Oleh Yefta Lengka
Aktivis dan Pemerhati Sosial asal Wamena
SITUASI terkini kehidupan Gereja Tuhan di tanah Papua memperlihatkan, orang Papua saat ini lebih menyukai hal-hal yang enak didengar, enak dilihat, enak dimakan dan hal-hal serba instan lainnya.
Orang Papua hari ini lebih peduli dengan pembangunan gedung gereja yang mewah, besar dan tinggi. Hamba Tuhan atau gembala lebih menyukai dan memuji umat Tuhan yang banyak memberi untuk pembangunan gedung gereja secara terang-terangan.
Umat Tuhan di tanah Papua saat ini lebih menyukai pesta pora dalam kegiatan rohani. Dalam acara resmi atau Natal dan lainnya semua berbau makanan, minuman, pakaian baru (fashion show) dan lain sebagainya. Terkesan sebagai acara makan-minum. Tidak ada hal yang dimaknai. Tidak ada hal yang bisa dirasakan atau direnungkan dari kegiatan tersebut.
Dalam situasi seperti itu, umat Tuhan dibuat candu dengan organisasi denominasi gereja. Saat ini, umat Tuhan di tanah Papua sangat sensitif terhadap organisasi gereja. Mereka lebih menghormati aturan organisasi gereja dibanding tunduk kepada Firman Allah. Termasuk bentuk bangunan, cara makan, cara berpakaian dan lain sebagainya diatur organisasi gereja.
Sisi lain kehidupan umat Tuhan
Orang Papua banyak yang terlihat rohani dari penampilan, ikut kegiatan rohani dimana-mana. Fanatik terhadap organisasi gereja, memberi sumbangan lebih banyak dalam pembangunan gedung gereja, banyak memberi derma dan lain sebagainya.
Namun, kenyataannya orang-orang itu pula yang terlibat dalam konflik perang suku, menjadi aktor pemecah sesama umat manusia, konsumsi dan terlibat peredaran minuman keras (miras), konsumsi dan terlibat dalam peredaran narkoba dan berbagai kejahatan lainnya di tanah Papua.
Tentu jika umat Tuhan berada pada fase ini, maka kita pastikan bahwa kebanyakan orang Papua hari sedang berada di luar rel atau rencana Tuhan. Lebih tepatnya tidak ada Tuhan dalam diri mereka. Itulah sebabnya mereka jalan sesuai keinginan mereka. Bukan kehendak Tuhan.
Kita tidak bisa menyangkal atau menghindar dari kenyataan ini. Ini adalah situasi gereja Tuhan hari ini yang sangat kacau balau. Rusak. Tidak normal. Tidak hanya itu. Banyak orang juga yang mengaku diri sebagai hamba Allah tetapi kehidupannya tidak seperti yang dituntut Allah.
Perkataan sehari-hari tidak seperti yang ia khotbahkan. Perilaku sehari-hari tidak seperti yang ia khotbahkan. Dengan demikian banyak umat Tuhan yang disesatkan dan tersesat di jalan yang sebenarnya salah menurut Tuhan dan betul menurut orang yang mengaku diri hamba Allah (penyesat).
Banyak orang merasa diri hamba Allah karena telah menempuh pendidikan di bidang teologi namun pada akhirnya tidak menekuni apa yang telah ia pelajari. Mereka lari dari pendidikan yang selama ini ditempuh. Di sini kita pastikan bahwa Allah bisa memakai siapa saja untuk menjadi hamba-Nya.
Allah tidak peduli dengan latar belakang, ras, pendidikan, etnis dan lain sebagainya, tetapi Allah bisa memakai siapapun sesuai rencananya. Karena Allah tidak bisa dibatasi oleh siapapun dan sampai kapanpun. Tetapi Allah bisa membatasi diri-Nya dalam situasi tertentu tanpa disuruh atau atas perintah siapapun. Kecuali Ia sendiri.
Abaikan Kemanusiaan dan Lingkungan
Sebagai seorang gembala, tentu saja ia dapat melindungi, memelihara, dan menjaga umatnya sebagai tugas penggembalaan. Memang menjadi seorang gembala tidak mudah. Dalam hal inilah seorang gembala diuji ketekunan, ketaatan, dan kesabaran dalam penggembalaan umat Tuhan.
Di Papua sebagian hamba Allah mengabaikan tragedi kemanusiaan dan lingkungan. Jika kondisi hamba Tuhan kita seperti ini, lantas kepada siapa mereka akan berkhotbah atau di mana umat akan tempati. Termasuk makan minum.
Ini adalah prakondisi yang sedang kita masuki. Saya yakin akan ada situasi puncak yang akan mencekam kita semua. Di Papua setiap saat ini kita dengar kejahatan kemanusiaan dan kejahatan lingkungan di mana-mana. Beberapa hamba Tuhan terus berbicara lantang. Tetapi beberapa hamba Tuhan yang lain, mereka terus menjadi budak penjahat kemanusiaan dan lingkungan sehingga termakan prakondisi hari ini.
Pemimpin pemerintahan yang tidak berTuhan, buta kemanusiaan dan lingkungan adalah kegagalan hamba Tuhan (penyesat). Pengertian orang yang ber-Tuhan adalah orang yang melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan dalam seluruh aspek kehidupannya. Dengan demikian pemimpin pemerintahan harus berTuhan, bukan beragama.
Para pemimpin pemerintahan ini mereka berada di bawah penggembalaan hamba Tuhan. Mereka ada di dalam gereja. Mereka selalu terlibat dalam kegiatan rohani. Di sinilah letak kesalahan para gembala karena tidak menyatakan kebenaran. Dengan demikian gembala gagal dalam tugas penggembalaan.