SORONG, ODIYAIWUU.com — Kehadiran Provinsi Papua Barat Daya harus menjawab masalah pendidikan dan kesehatan di provinsi itu. Masyarakat adat Papua itu subjek, pelaku utama dalam berbagai kebijakan pro rakyat di tanah Papua. Indikator kemajuan Papua ditentukan orang Papua sendiri.
“Saya lihat bapak-bapak yang duduk di depan ini sebagai calon pemimpin Papua Barat Daya. Jadi, saya langsung ingatkan, titip pesan tentang hal ini,” ujar Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr Filep Wamafma, SH, M.Hum saat tatap muka dengan bupati dan walikota di wilayah Sorong Raya bertempat di Gedung Lambert Jitmau, Sorong, Senin (21/11).
Filep yang juga anggota DPD RI asal Papua Barat mengingatkan calon pemimpin di provinsi baru tersebut agar meningkatkan perhatiannya melalui berbagai program bagi sektor pendidikan di wilayah itu. Anak-anak asli Papua, kata Filep, tak boleh sampai putus sekolah.
“Saat ini kita adalah pelaku sejarah, tetapi generasi yang akan datang akan menghadapi tantangan masa depan. Tantangan yang kita hadapi saat ini boleh jadi jauh berbeda dengan yang akan dihadapi generasi-generasi Papua di masa akan datang,” ujar Filep, intelektual dan senator muda tanah Papua.
Ia mengingatkan semua pihak, stakeholder terkait bahwa sektor pendidikan memegang peran penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Papua yang unggul, sekaligus sebagai benteng terakhir orang Papua menghadapi era globalisasi.
Dalam kesempatan itu, Filep tak lupa menyampaikan terima kasih kepada Kapolda Papua Barat Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga yang selalu menemui dan memberi perhatian kepada anak-anak putus sekolah guna memberikan motivasi.
“Bayangkan saja kalau hari ini generasi kita ini tidak sekolah, siapa yang mau mengisi dan memajukan Provinsi Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pengunungan? Tantu tidak ada yang mengisi provinisi ini jika SDM kita lemah,” kata putra asli Papua dan doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Hassanuddin Makassar.
Filep juga mengingatkan masalah kesehatan dan kualitas rumah sakit di wilayah itu. Ia menyebut warga yang memiliki kemampuan ekonomi bisa berobat ke luar Papua. Namun, warga yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, buruh, dan nelayan biasanya berobat ke puskesmas atau rumah sakit di daerah harus mendapat perhatian dari pemerintah.
“Ini persoalan riil, saya harap ini yang harus kita pecahkan, kehadiran provinisi ini bukan akhir dari perjuangan kita, tetapi masih banyak tantangan di daerah, menjawab persoalan-persoalan di tengah masyarakat Papua Barat Daya,” kata Filep yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari.
Filep juga menekankan pentingnya optimalisasi pengelolaan alokasi anggaran terutama dana otonomi khusus (otsus) bagi masyarakat Papua. Terlebih, keberadaan otsus adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama memberikan perhatian yang besar bagi sektor-sektor mendasar seperti pendidikan dan kesehatan.
“Saya, salah satu orang yang sering ‘ribut’ mempertanyakan tentang pengelolaan alokasi anggaran karena kalau masyarakat punya kasih ke masyarakat, ini hak mereka. Ketika negara memberikan otonomi khusus bagi Papua, kita harus buktikan supaya orang percaya kepada kita apa yang kita kerjakan benar untuk menjawab persoalan masalah Papua,” kata Filep. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)