bupati Kabupaten Merauke Romanus Mbaraka menjadi justice colaborator mengungkap dugaan gratifikasi dua oknum wakil rakyat daerah pemilihan Papua.
Bupati Mbaraka menyampaikan klarifikasi terkait video viral yang menyeret-nyeret nama Komarudi Watubun, anggota DPR dan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) serta Yan Mandenas, politisi Partai Gerindra diduga terlibat ‘melego’ pasal sehingga DOB Papua Selatan lolos menjadi sebuah provinsi baru di Papua.
Dalam video yang heboh di jagad maya ia menyinggung nama Komarudin Watubun dan Yan Permenas Mandenas mengingat dua wakil rakyat dari daerah pemilihan Papua itu sudah banyak membantu terwujudnya Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru.
“Saya secara pribadi dan atas nama Pemerintah Kabupaten Merauke menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Komarudin Watubun dan Bapak Yan Mandenas yang saya sebutkan nama mereka dalam sambutan di halaman kantor Bupati beberapa hari lalu setelah saya kembali dari Jakarta mengikuti penetapan Rancangan Undang-Undang Provinsi Papua Selatan menjadi Undang-Undang di gedung DPR RI, Kamis (30/6) lalu,” ujar Romanus Mbaraka kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (15/7).
Mbaraka lebih lanjut mengatakan, hal sesungguhnya yang ia maksud dalam sambutannya yakni rakyat di Merauke, Boven Digoel, Mappi serta Asmat selama kurang lebih 20 tahun telah berjuang menjadikan Papua Selatan menjadi sebuah provinsi baru di Papua. Nama Watubun dan Mandenas disebut mengingat kedua anggota DPR itu ikhlas dan sungguh-sungguh memperhatikan rakyat Papua.
“Mereka memperhatikan kami masyarakat selatan Papua, berkesempatan mendengar aspirasi, melakukan sosialisasi dan membuka ruang diskusi. Dalam berbagai kesempatan rapat dengar pendapat di DPR dan reses di Papua, daerah pemilihannya. Bukan kami menyuap mereka (seperti dalam video yang beredar). Itu tidak benar sama sekali. Sekali lagi saya sampaikan, ini perjuangan dan penantian kami yang lama, hampir 20 tahun lebih,” kata Mbaraka lebih jauh.
Bupati Mbaraka juga menjelaskan perjalanan penantian untuk menjadi Provinsi Papua Selatan dilakukan dengan semangat jiwa dan raga serta tekad yang bulat untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu, tangis dan biaya yang tidak sedikit untuk sosialisasi, mengantar aspirasi ke provinsi dan pusat dan mengikutsertakan masyarakat.
“Ini yang saya maksudkan besar biayanya. Banyak pejuang telah meninggal tetapi api perjuangan ini tidak pernah padam dan sekali lagi bukan dengan penyuapan. Yang lain mungkin kontra dengan kami, tapi kami sepakat sehati menerima pemekaran,” katanya.
Pada bagian lain Mbaraka menegaskan, ia sudah menonton video sambutannya yang disebutnya dipenggal-penggal. “Lalu dinyatakan kami menyuap DPR RI. Kami di Selatan Papua (Merauke) tak memiliki uang. Dari mana bisa didapatkan uang untuk menyuap wakil rakyat di Senayan. Sekali lagi kami tak lakukan,” tegasnya.
Mbaraka meminta semua pihak agar video viral tersebut tidak dipelintir atau sengaja diplesetkan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pihaknya menegaskan, tak ada niat atau upaya menyuap anggota DPR RI karena ia tahu konsekuensinya.
“Saya memohon agar video itu tidak diplintir. Saya pertegas lagi bahwa tak ada suap menyuap kepada anggota DPR. Karena kami tak punya uang. Anggaran pembangunan di Merauke tidak cukup, sehingga harus bermandikan keringat dan air mata darah membangun tanah Selatan Papua khususnya daerah ini,” ujar Mbaraka.
Menurut Mbaraka, bila ada oknum yang memelintir bahwa ini adalah bagian dari suap, ujarnya, sama sekali tidak benar. Dengan demikian, ia langsung meluruskan pernyataan agar menjadi lebih jelas dan dipahami.
Jika ada yang memanfaatkannya dengan situasi politik saat ini, pihaknya memohon dengan rendah hati agar jangan sampai membuat sesama tidak bersaudara satu sama lain. Semua pihak sudah menjahit persaudaraan dari Sabang sampai Merauke dan sebaliknya, Merauke hingga Sabang.
“Saya meminta kalau ada teman-teman yang kontra, kami menyampaikan permohonan maaf. Bapak-ibu boleh mengecek di seluruh penggalan tanah di selatan Papua. Kami setuju daerah ini menjadi provinsi. Sehingga ketika RUU ditetapkan kami merasa senang sekali,” katanya.
Untuk itu, Mbaraka meminta semua pihak khususnya rakyat di wilayah selatan Papua untuk bersinergi mendukung lahirnya Provinsi Papua Selatan. Ia juga mendorong semua pihak bagaimana mengisi pembangunan agar terus maju. Sehingga kepercayaan yang diberikan negara, akan dipertanggungjawabkan melalui pembangunan, terutama kesejahteraan rakyat Papua.
Ditambahkan, di era generasinya sekarang, akhirnya RUU DOB disahkan menjadi undang-undang. Sehingga Papua Selatan menjadi salah satu provinsi baru yang sah di Indonesia. Ia juga menjelaskan dengan hadirnya DOB Provinsi Papua Selatan, menjadi salah satu cara bagaimana negara mendorong kemajuan serta kesejahteraan masyarakat Papua.
“Komitmen kami jelas bahwa orang asli Papua menjadi prioritas serta utama dalam seluruh kebijakan pembangunan serta perencanaan program pembangunan di berbagai bidang,” tegasnya.
Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola mengatakan, pihaknya segera melaporkan Komarudin Watubun dan Yan Permenas Mandenas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ia mendesak KPK berani mengungkap atau membongkar dugaan gratifikasi terkait lolosnya Undang-Undang Otonomi Khusus pemekaran Daerah Otonom Baru Provinsi di Papua.
“Kami juga mendukung keberanian dan kejujuran Bupati Merauke Romanus Mbaraka menjadi justice colaborator mengungkap dugaan gratifikasi dua oknum wakil rakyat itu. Melalui sebuah video yang kami peroleh, Bupati Merauke mengaku secara terbuka dan jujur bahwa ada upaya dan kerja keras dirinya untuk melobi dengan dua anggota DPR itu meloloskan UU Otsus Papua hasil revisi dan DOB Provinsi Papua Selatan disertai dana sehingga wajib ditindaklanjuti KPK,” ujar Gabriel de Sola kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (15/7).
Sedangkan Mandenas meminta klarifikasi statemen Bupati Mbaraka yang menuding dirinya bersama Komarudin Watubun terkait gelontoran sejumlah biaya merealisasikan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru. Pihaknya secara tegas meminta Mbaraka menjelaskan ke publik sebagaimana terungkap dalam video yang beredar di media sosial.
Menurutnya, apa yang sudah dilakukan sudah maksimal sebagai wujud pertangung jawaban dirinya kepada rakyat Papua baik lewat revisi UU Otsus Papua dan RUU Pembentukan daerah otonom baru menjadi Undang-Undang.
“Apa yang dikatakan (Mbaraka) sama sekali tidak benar. Karena kami tidak pernah menerima apapun dari beliau. Kami ini berjuang untuk kepentingan Papua, bukan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan tertentu. Sehingga saya sudah beritahukan beliau via telpon seluler agar melakukan klarifikasi atas pernyataannya sehingga tidak menjadi polemik di tengah masyarakat,” ujar Mandenas kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Kamis (14/7). (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)