NABIRE, ODIYAIWUU.com — Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Provinsi Papua Tengah mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah segera membangun periode Rumah Sakit Tipe B di Nabire.
Keberadaan rumah sakit tersebut penting untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di delapan kabupaten setelah Papua Tengah resmi menjadi daerah otonom baru (DOB) provinsi di tanah Papua.
Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siriwini Nabire memiliki keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama orang asli Papua (OAP). Pengalaman sejauh ini juga menunjukkan, kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas pendukung lain terutama tenaga medis dan anggaran juga menjadi keluhan masyarakat setempat.
“Kami mendesak Pemprov Papua Tengah segera bangun Rumah Sakit Tipe B. Rumah sakit tipe ini sangat mendesak mengingat jangkauan pelayanan kesehatan tidak hanya terpusat di Nabire tetapi juga tujuh kabupaten lain di provinsi ini,” ujar Ketua Komda Pemuda Katolik Papua Tengah Tino Mote dan Sekretaris Natan Tebai kepada Odiyaiwuu.com dari Nabire, Papua Tengah, Senin (20/1).
Tino menegaskan, Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pemerintah Kabupaten Nabire mesti jujur bahwa selama ini pelayanan RSUD Siriwini Nabire berjalan normal. Meski demikian, fakta memperlihatkan dalam perjalanan selalu diterpa berbagai soal seperti minimnya anggaran, sumber daya tenaga medis yang minim, dan fasilitas rumah sakit yang kurang memadai.
Menurut Tino, saat beraudiensi dengan direksi RSUD Siriwini Nabire pekan keempat Desember lalu, persoalan mendasar di atas selalu dihadapi seperti soal anggaran, SDM, dan fasilitas yang kurang memadai. Oleh karena itu, kehadiran RS Tipe B di Nabire sangat mendesak. Keluhan masyarakat, terutama orang asli Papua juga mestinya diminimalisir dengan kualitas pelayanan yang prima.
“Pihak RSUD Nabire juga perlu merilis berapa jumlah kematian pasien selama lima tahun terakhir. Kami juga mengharapkan kasus-kasus kematian akibat dugaan kelalaian petugas medis segera dilaporkan ke pihak-pihak terkait agar dilakukan advokasi,” kata Tino.
Tino menambahkan, kasus yang ibu Norlince Pekei, suster perawat yang bekerja di RSUD Deiyai adalah potret buruk dan pengalaman traumatik absennya pelayanan kesehatan berkualitas bagi warga, khususnya orang asli Papua.
“Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten tidak boleh lengah dengan urusan kesehatan warganya. Alokasi dana otonomi khusus Papua juga memberikan ruang bagi warga masyarakat, terutama orang asli Papua memperoleh pelayanan kesehatan memadai. Warga mesti merasakan manfaat dana otsus Papua sebagai wujud nyata pelaksanaan otonomi khusus Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)