JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Penangangan aksi unjuk rasa massa yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) menolak daerah otonom baru (DOB) Papua yang berlangsung di Jayapura, Jumat (3/6) berlangsung aman. Aparat yang melakukan pengamanan bertindak lunak dan persuasif.
Massa pendemo mulai bergerak sekitar pkl 06.00 WIT dari berbagai titik di sekitar Distrik Heram. Namun, aparat keamanan secara persuasif berupaya membubarkan massa. Pendemo berupaya melakukan aksi long march ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Kapolresta Jayapura Kota AKBP Victor Mackbon mengatakan, para anggota berupaya secara persuasif bertemu pendemo di sejumlah titik yang menjadi tempat kumpul sehingga berhasil dibubarkan. Pada beberapa titik ada sekelompok pendemo meminta untuk difasilitasi ke DPRP. Namun, dari awal juru bicara PRP Jefri Wenda dan penanggungjawab aksi demo menolak difasilitasi.
“Aparat keamanan siap membantu memfasilitasi pendemo yang ingin ke DPRP untuk menyampaikan aspirasinya namun tidak long march. Sampai kapanpun tidak akan dijinkan untuk melakukan long march karena sudah ada contoh di tahun 2009 lalu di mana para pendemo melakukan aksi anarkis di sepanjang jalan yang dilewati dan tidak ada yang bertanggungjawab sehingga hal itu menjadi catatan,” ujar Victor Mackbon mengutip antaranews.com di Jayapura, Jumat (3/6).
Menurut mantan Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Papua itu, saat ini situasi keamanan dan ketertiban (kantibmas) di wilayahnya aman terkendali dan aktivitas masyarakat berjalan normal. “Situasi kantibmas sudah normal dan masyarakat diharapkan tidak mudah tepancing isu yang beredar,” kata Victor Mackbon.
Koordinator Lapangan Umum PRP Gerson Pigai mengutip jubi.id Jumat (3/6) mengaku pihak kepolisian menangkap Koordinator Aksi Lapangan Mikelda Petege dan Amiron Edowai di sekitar gapura Universitas Cendrawasih (Uncen). Penangkapan dilakukan setelah polisi membubarkan paksa aksi massa di depan kampus Uncen dan USTJ.
“Kami mendapat informasi dari lapangan, mereka ditangkap usai polisi membubarkan aksi di dua titik yang sempat terjadi pemukulan. Setelah melacak informasi, barulah kami tahu koordinator lapangan di titik Uncen Mikelda Petege ditangkap dan ditahan di Polres Jayapura,” ujar Gerson Pigai di Abepura, Jumat (3/6).
Koordinator Litigasi, Koalisi Pengacara Hukum dan HAM Papua Emanuel Gobay membenarkan terjadi penangkapan terhadap mahasiswa atas nama Mikelda Petege dan Edowai. Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan Kapolsek Abepura. Kapolsek sudah berkoordinasi dengan Polsek-Polsek tetangga dan Polres Kota Jayapura, terkait keberadaan dua mahasiswa yang ditangkap. Saya harap agar mereka dipulangkan. Sebab mereka melakukan aksi itu sesuai dengan aturan,” Emanuel Gobay.
Namun, terkait penangkapan korlap atas nama Mikelda Petege dan Amiron Edowai Victor Mackbon menyatakan tidak ada massa demonstrasi penolakan pemekaran yang ditahan. Ia juga mengklaim jika kepolisian melakukan pengamanan sesuai prosedur.
“Terima kasih kepada massa (masyarakat) lain yang memang paham ini (aksi) tidak dikasih izin dan mereka tidak ikut. Ini yang perlu diedukasi,” kata Mackbon kepada wartawan di Perumnas 3 Waena, Jumat (3/6)
Pro-kontra DOB
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, Senin, (25/4) menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat.
“Materi yang dibicarakan dia menyampaikan aspirasi terkait dengan UU Otsus (otonomi khusus) dengan pemekaran dan sebagainya yang itu tadi sudah disampaikan, dijawab oleh presiden. Sekarang ada yang menguji materi di MK dan kita hargai proses hukum itu dan kita akan ikuti dan tentu saja pada akhirnya akan berujung pada vonis MK nantinya,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, terkait pemekaran daerah di Papua, pemerintah menyadari adanya pro kontra. Namun menurutnya pro-kontra tersebut merupakan hal yang biasa. “Soal daerah otonomi daerah baru atau pemekaran di Papua, memang terjadi pro kontra, ada yang setuju, ada yang tidak tapi tidak ada sesuatupun di negeri ini yang langsung disetujui oleh semua orang,” kata Mahfud lebih jauh.
Jaleswari mengatakan, pemerintah terus membangun dialog dengan Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat, terkait pembentukan Daerah Otonomi Baru. “Kehadiran kedua lembaga kultural di Istana Kepresidenan merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo untuk terus membangun diskusi dan dialog dalam membangun Indonesia, termasuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua,” kata Jaleswari di Jakarta, Senin (25/4).
Jaleswari menegaskan, pembentukan daerah otonomi baru di Papua merupakan isu strategis pemerintahan, yang bertujuan untuk menjawab masalah kemiskinan, percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan di daerah.
Kebijakan DOB, kata Jaleswari, juga untuk memperpendek jangkauan pelayanan publik, mempercepat pembangunan, memotong kemahalan dan menyelesaikan kesulitan akses pelayanan publik dari kabupaten ke tingkat provinsi. Dalam konteks pembangunan Papua dan Papua Barat, kebijakan ini untuk menjamin pemerataan kesejahteraan dan pembangunan Papua dengan mempertimbangkan kondisi geografis.
“Misalnya masyarakat wilayah pegunungan dengan jalur transportasi udara yang sulit dan mahal tidak perlu bersusah payah ke Jayapura untuk mendapatkan layanan administrasi yang hanya tersedia di tingkat ibukota provinsi,” katanya.
Jaleswari menambahkan, komitmen presiden dalam menciptakan pembangunan yang Indonesia-sentris telah menitikberatkan pada pembangunan di Papua, yang tertuang dalam Inpres Nomor 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat Papua, dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
“Bapak Presiden minta betul-betul agar dilakukan sebuah semangat baru, sebuah paradigma baru, sebuah cara kerja baru untuk pembangunan di tanah Papua,” kata Jaleswari. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)