SURABAYA, ODIYAIWUU.com — Petugas Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia berhasil membongkar kasus peredaran kayu ilegal asal Papua sebanyak 57 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani di Surabaya, Kamis (15/12) mengungkapkan, kayu olahan jenis merbau tersebut sebanyak 870 meter kubik. Kayu olahan tersebut diduga berasal dari hasil pembalakan liar (illegal logging) di hutan di tanah Papua. Praktik illegal logging tersebut dikhawatirkan dapat memicu perubahan iklim dan berpotensi mengakibatkan bencana alam.
“(Kayu olahan jenis merbau) dikirim dari Papua tujuan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya melalui dua kali angkutan kapal laut. Pertama, pada 19 November 2022 menggunakan kapal MV Verison sebanyak 30 kontainer. Kemudian pada 3 Desember 2022 sebanyak 27 kontainer menggunakan Kapal Motor Hijau Jelita,” ujar Rasio mengutip antaranews.com di Surabaya, JawaTimur, Kamis (15/12).
Menurut Rasio, hasil penyelidikan petugas Ditjen Gakkum, isi keseluruhan 57 kontainer tersebut berupa kayu olahan gergajian ‘chainsaw’ atau pacakan berbagai ukuran dengan dokumen yang menyertai berupa nota lanjutan. Nota yang dipakai seharusnya digunakan untuk mengangkut kayu lanjutan, moulding.
Kayu-kayu ilegal tersebut milik enam perusahaan, masing-masing berinisial CV AM, CV GF, CV WS, PT GMP, PT EDP, dan SKSHHKO, yang saat ini sedang ditindaklanjuti pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk diproses hukum.
“Kami akan menerapkan pidana berlapis. Jadi, tidak hanya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana kehutanan, kami juga terapkan tindak pidana korporasinya. Ancaman hukumannya sangat berat. Pertama, pidana penjara seumur hidup maksimum. Kedua, denda Rp1 triliun,” ujar Rasio menambahkan.
Menurutnya, pihak Ditjen Gakkum dalam beberapa tahun terakhir telah melimpahkan sebanyak 1.346 perkara pidana dan perdata kejahatan kayu ilegal ke pengadilan. Pihak Ditjen Gakkum juga menerbitkan sebanyak 2.576 sanksi administratif terhadap para pelaku, khususnya yang melibatkan korporasi.
Selain itu juga telah melakukan sebanyak 1.888 operasi pencegahan dan pengamanan terhadap lingkungan hidup dan hutan di tanah Air.
Hutan di seluruh wilayah tanah Papua hingga kini terus mengalami nasib mengenaskan. Aneka korporasi raksasa di bidang pertambangan (mining), pembalakan (logging), kelapa sawit (palm), dan lain-lain terus menggempur hutan bumi Cendrawasih. Akibatnya, laju kerusakan hutan (deforestasi) tak terbendung.
Data memperlihatkan, hutan yang masih utuh terdapat di wilayah Papua, Papua Barat, dan Maluku Utara. Sedangkan di Sumatera, Kalimantan dan lain-lain mengalami kerusakan. Khusus di wilayah Papua selatan, potensi kehilangan sangat tinggi.
Di tanah Papua banyak industri besar yang bergerak di sektor tambang (mining), kayu (logging), sawit (palm oil), dan lain-lain. Kerusakan hutan paling tinggi akibat industri sawit, mencapai 2 juta lebih hektar. Kondisi itu bukan saja terjadi di selatan Papua namun menggempur hampir seluruh Papua.
“Kondisi hari ini, Papua hanya memiliki luasan hutan seluas 33 juta hektar. Untuk Papua Barat tersisa 8 ribu lebih hektar. Di wilayah Merauke, Nabire dan Sorong banyak ijin industri sawit. Total ijin terbanyak berada di delapan kabupaten,” ujar Direktur Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan (Econusa) Papua Maryo Saputra Sanudin melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (16/11).
Sanudin mengemukakan hal tersebut saat berlangsung Webinar bertema Peran Pemuda Dalam Melindungi dan Mengelola Hutan Masyarakat Adat di Tanah Papua dalam rangka Dies Natalis Pemuda Katolik ke-77 di Jayapura, Rabu (16/11). Webinar diselenggarakan Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Papua bekerjasama dengan Departemen Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat (PP) Pemuda Katolik. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)